Ibnu Utsaimin mengatakan, “Berbuat bidah dalam agama itu pada hakikatnya adalah tergolong mengejek Allah karena pelakunya adalah orang yang mendekatkan diri kepada Allah dengan amalan yang tidak Allah tuntunkan.
Jika dia beralasan ‘Aku ingin mendekatkan diri kepada Allah dengan amalan mengada ada ini’ maka jawabannya ‘Anda telah salah jalan. Menimbang niat baik yang anda miliki maka anda bisa dimaklumi namun tidak ada ‘pemakluman’ atas tindakan salah jalan manakala anda telah mengetahui kebenaran.
Pelaku bidah itu bisa jadi kita katakan bahwa mereka mendapatkan pahala untuk niat baik mereka, ingin mendekatkan diri kepada Allah dengan syarat mereka belum mengetahui kebenaran namun mereka tetap kita salahkan karena amalan bidah yang mereka lakukan.
Adapun para pemimpin amalan kebidahan yang sebenarnya telah mengetahui kebenaran akan tetapi mereka menolaknya dalam rangka mempertahankan kedudukannya maka pada diri mereka terdapat kemiripan dengan Abu Jahl, ‘Utbah bin Rabiah, al Walid bin Mughirah dll. Merekalah orang orang yang menolak untuk mengakui kerasulan Nabi kita Muhammad dalam rangka mempertahankan kedudukan dan status sebagai pimpinan.
Sedangkan untuk orang orang yang hanya ikut ikutan dalam amalan bid’ah maka mereka bisa kita bagi ke dalam dua kategori:
Pertama, orang orang yang tidak mengetahui kebenaran. Meraka adalah orang yang sama sekali tidak mengetahui kebenaran dan mereka adalah orang yang sungguh sungguh mencarinya. Mereka beranggapan [karena keterbatasan ilmu yang mereka miliki] bahwa apa yang mereka lakukan adalah kebenaran maka mereka adalah orang orang yang dimaklumi [baca: tidak berdosa].
Kedua, orang yang mengetahui kebenaran akan tetapi mereka menolaknya karena fanatik dengan tokoh yang mereka kagumi. Mereka ini tidaklah dimaklumi [baca: berdosa]. Mereka itu semisal orang yang Allah firmankan dalam surat az Zukhruf:22″ [al Qaul al Mufid ‘ala Kitab at Tauhid jilid 1 hal 71].
Wal hasil, ada peluang untuk tetap mendapatkan pahala bagi pelaku bid’ah dengan syarat dia belum mengetahui kebenaran padahal dia adalah pencarinya dan dia asyik dengan bid’ah tersebut karena dorongan niat mulia yaitu mendekatkan diri kepada Allah.
ustadz, apakah hanya cukup dengan niat baik saja pdl amalannya laisa minas sunnah, trus begitu mudahnya akan mendapat pahala ?
Terus bukankah pelaku bid’ah ( hampir semua), mengatakan apa yang dilakukannya adalah kebaikan ?Sehingga pantaslah tidak diterima dosanya ahlu bid’ah (lantaran bagaimana dia bisa bertobat, karena apa yang dilakukannya dianggap baik ?)Terus bagaimana mungkin dia bisa mendekatkan diri kepada Allah, dengan persangkaan amalan baik, karena bid’ah adalah dosa. Dan jelas dosa bisa mengotori hati. dan hanya amalan – amalan sholeh saja yang bisa mendekatkan diri kepadaNya.Begitu, ustadz.
#penggemar
Bedakan antara pahala untuk niat dengan pahala untuk amal perbuatannya.
jadi kalau yang meminta kepada Allah lewat Mayat2 orang soleh(ziarah kubur ke makam wali2) juga dapat pahala selama mereka belum tahu ya ustad?
Jika ada pahala karena niat nya, namun amalan nya bid’ah yang cenderung kepada syirik.
Bisakah hal ini (berbuat syirik, karena tidak tahu dan menganggap ibadah, dan bersungguh2 taqarrub kpd Allah dengan amalan syirik itu) juga dimaklumi?
Ataukah justru pahala niat nya habis, karena besar nya dosa dari amalan (syirik) tersebut?
#bingung
perlu dilihat teks doa yang dipanjatkan saat ziarah kubur wali, sudah derajat syirik atau baru bid’ah.
tulisan di atas membicarakan bid’ah, bukan kemusyrikan.
#ben
tulisan di atas membicarakan bid’ah bukan kemusyrikan.
Ustadz, bagaimana dengan sholat dan mandinya imam bukhari saat akan menuliskan hadits? jazakallah
Ustadz, bagaimana dengan amalan yang dilakukan oleh Imam Bukhari, yakni mandi dan sholat setiap kali beliau sebelum menuliskan sebuah hadits? jazakallah atas penjelasannya…
Ustadz. ana tinggal dilingkungan sufiyah dan terkadang ana mendapat undangan tahlilan, ana terpaksa ikut krn mertua ana termasuk sesepuh di kampung ana. namun sungguh dlm hati ana mengingkari perbuatan bid’ah ini (seperti tahlilan atau mauludan). apakah ana termasuk yg tertimpa dosa krn mengikuti acara tsb namun dlm hati mengingkarinya?
#abu najwa
minimalisir kesalahan sebisa mungkin.
jika terpaksa datang maka jangan ikut melakukan zikir yang mengada ada. anda cukup diam saja.
#imam
shahihkah sanad sampai Bukhari dalam masalah ini?
Bagaimana Beliau menulis shahihnya.
Al Bukhari berkata: Aku menyaring hadits-hadits (dalam kitabku ini) dari 600 ribu hadits”. Beliau juga berkata: “Aku hanya memasukkan dalam kitabku ini hadits-hadits yang shahih saja, namun banyak hadits shahih yg aku tidak masukkan agar kitabku tidak terlalu tebal”. Beliau juga berkata: “Tidaklah aku meletakkan satu hadits pun dalam kitabku ini kecuali aku mandi dahulu dan shalat dua rakaat”.
saya kutip dari http://www.gensalaf.net/?p=71
#imam
perlu dikaji mendalam dari berbagai sisi diantara adalah shahihnya sanad sampai Bukhari dan sampai saat ini saya belum mendapatkan ilmu tentang hal ini.
tapi tentu apabila ia telah sadar akan bid’ahnya, dia wajib meninggalkan bid’ahnya. kalau dia sudah sadar namun masih tetap melaksanakan bid’ahnya, maka dia terkena hadits “Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam agama kami ini yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak.” (HR. Bukhari no. 20 dan Muslim no. 1718)
Ustadz, yg dapat pahala dari ‘amalan pelamu bjd’ah yg sebelumnya belhm mengetahui kebenaran atau pencari kebenaran itu pelaku bjd’ah kategori mukaffiroh atau ghairu mukaffiroh? Syujron