Saya pernah mendengar ada seorang yang menamai sandal model atau jenis tertentu sebagai sandal salafi. Demikian pula ada orang yang beranggapan bahwa seorang muslim salafi itu memiliki model penutup kepala yang khas semisal sorban model Yaman atau memakai syamagh khas laki-laki Saudi.
Untuk menilai fonemena di atas mari kita renungkan bersama penjelasan Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah berikut ini. Perkataan beliau ini ada di kitab al Furqon Baina Auliya ar Rohman wa Auliya asy Syaithon hal 65-66 terbitan Maktabah ar Rusyd Riyadh, cetakan kedua tahun 1424 dengan tahqiq dari Salim al Hilali.
وليس لأولياء الله شيء يتميزون به عن الناس في الظاهر من الأمور المباحات فلا يتميزون بلباس دون لباس إذا كان كلاهما مباحا ولا بحلق شعر أو تقصيره أو ظفره إذا كان مباحا
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah-rahimahullah-mengatakan,
“Para kekasih Allah itu tidaklah memiliki ciri khas dalam penampilan lahiriah yang membedakan mereka kebanyakan anggota masyarakat selama hal tersebut masih dalam ruang lingkup hukum mubah. Mereka tidaklah memiliki ciri khas berupa model pakaian tertentu selama model pakaian tersebut hukumnya mubah dalam timbangan syariat. Mereka juga tidak memiliki ciri khas berupa berkepala gundul atau potongan rambut yang pendek ataupun kondisi kuku tertentu selama itu semua hukumnya mubah dalam timbangan syariat.
كما قيل : كم من صديق في قباء وكم من زنديق في عباء بل يوجد في جميع أصناف أمة محمد صلى الله عليه و سلم إذا لم يكونوا من أهل البدع الظاهرة والفجور فيوجدون في أهل القرآن وأهل العلم ويوجد في أهل الجهاد والسيف ويوجدون في التجار والصناع والزراع
Sebagaimana ungkapan sebagian orang yang mengatakan, “Betapa banyak shidiq (manusia bertakwa) yang berpakaian biasa dan berapa banyak zindiq (munafik durjana) yang berjubah”.
Bahkan kekasih Allah itu berasal dari berbagai ragam umat Muhammad-Shallallahu ‘alaihi wa Sallam- selama mereka bukan bagian dari ahli bid’ah yang sangat jelas kebid’ahannya dan bukan pula bagian dari para pendosa. Ada kekasih Allah yang berasal dari kalangan penghafal al Qur’an, ulama, mujahid, pedagang, pengrajin dan petani.
وقد ذكر الله أصناف أمة محمد صلى الله عليه و سلم في قوله تعالى : { إن ربك يعلم أنك تقوم أدنى من ثلثي الليل ونصفه وثلثه وطائفة من الذين معك والله يقدر الليل والنهار علم أن لن تحصوه فتاب عليكم فاقرؤوا ما تيسر من القرآن علم أن سيكون منكم مرضى وآخرون يضربون في الأرض يبتغون من فضل الله وآخرون يقاتلون في سبيل الله فاقرؤوا ما تيسر منه }
Allah telah menyebutkan berbagai jenis umat Muhammad-Shallallahu ‘alaihi wa Sallam- dalam firman-Nya yang artinya, “Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (sembahyang) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersama kamu. dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu-waktu itu, Maka Dia memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran. Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi berperang di jalan Allah, Maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran” (QS al Muzzammil:20).
وكان السلف يسمون أهل الدين والعلم : ( القراء ) فيدخل فيهم العلماء والنساك ثم حدث بعد ذلك اسم الصوفية و الفقراء واسم الصوفية : هو نسبة إلى لباس الصوف هذا هو الصحيح
Dahulu di masa Salaf orang-orang yang taat beragama dan berilmu disebut dengan istilah qurra’. Sehingga tercakup dalam istilah qurra’ para ulama dan ahli ibadah. Baru setelah masa salaf muncul istilah shufi dan faqir (baca:shufi). Menurut pendapat yang benar istilah shufi itu diambil dari shuf yang berarti kain wol yang kasar”.
***
Berdasarkan penjelasan di atas jelaslah bahwa seorang muslim salafi itu tidaklah memiliki ciri khas tertentu yang membedakan mereka dari masyarakat sekelilingnya dalam penampilan lahiriah selama penampilan lahiriah yang dimiliki oleh masyarakat sekelilingnya itu hukumnya mubah.
Bukanlah syarat muslim salafi harus memakai peci putih, ghutroh kesukaan orang-orang Saudi, sorban ala Yaman, atau sandal karet model tertentu.
Muslim salafi tidak memiliki ciri khas dengan model rumah tertentu, model kendaraan tertentu, model sepatu tertentu, buku tulis tertentu, model hp tertentu dan seterusnya. Tentu dengan catatan selama hal-hal tadi hukumnya mubah dalam timbangan syariat, tidak terlarang karena bendanya (misal sepatu dari kulit babi), karena menjadi ciri khas orang kafir, lawan jenis ataupun orang fasik dan seterusnya. Ingat, sekali lagi selama hal tersebut hukumnya mubah dalam timbangan syariat.
Bahkan menjadikan model penampilan lahiriah tertentu sebagai tolak ukur orang shalih dan bertakwa adalah bid’ah yang dibuat oleh orang-orang shufi. Mereka disebut shufi disebabkan mereka menjadikan pakaian dari shuf atau wol kasar sebagai ciri khas mereka dengan keyakinan itulah ciri khas pakaian orang yang zuhud, shalih dan bertakwa.
Maka sungguh aneh jika ada orang yang demikian anti dengan jalan shufi dalam beragama namun tertular penyakit dan penyimpangan shufi.
Ini semua menunjukkan pentingnya ilmu sehingga kita bisa bersikap dan berpandangan yang tepat dan tidak kontradiktif.
Bismillaah
Ustadz, barokallohu fikum. Apakah di sini sudah pernah dibahas masalah pakaian syuhrah?
Kemudian, di tempat saya ada sebagian ikhwah salafy -insya Allah- yang dalam aktifitas kesehariannya (selain sholat dan ngaji) hampir selalu memakai sarung yang menampakkan celana yang dipakai di dalamnya , karena ujung bawah sarungnya sedikit lebih tinggi dari celananya. Apakah hal ini dapat terjatuh kepada syuhrah ataukah hanya sesuatu yang mubah?
-arief nur-
Ahsanallohu ilaikum ya ustadz ….
Untuk Arief Nur. Di blog ini belum pernah ada bahasan tentang libas syuhroh. Mudah-mudahan Alloh mudahkan.
Menjadikan celana panjang yang ‘balapan’ dengan sarung atau ‘balapan’ dengan jubah yang dipakai sebagai ciri khas ahli sunnah salafy atau ciri orang sholih adalah suatu hal yang membutuhkan dalil. Sehingga masalah ini termasuk dalam bahasan tulisan di atas.
Ana pernah dikabari temen, ada sebagian ikhwan yang juga mengaku “salafy”, mengatakan bahwa diantara ciri-ciri sururi yaitu klo ikhwannya gak pakai gamis, cuma pake baju koko dan celana bantalon, sedangkan akhwatnya jilbabnya tidak hitam dan tak bercadar dikatakan akhwat sururi. benarkan pernyataan mereka tersebut?
juga mereka katakan klo ikhwan/ akhwat “sururi” contohnya masih suka kuliah ditempat umum…
mohon penjelasannya antum ya ustadz.
jazaakallahu khairaa
wassalaamu’alaikum warohmatullahi wabarokaatuh
Untuk Amir.
Jika benar demikian, berarti bahwa Ibnu Taimiyyah memiliki ciri-ciri sururi karena memiliki pernyataan di kitab beliau al Furqon Baina Auliya ar Rahman wa Auliya Syaithon sebagaimana di atas? Berarti semua kekasih Allah (wali Allah) itu cirinya sebagaimana ciri sururi karena tidak memiliki ciri tertentu dalam hal pakaian dll.
Kuliah di tempat ikhtilat itu maksiat dan bukan hal yang membedakan seorang ahli sunnah dengan ahli bid’ah.
Tentang jilbab yang tidak hitam, coba baca artikel ‘Jilbab Hitam Menurut Ulama Yaman’ yang ada di blog ini.
Hukum cadar adalah masalah yang diperselisihkan di antara ulama ahli sunnah bukan masalah yang membedakan ahli sunnah dengan ahli bid’ah.
Coba tanyakan kepada orang tersebut apa dalil yang mengharamkan memakai baju koko. Hukum asal segala sesuatu itu mubah kecuali jika ada dalil yang melarang.
Tentang celana bantalon coba baca buku 14 Contoh Hikmah dalam Dakwah karya Ustadz Abdullah Zaen terbitan Pustaka Muslim, jogja.
alhamdulillah sangat bermanfaat sekali, barokallohu fiikum
Barokallohu fiykum. Ustadz! Stelah membaca artikel ini, saya merasa tercerahkan. Alhamdulillah.
Assalaamu’alaykum..
Untuk Arief Nur.
Apa salahnya jika seorang muslim memakai sarung diatas celananya dalam keseluruhan aktifitas hidupnya? Bukankah hal tersebut lebih utama dalam menutup aurot? Bukankah hal tersebut telah ada contohnya dari kalangan masyarakat kita sendiri dari saudara2 kita suku melayu..Bahkan tidak tanggung antara celana dan sarung mereka balapannya sangat jauh, bukan cuma 5-10 cm, tp antara paha/lutut sampai telapak kaki?
Kalau antum melihat fenomena celana+sarung ini sebagai suatu fenomena yang aneh, kenapa antum tidak langsung berdiskusi dan berdialog dengan ikhwan tersebut, sehingga menjadi jelas bagi antum alasan yang dijadikan hujjah oleh ikhwan tersebut? Bukankah hal ini lebih hikmah dan lebih arif daripada harus disebar dalam forum seperti ini.
Sama halnya dengan al akh Amir..Apa setiap berita dan perkataan yang kita terima itu mesti kita sebarkan? Apalagi sesuatu yang tidak nyambung..Seorang salafy atau Surury atau ikhwani atau tablighy tidak bisa semata-mata dinilai dari cara dia berpakaian.
Bukankah yang mesti kita telusuri itu adalah dasar argumen yang mereka pakai ketika mereka pakai jubah atau gamis?
Assalammualaikum warahmatullohi wabarakaatuh
ustaz.kaifa haaluka..? baarakallahu feekum..
ana ada dua pertanyaan?
ana pernah mendengar duurus dari sheikh uthaimin..sheikh mengatakan bahawa yang dituntut oleh umat islam adalah mengikut manhaj salaf dan bukan melabelkan diri sebagai salafiyyun,apa pandangan ustaz?
soalan kedua adalah masalah pakain..apakah ada pakain tertentu yang membezakan kita dengan libaas kuffar agar kita tidak tasyabbuh dengan kuffar.
Baarakalluhu feekum .wataqabbalallhu minna waminkum kullun ‘aam waantum bikhoir.
al faqeer ila Allah
fairuz.
bagus bnget artikelnya ustadz.
Krn teman ana kyknya anti kalo pake baju koko ma sarung. Kayaknya kurang ‘Nyalaf’ aja.. he he
Bahkan, dia demen banget komentari ikhwan yg celana nggantungnya gak sampai setengah betis cuman sampai di atas mata kaki sedikit. Kayaknya kurang nyalaf, gak keliatan kalo salafy.
sepertinya belum bisa membedakan orang fasiq dan mubtadi’ dinilai dari sisi apa…..
Jazakallahu khairan katsiran Ustadz.. Ana Copas ya.. Barakallahu fiykum…
Untuk Fairuz
Wassalamu’alaikum wa rahmatullah wa barakatuh
1. Beliau mengatakan dalam Syarh Arbain pada penjelasan hadits Irbadh bin Sariyah bahwa yang menjadi kewajiban setiap muslim adalah mengikuti manhaj salafy bukan masuk dalam bagian hizbi salafy.
Sungguh benar apa yang beliau katakan. Yang dimaksud dengan hizbi salafy dalam hal ini-wallahu a’lam- adalah orang-orang yang menjadikan salafy sebagai kelompok tertentu bukan lagi sekedar sebagai manhaj dalam beragama. Oleh karena tolak ukur salafy menurut mereka adalah setiap orang yang loyal pada ustadz, syaikh, kelompok pengajian atau majalah tertentu. Tidak cukup sekedar, mengikuti Qur’an dan Sunnah sesuai dengan pemahaman salaf.
Jika demikian keadaannya, maka inilah yang disebut dengan hizbi salafy dalam istilah Ibnu Utsaimin.
Kita wajib mengikuti manhaj salafy, bukan menjadi anggota hizbi salafy.
2. Kita tidak boleh memakai model pakaian tertentu yang menjadi ciri khas orang kafir dalam pandangan suatu masyarakat muslim tertentu. Jadi boleh jadi suatu model pakaian itu terlarang karena tasyabbuh dengan orang kafur di sebuah komunitas namun tidak terlarang pada komunitas yang lain.
Untuk Abu Fathimah
Libas syuhroh atau pakaian tampil beda itu terlarang. Jika anda memakai sarung ala melayu di daerah suku Melayu maka hukumnya boleh. Namun ingat, mereka hanya memakai sarung dengan model semacam itu dalam sikon tertentu saja.
Lain halnya, jika model tersebut antum pakai di daerah yang tidak familiar dengan model pakaian tersebut. Hukumnya jadi terlarang.
alhamdulillah, artikelnya sangat mencerahkan. jazaakallahu khairaa…baarakallahu fiyk
semoga Allah memudahkan saudara-saudara untuk lepas dari kemaksiatan yang mereka lakukan.
Assalaamu’alaykum. yaa ustadzunaa ana ingin bertanya : berkaitan dengan pernyataan antum “Mereka disebut shufi disebabkan mereka menjadikan pakaian dari shuf atau wol kasar sebagai ciri khas mereka dengan keyakinan itulah ciri khas pakaian orang yang zuhud, shalih dan bertakwa”. Apakah meyakini suatu pakaian tertentu sebagai ciri khas orang zuhud adalah sebuah ibadah? dimanakah segi ibadahnya sehingga dapat dikatakan bid’ah? yaa ustadz uhibbuka fillah.
Untuk Ibnu Sholih
Wa’alaikumussalam
Mereka berkeyakinan bahwa ciri orang yang zuhud adalah berpakaian shuf. Jika tidak demikian maka belum menjadi manusia zuhud. Mereka mengidentikkan zuhud dengan pakaian dari shuf.
Yang benar, pakaian orang yang shalih itu berbeda-beda tergantung zaman, tempat dan masyarakatnya.
#Untuk seluruh pengunjung web
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
ما نهيتكم عنه فاجتنبوه، وما أمرتكم به فأتوا منه ما استطعتم ، فإنما أهلك الذين من قبلكم كثرة مسائلهم واختلافهم على أنبيائهم
“Apa yang aku larang, tinggalkanlah. Apa yang aku perintahkan, kerjakanlah semampu kalian. Karena umat sebelum kalian telah binasa karena banyak bertanya dan banyak melanggar ajaran Nabi mereka” (Muttafaqun ‘Alaih)
Dari hadits para ulama melarang berlebihan dalam bertanya.
Syaikh Al Utsaimin berkata: “Hendaknya seseorang tidak suka banyak bertanya. Terlebih lagi di masa ketika wahyu masih turun, karena dengan banyak bertanya dalam mengharamkan yang tidak haram dan mewajibkan yang tidak wajib. Sebaiknya seseorang itu tidak terlalu sering bertanya dan hanya bertanya pada hal yang dibutuhkan saja”
Syaikh Shalih Alu Syaikh berkata: “Dahulu para sahabat -Ridhwanullah ‘alaihi- jarang bertanya kepada Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, semuanya terjawab dalam Al Qur’an. Oleh karena itu mereka senang jika ada orang Badwi datang bertanya kepada Nabi, mereka mengambil faedah dari pertanyaan itu. Ini adalah adab yang penting. Karena orang yang banyak bertanya menunjukkan kurang agamanya, kurang wara’ dan menunjukkan ia bukan seorang penuntut ilmu. Sebaiknya, seorang penuntut ilmu, pencari kebenaran dan kebaikan itu mempersedikit pertanyaan sebisa mungkin”
(Kutipan ini dari Syarh Arba’in Nawawi, Syarh hadits ke 9, cetakan Darul Mustaqbal)
Adab penuntut ilmu itu adalah memperbanyak muraja’ah (mengulang pelajaran), jika menemukan permasalahan maka mencoba muthala’ah (mengkaji), jika sudah dicoba masih belum menemukan jawaban, baru bertanya. Sehingga pertanyaannya sedikit.
Semoga Allah Ta’ala menambahkan kepada saya, Ustadz dan anda sekalian, ilmu yang bermanfaat.
Nasehat yang indah dari Aswad untuk kita semua. Seorang penuntut ilmu baik ustadz ataukah belum ustadz jika punya masalah di benaknya hendaknya berusaha mencari jawabannya terlebih dahulu dengan membaca buku-buku terkait. Jika ‘mentok’ baru berupaya bertanya kepada orang yang dinilai lebih berilmu.
TIDAK BERMANFAAT ILMU KITA JKA TETANGGA KTA MASIH DALAM KETERPURUKAN..DAN BELUM MENGENAL AGAMANYA SENDIRI YAITU ISLAM.TUGAS ANTUM SEMUA YG PADA PINTER ADALAH MENGAJAK BUKAN MENJATUHKAN MENTAL MEREKA.JANGAN SEGALA SESUATU DIBILANG BID’AH
Untuk Adi
“Segala sesuatu dibilang bid’ah” memang tidak boleh. Yang benar adalah bilang bid’ah untuk sesuatu yang memang benar-benar bid’ah.
tulisan yg bgs. barokallahu fiikum…
Assalamu’alaikum,Ust Aris
Bolehkah aq mengkopy semua tulisan ust dlm web ini maupun kiriman ke emailku,ke blog aq?
Jazakallahu khairan..
Untuk Rambat
Wa’alaikumussalam
Silahkan.
jawaban ustadz bwt mas adi singkat tepat padat !!!hihihi
mantap ustadz ..