Mengenai Hukum Isbal
السؤال:
فضيلة الشيخ ما حكم الإسبال و هل يدخل في البنطال و هل صحيح أن الجمهور على جوازه أو كراهته لغير خيلاء وجزاكم الله خيرا؟
Syeikh Kholid al Mushlih mendapatkan pertanyaan sebagai berikut, “Apa hukum isbal? Adakah isbal dalam celana panjang? Apa benar bahwa mayoritas ulama berpendapat bahwa isbal tanpa niat sombong itu hukumnya mubah atau makruh?”
الجواب:
بسم الله الرحمن الرحيم
الإسبال في اللغة هو إرسال الشيء من علو إلى أسفل والمراد به هنا إطالة الثياب وإرخاؤها
Jawaban Syeikh Kholid al Mushlih, “Dalam bahasa Arab isbal artinya adalah menjulurkan sesuatu dari atas ke bawah. Sedangkan yang dimaksud dengan isbal dalam hal ini adalah memanjangkan dan menjulurkan kain.
وقد جاءت النصوص فيه على نحوين:
Dalil seputar masalah ini ada dua jenis.
الأول: ما جاء فيه تحريم الإسبال خيلاء وبطراً.
Pertama, mengharamkan isbal jika karena kesombongan.
ومنها ما في البخاري ( 5784) ومسلم (2085) من حديث ابن عمر رضي الله عنهما أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: ((من جر ثوبه خيلاء لم ينظر الله إليه يوم القيامة)).
Di antaranya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari no 5784 dan Muslim no 2085 dari Ibnu Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang menyeret kainnya (baca: isbal) karena sombong maka Allah tidak akan memandangnya pada hari Kiamat”.
وكذلك ما رواه البخاري (3485) وغيره عن ابن عمر رضي الله عنهما أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: بينما رجل يجر إزاره من الخيلاء خسف به فهو يتجلجل في الأرض إلى يوم القيامة.
Demikian juga hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari no 3485 dan lainnya dari Ibnu Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada seorang lelaki yang kainnya terseret di tanah karena kesombongan, Allah menenggelamkannya ke dalam bumi . dia kejel-kejel (meronta karena tersiksa) di dalam bumi hingga hari Kiamat terjadi”.
وكذلك مافي البخاري ( 5788) ومسلم ( 2087) من حديث أبي هريرة رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: ((لا ينظر الله يوم القيامة إلى من جر إزاره بطراً)).
Demikian pula diriwayatkan oleh Bukhari no 5788 dan Muslim no 2087 dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Pada hari Kiamat nanti Allah tidak akan memandang orang yang menyeret kainnya karena sombong”.
الثاني: ما جاء فيه تحريم الإسبال مطلقاً من غير تقييد بخيلاء أو بطر.
Kedua, hadits-hadits yang mengharamkan isbal secara mutlak baik karena sombong ataupun tidak.
ومن ذلك ما في البخاري (5787) من حديث أبي هريرة رضي الله عنه قال: ((ما أسفل من الكعبين من الإزار ففي النار))
Diriwayatkan oleh Bukhari no 5787 dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kain yang letaknya di bawah mata kaki itu letakannya adalah neraka”.
ومنها ما في مسلم (106) من حديث أبي ذر قال: قال النبي صلى الله عليه وسلم: ((ثلاثة لا يكلمهم الله يوم القيامة ولا ينظر إليهم ولا يزكيهم ولهم عذاب أليم المسبل والمنان والمنفق سلعته بالحلف الكاذب))
Diriwayatkan oleh Muslim no 106 dari Abu Dzar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada tiga jenis manusia yang tidak akan Allah ajak bicara pada hari Kiamat, tidak Allah pandang, tidak akan Allah sucikan dan untuk mereka bertiga siksaan yang pedih. Itulah laki-laki yang isbal, orang yang mengungkit-ungkit sedekah dan orang yang melariskan barang dagangannya dengan sumpah palsu”.
ولما وردت النصوص على هذين الوجهين اختلف أهل العلم في حكم الإسبال من غير خيلاء.
Dikarenakan ada dua jenis dalil dalam masalah ini maka para ulama berselisih pendapat tentang hukum isbal bagi laki-laki bukan karena hendak menyombongkan diri.
فذهب جمهور العلماء من المالكية(1)، والشافعية(2)، والحنابلة(3) وغيرهم إلى أن المحرم من الإسبال ما كان للخيلاء والبطر
Mayoritas ulama baik yang bermazhab Maliki (sebagaimana dalam Muntaqa al Baji 7/226 dan al Fawakih ad Dawani 2/310), bermazhab Syafii (sebagaimana dalam Asna al Mathalib 1/278 dan al Majmu Syarh al Muhadzab 4/338) dan Hanabilah (sebagaimana dalam Kasysyaf al Qona’ 1/277 dan Mathalib Ulin Nuha 1/348) serta yang lainnya berpendapat bahwa isbal yang haram adalah isbal karena motivasi kesombongan.
أما ما كان لغير ذلك فمنهم من قال بكراهته ومنهم من قال بإباحته وحملوا ما ورد النهي فيه عن الإسبال مطلقاً على المقيد،
Sedangkan isbal bukan karena kesombongan maka sebagian dari jumhur ulama mengatakan bahwa hukumnya adalah makruh. Sedangkan sebagian yang lain mengatakan bahwa hukumnya adalah mubah karena larangan isbal yang bersifat mutlak mereka bawa kepada larangan yang bersyarat.
قال شيخ الإسلام في شرح العمدة (ص 366): ” ولأن الأحاديث أكثرها مقيدة بالخيلاء فيحمل المطلق عليه وما سوى ذلك فهو باق على الإباحة وأحاديث النهي مبنية على الغالب والمظنة ”
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam syarah beliau untuk kitab Umdah al Fiqh hal 366 mengatakan, “Mengingat bahwa mayoritas dalil itu melarang isbal jika dengan kesombongan maka dalil yang melarang isbal secara mutlak itu kita maknai dengan isbal karena kesombongan. Sehingga isbal yang tanpa dorongan kesombongan itu tetap bertahan pada hukum asal berpakaian yaitu mubah. Jadi hadits-hadits yang melarang isbal itu didasari pertimbangan bahwa mayoritas lelaki yang isbal itu dikarenakan dorongan kesombongan”.
واحتج هؤلاء بقول النبي صلى الله عليه وسلم لأبي بكر لما قال يا رسول الله إن احد شقي إزاري يسترخي إلا أني أتعاهد ذلك فقال النبي صلى الله عليه وسلم: ((لست ممن يصنعه خيلاء))
Mereka memiliki dua alasan. Yang pertama adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Abu Bakr, “Engkau bukanlah termasuk orang yang melakukan isbal karena kesombongan”. Demikian tanggapan Nabi atas ucapan Abu Bakr, “Salah satu sisi sarungku itu melotrok/melorot kecuali jika aku perhatikan dengan seksama”.
وكذلك ما جاء أن ابن مسعود رضي الله عنه كان يسبل إزاره فلما قيل له في ذلك قال: “إن لساقي حموشة، وأنا أؤم الناس”. رواه ابن أبي شيبة وقال عنه الحافظ ابن حجر في الفتح (10/264): بسند جيد.
Alasan kedua adalah mengingat bahwa sahabat Ibnu Mas’ud itu menjulurkan sarungnya hingga melewati mata kaki. Ketika hal tersebut ditanyakan kepada beliau, beliau mengatakan, “Sesungguhnya kedua betisku itu terlalu kecil (baca:tidak normal) sedangkan aku adalah imam masjid”. Atsar ini diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah. Dalam Fathul Bari 10/264 AlHafizh Ibnu Hajar mengatakan bahwa derajat riwayat di atas adalah jayyid atau baik.
وذهب جماعة من العلماء إلى أن الإسبال محرم مطلقاً سواء كان للخيلاء أو لغير الخيلاء عملاً بالمقيد والمطلق من النصوص
Di sisi lain sejumlah ulama berpendapat bahwa hukum isbal itu haram secara mutlak baik karena dorongan kesombongan atau pun tanpa niat menyombongkan diri. Ini dilakukan dalam rangka mengamalkan semua dalil yang ada baik yang melarang isbal tanpa syarat maupun dalil yang melarang isbal jika karena kesombongan.
والذي يظهر لي أن ما ذهب إليه الجمهور أقرب للصواب.
Menurutku, pendapat mayoritas ulama itu yang lebih mendekati kebenaran.
وما جاء من النصوص في الإسبال لا يختص الإزار بل يشمل كل ما يلبس الإنسان من الثياب
Dalil yang melarang isbal itu tidak hanya berlaku untuk sarung namun mencakup semua jenis kain yang dipakai oleh seseorang.
ويشهد لهذا أن محارب بن دثار راوي حديث ابن عمر “من جر ثوبه مخيلة لم ينظر الله إليه يوم القيامة” سأله شعبة كما في صحيح البخاري (5791): أذكر إزاره؟ قال محارب: ما خص إزاراً ولا قميصاً.
Dali pernyataan di atas adalah pernyataan Muharib bin Ditsar, perawi hadits Ibnu Umar, ‘Barang siapa yang menyeret kainnya karena sombong maka Allah tidak akan memandangnya pada hari Kiamat”. Sebagaimana dalam Sahih Bukhari no 5791, Muharib ditanya oleh Syu’bah, “Apakah Nabi menyebut-nyebut sarung?” Muharib mengatakan, “Larangan isbal itu tidak hanya khusus untuk sarung, tidak pula gamis atau jubah”.
فأفاد ذلك بأن التعبير بالثوب يشمل الإزار وغيره.
Pernyataan Muharib di atas menunjukkan bahwa larangan isbal untuk tsaub atau pakaian itu mencakup sarung dan lainnya.
وقد جاء في ذلك عدة أحاديث منها ما رواه أصحاب السنن: أبو داود والنسائي وابن ماجه من حديث ابن عمر مرفوعاً: ” الإسبال في الإزار والقميص والعمامة من جر شيئاً خيلاء لم ينظر الله إليه يوم القيامة ”
Terdapat beberapa hadits yang menunjukkan benarnya pernyataan di atas. Diantaranya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud, Nasai dan Ibnu Majah dari Ibnu Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Isbal itu bisa terjadi pada sarung, gamis dan sorban. Siapa saja yang isbal karena sombong maka Allah tidak akan memandanginya pada hari Kiamat nanti”.
وهو من رواية عبدالعزيز بن أبي رواد عن سالم عن أبيه وفي عبدالعزيز مقال كما قال الحافظ في الفتح (10/262) وقد استغربه أبوبكر بن أبي شيبة وقد حسن الحديث النووي
Hadits di atas diriwayatkan oleh Abdul Aziz bin Abi Rawwad dari Salim dari ayahnya. Ada pembicaraan pada diri Abdul Aziz sebagaimana yang dikatakan oleh al Hafiz Ibnu Hajar dalam Fathul Bari 10/262. Abu Bakr Ibnu Abi Syaibah menilai hadits di atas sebagai hadits yang gharib. Namun hadits di atas dinilai hasan oleh Nawawi.
وروى أبوداود عن ابن عمر موقوفاً عليه. قال رسول الله صلى الله عليه وسلم في الإزار فهو في القميص
Diriwayatkan oleh Abu Daud dari Ibnu Umar, beliau mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang isbal dalam sarung. Itu juga berlaku untuk gamis atau jubah”.
وقد نقل الحافظ ابن حجر عن الطبري أن ذكر الإزار مبني على أنه غالب لباسهم فلما لبس الناس القميص والدراريع كان حكمها حكم الإزار في النهي
Al Hafiz Ibnu Hajar menukil penjelasan ath Thabari. Ath Thabari mengatakan bahwa disebutkannya izar atau sejenis sarung dalam hadits tentang larangan isbal itu dikarenakan izar adalah jenis pakaian yang paling dominan pada zaman Nabi. Ketika umumnya orang memakai jubah maka larangan isbal untuk izar juga berlaku untuk jubah.
قال ابن بطال: هذا قياس صحيح لو لم يأت النص بالثوب فإنه يشمل جميع ذلك
Ibnu Batthal mengatakan, “Menganalogkan jubah dengan izar adalah analog yang benar. Seandainya tidak ada riwayat khusus yang menegaskannya maka kata-kata tsaub atau kain itu mencakup semua jenis pakaian.
قال في الفروع عن إطالة ذؤابة العمامة (1/356): قال شيخنا يعني شيخ الإسلام ابن تيمية: إطالتها كثيراً من الإسبال.
Dalam kitab al Furu’ 1/356 saat membahas panjang ekor sorban penulisnya mengatakan, “Guru kami yaitu Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan bahwa ekor sorban yang terlalu panjang itu termasuk isbal yang terlarang.
وعلى هذا فإسبال البنطال من ذلك. والله أعلم.
Berdasarkan penjelasan di atas maka ada isbal untuk celana panjang”.
أخوكم/
خالد بن عبدالله المصلح
17/12/1424 هـ
________________________________________
(1) المنتقى للباجي 7/226، الفواكه الدواني 2/310.
(2) أسنى المطالب 1/278، المجموع شرح الهذب 4/338.
(3) كشاف القناع 1/277، مطالب أولي النهى 1/348.
Demikian fatwa Syeikh Kholid al Mushlih, menantu Syeikh Ibnu Utsaimin, yang beliau sampaikan pada tanggal 17 Dzulhijjah 1424 H.
Sumber:
http://www.almosleh.com/almosleh/article_839.shtml
Petikan Pelajaran:
1. Ternyata pendapat yang mengatakan tidak haramnya isbal bagi laki-laki jika tanpa kesombongan adalah pendapat mayoritas ulama. Ulama salaf yang berpendapat dengan pendapat ini adalah salah seorang ulama besar di kalangan para sahabat yaitu Abdullah bin Mas’ud. Sehingga kita wajib menghormati orang yang mengambil pendapat ini karena menilainya sebagai pendapat yang kuat ketika kita memilih pendapat yang lain.
2. Ternyata ada ulama yang berpendapat bahwa isbal tanpa niatan kesombongan itu hukumnya mubah.
3. Tidak benarlah menjadikan isbal atau tidak sebagaimana tolak ukur ahli sunah ataukah bukan. Jadi mungkin saja terjadi ada seorang ahli sunah yang melakukan isbal, boleh jadi karena tidak tahu akan terlarangnya isbal atau karena pendapat yang tidak mengharamkannya isbal tanpa niat kesombongan menurutnya lebih kuat dari sisi dalil. Bahkan meski dia meyakini bahwa isbal itu haram secara mutlak namun dia tidak mengamalkannya, hal ini tidaklah mengeluarkannya dari ahli sunnah karena person ahli sunnah tidaklah maksum dari dosa dan maksiat.
4. Termasuk isbal karena sombong adalah orang yang melakukan isbal dengan anggapan bahwa dirinya itu lebih baik dari pada yang tidak isbal karena yang melakukan isbal dia yakini sebagai orang yang sesat, teroris atau semisalnya. Ingat sombong adalah menolak kebenaran atau merendahkan atau menganggap diri lebih baik dari pada orang lain.
5. Orang yang memilih pendapat yang ‘enak’ dalam masalah isbal karena cocok dengan nafsunya bukan karena pertimbangan kekuatan dalil adalah orang yang taat kepada nafsu, bukan taat kepada Allah dan rasul-Nya.
6. Saya pribadi cenderung kepada pendapat yang mengaharamkan isbal secara mutlak meski tanpa sombong. Inilah pendapat yang lebih kuat dan lebih hati-hati. Betapa bagus buku karya Syeikh al Walis Saifun Nashr, murid al Albani yang telah mengumpulkan hadits-hadits yang menunjukkan haramnya isbal meski tanpa sombong. Buku beliau telah diterjemahkan dan telah diterbitkan oleh pustaka Tibyan, Solo.
Artikel www.ustadzaris.com
alhamdulillah, terbuka cakrawala, meski sudah pernah dengar pendapat syaikh Kholid
satu lagi ustadz..
Apakah termasuk ada da’i ahlussunnah yg merapikan jenggotnya , dgn sedikit mencukurnya ?
kita anggap mereka kurang wara’ dalam amaliahnya ? tapi masih dlm koridor ahlussunnah / salafy ?
Untuk Hotel
Benar, kurang lebih demikian penilaian yang benar.
Mengenai nukilan dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah di Umdatul Fiqh di atas, yang ana pahami bukanlah beliau membolehkan isbal, namun beliau menjelaskan bahwa ada sebagian ulama yang membolehkan isbal, dengan alasan demikian, karena sebelum nukilan tsn beliau juga menyebutkan pendapat yang mengharamkan dan memakruhkan. Berikut nukilan lengkapnya:
و من لم ير بذلك باسا احتج بقول النبي صلى الله عليه و سلم لأبي بكر انك لست من يفعل ذلك خيلاء و عن أبي وائل إن ابن مسعود رأى رجلا قد أسبل إزاره فقال له ارفع فقال له الرجل و أنت يا ابن مسعود فارفع إزارك فقال عبد الله إني لست مثلك أن لساقي حموشة و أنا أؤم الناس فبلغ ذلك عمر بن الخطاب فاقبل على الرجل ضربا بالدرة و قال أترد على ابن مسعود أترد على ابن مسعود و لأن الأحاديث أكثرها مقيدة بالخيلاء فيحمل المطلق عليه و ما سوى ذلك فهو باق على الإباحة و أحاديث النهي مبنية على الغالب و المظنة و إنما كلامنا فيمن يتفق عنه عدم ذلك
Sedangkan pendapat Ibnu Taimiyah tentang isbal, sedangkal pemahaman ana, beliau memiliki 2 pendapat mengenai isbal tanpa sombong:
1. Mutlak haram (Baik krn sombong atau tidak)
Dalam Al Iqtidha beliau berkata;
وإن كان الإسبال والجر منهياً عنه بالاتفاق والأحاديث فيه أكثر، وهو محرم على الصحيح، لكن ليس هو السدل
2. Makruh jika tanpa sombong
Faidah ini ana dapatkan dari http://www.saaid.net/Doat/asmari/fatwa/4.htm juga dari http://www.dorar.net/art/144
Wallahu’alam.
Untuk Aswad
Jazakumullahu khoiron atas masukkannya.
Satu lagi artikel yang bagus dari Ustadz Aris. Semoga Allah membalas antum dengan kebaikan..
Semoga para pembaca mau membuka cakrawala pemikiran serta berlapang dada dalam masalah ini.
Yang agak ‘mengherankan’ saya, jarang ada pihak2 yang biasa menulis (dalam artikel/majalah) yang menukil pendapat mayoritas ulama dalam masalah isbal ini. Kalaupun ada, hanya menukil ‘secuil’ sehingga pembaca mengira pendapat mayoritas justru yang mengharamkan secara mutlak.
Pendapat pribadi seseorang terkadang memang mengalahkan amanah ilmiyah. Wallahul musta’an..
Assalammu’alaikum Ustadz,
Saya mencintai Anda ! :)
Semoga Alloh menjaga ustadz, memberi barokah pada umur dan ilmu ustadz
Maaf, untuk saudara wawan
Tidak seyogyanya mengatakan bahwa jika ada pihak-pihak yang menulis masalah isbal (dengan hanya membawakan dalil yang menyatakan bahwa isbal itu mutlak haram baik sombong ataupun tidak) dianggap hanya menukil “secuil” pendapat mayoritas ulama’ atau bahkan menurangi amanat ilmiah (karena menurut antum bisa jadi hanya menukil menurut pribadi mereka)
Apakah setiap seseorang kalau mau menulis suatu permasalahan maka dia harus menukil pendapat mayoritas ulama dalam masalah tersebut ?
Apakah ketika para ulama’ atau ustadz menulis artikel tentang isbal kemudia menyertakan dalil-dalil yang kuat menurut penulis (bahwa isbal itu haram) kemudian kita anggap bahwa dia telah melakukan kesalahan, nggak selayaknya demikian atau perbuatan demikian telah mengurangi amanah ilmiah ?
Apakah Alloh memerintahkan kita mengikuti mayoritas ulama (meskipun pendapat mayoritas ulama kebanyakannya mendekati kebenaran, seperti kata syaikh utsaimin di syarah al ushul min ilmil ushul, tetapi tidak mesti benar) atau dalil ? tentunya kita dituntut untuk ikut dalil
Kemudian seandainya ada orang yang membaca artikel atau tulisan para ulama’ atau ustadz yang mutlak mengharamkan isbal, kemudia dia memilih pendapat ini dan dia tidak mengetahui pendapat mayoritas ulama’ berarti ada sesuatu yang kurang pada dirinya ?
Bukan berarti jika ada orang yang menulis masalah isbal dan mengambil kesimpulan bahwa isbal itu haram secara mutlak terus dia beranggapan bahwa orang yang isbal berarti dia bukan ahlus sunnah.
Bahkan boleh jadi ketika seseorang itu menulis suatu permasalahan yang para ulama’ khilaf, dan pendapat yang kuat telah jelas, kemudian kita nukilkan pendapat ulama’ lain yang kurang kuat, malah membuka pintu bagi kita untuk bermudah-mudahan dalam masalah tersebut.
Semoga Alloh memberikan kepada kita sikap yang pasrah terhadap dalil dengan tatap menghormati saudara kita yang berbeda pendapat (khilaf tanawwu’) dengan kita karena dia memang mengikuti dalil
Wallohu’alam
Assalmu Aleykum Ustadz.
Jadi disini ada masalah Ikhtilaf ya Ustadz… Afwan saya masih awam.
Apakah ada kaidah Ushul Fiqhnya…. untuk masalah Ikhtilaf.
syukran…
Untuk Imad
Kaedah dalam masalah ikhtilaf adalah timbanglah pendapat-pendapat yang anda dengan al Qur’an dan sunnah. Yang paling dekat dengan dalil itulah yang diamalkan.
Assalamuallaikum wr wb
pak saya masih awam mengenai isbal,,apakah isbal tidak diperbolehkan di saat beribadah sholat,apa keseharian
#rizal
Tidak boeh isbal bagi laki-laki baik ketika shalat ataupun ketika keseharian
Assalamu’alaikum
Afwan Ustadz, jika Ustadz lebih cenderung pengharaman Isbal dan mencela pendapat yang membolehkan dan memakruhkan. Ana mau tanya, kalo pakai jas hujan haram isbal juga? Apa batasanya? Ada ga Rukhsohnya? Syukron…
#ilham
Ya, sama saja. haram isbal.
Assalamualaykum Ustadz Aris,
Barakallaahu fiika.
Yang ana pahami tentang Isbal, sebagaimana yang sudah diketahui bahwa ada kaidah mengatakan:
اْلأَ ْصْلُ فِي اْلأَ مْرِ اْلوُ جُوْ بُ
“Asal muasal dari suatu perintah hukumnya adalah wajib”. Sesuai dengan firman Allah Ta’ala dalam QS An-Nuur:63
فَلْيَحْذَ رِ الَّذِ يْنَ يُخَا لِفُوْ نَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيْبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيْبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيْمٌ
“..Maka hendaklah orang-orang yang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa adzab yang pedih.”
Sependek ‘ilmu ana, seluruh hadits mengenai Isbal adalah perintah, yaitu ada perintah larangan Isbal secara mutlak.
Dari al-Mughirah bin Syu’bah radhiallahu ‘anhu, ia berkata, “Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam:
يَا سُفْيَا نُ بْنَ سَهْلٍ لَا تُسْبِلْ فَإِنَّ اللهَ لَا يُحِبُّ الْمُسْبِلِينَ
“Wahai Sufyan bin Sahl jangan kamu melakukan isbal, sebab Allah tidak menyukai orang-orang yang melakukan Isbal.” (Hadits ini dinyatakan hasan oleh Syaikh al-Albany dalam Shahih Ibnu Majah, 2876)
Dari Jabir bin Sulaim radhiallahu ‘anhu bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda kepadanya:
وَإِياَّ كَ وَإِسْبَا لَ اْلإِ زَارِ فَإِنَّ إِ سْبَا لَ اْلإِ زَا رِ مِنَ اْلمَخِيْلَةِ وَلَا يُحِبُّهَا اللهُ
“…dan jauhilah olehmu terhadap isbalnya sarung (pakaian), karena sesungguhnya isbalnya sarung (pakaian) itu adalah bagian dari kesombongan, dan Allah tidak menyukai kesombongan.” (Lihat ash-Shahihah, 770)
Maknanya adalah bahwa Isbal itu sendiri artinya bagian dari kesombongan. Hujjah di atas sering dipakai untuk membantah syubhat yang membolehkan Isbal selama tidak dengan niat sombong. Makna2 seperti ini diucapkan oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Fathul Bari:
“Hadits-hadits ini menunjukkan bahwa melakukan Isbal yang disertai dengan rasa sombong, merupakan salah satu dosa-dosa besar. Adapun jika dilakukan dengan tidak disertai dengan rasa sombong, maka sesuai dengan zhahir hadits-hadits tersebut juga diharamkan.” (Lihat Fathul Bari, X/263)
Makna senada juga disampaikan Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah: “Sesungguhnya isbalnya pakaian yang dilakukan dengan tujuan menyombongkan diri, maka hukumannya adalah tidak akan dilihat oleh Allahdi hari kiamat nanti, dan ia tidak akan diajak bicara, dan tidak akan disucikan dan ia akan mendapatkan adzab yang oedih. Adapun jika dilakukan dengan tidak bermaksud sombong, maka hukumannya adalah bahwa bagian yang memanjang melewati mata kaki dari pakaiannya itu akan disiksa dengan api neraka.” (Kitab Isbal? karya Walid bin Muhammad Nabih, hal.43-44, At-Tibyan)
Sedangkan hukum asal dari larangan adalah haram. Dalilnya adalah sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam:
مَا أَمَرْ تُكُمْ بِأَمْرٍ فَأْتُوْا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَمَا نَهَيْتُكُمْ عَنْ شَيْئٍ فَا جْتَنِبُوْهُ
“Apa saja yang aku perintahkan kepada kalian, maka laksanakanlah semampu kalian, dan apa yang aku larang maka jauhilah.” (Muttafaq ‘Alaih)
Dengan demikian ana pun lebih cenderung kepada pendapat yang lebih kuat, lebih hati-hati2 dan lebih menenangkan yaitu Isbal dilarang dan hukumnya haram baik dilakukan dengan tidak bermaksud sombong, apalagi dengan niat sombong.
Wallahu a’lam.
Wassalamualaykum Warahmatullahi Wabarakatuh.
@Muflih
Assalamualaikum…Afwan ust, saya mau bertanya tentang hukum isbal untuk akhwat.
1. Bagaimana bila panjangnya sampai menutupi mata kaki, tetapi tidak sejengkal pun sehasta dibawah mata kaki? Mengingat si akhwat juga mengenakan kaos kaki.
2. Bagaimana bila ia demikian karena enggan (jijik) terkena najis bila panjangnya hingga menyapu tanah/jalanan.
3. Apabila memang wajib sejengkal di bawah mata kaki, lalu bagaimana dengan najis yang menempel di bagian yang menyapu tanah/jalanan?
Jazakallah khair
Berarti jika ana Isbal bukan karena kesombongan ada pendapat yang memperbolehkan (mubah).
#fadli
Sebagian ulama meniadakan adanya pendapat tersebut semisal Ibnu Taimiyyah di Iqtidha Shirat al Mustaqim.
andai ada pendapat tersebut, apakah adanya pendapat adalah hujjah bolehnya mengamalkan pendapat tersebut?
“Engkau bukanlah termasuk orang yang melakukan isbal karena kesombongan”.
apakah dalil ini tidak cukup untuk mendukung pendapat yang memubahkan. Jika Isbal haram secara mutlaq, baik karena kesombongan maupun tanpa kesombongan, tentunya Rasulullah memerintahkan Abu Bakar untuk memotong kainnya.
#fadli
Baca hadits tersebut secara utuh.
Hadits tersebut menunjukkan bahwa orang yang Islam karena celananya melorot alias melotrok tidaklah terlarang asalkan ketika sudah sadar segera ditinggikan.
Celana melorot adalah tindakan tidak sengaja. Inilah yang dimaafkan.
Lain halnya dengan lelaki yang meng-isbalkan celananya dengan sengaja, dia tentu saja tidak boleh menyamakan dirinya dengan abu bakr karena kasus jelas sangat sangat beda.
faham, mas?
Ustadz yg baik, saya pernah tinggal di negeri yg bersalju dan sangat dingin, hal ini membuat saya harus menutup seluruh anggota tubuh dan berisbal, gimana kalau seperti itu ustadz ?
#muhammad
tetap tidak boleh isbal.
solusinya adalah kaos kaki tebal dan sepatu.
cara mudah menyikapinya adalah menjadikan Nabi sbg tauladan utama…dan Nabi apakah isbal atau tidak..??? maka akan membantu menjawab dan megambil sikap dlm hal ini…
Afwan ustadz.. apakah ada makna dibalik perkataan Nabi kita Sahallallahu ‘alaihi wa sallam ketika Sahabat yang mulia Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu kainnya melorot (secara tidak sengaja), lalu kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan : “Engkau bukanlah termasuk orang yang melakukan isbal karena kesombongan”, dan beliau tidak mengatakan “Engkau bukanlah termasuk orang yang melakukan isbal dengan sengaja” ?
Syukron Ustadz atas artikelnya, semoga bermanfaat dan bisa di amalkan di dalam kehidupan sehari-hari, mohon do’anya juga ya ustadz
#abu faris
Setahu saya msh ada kalimat yg kurang dr perkataan Abu Bakar r.a “kain sarungnya melorot apabila tidak dipegangi” jadi karena bertubuh kecil setiap melorot dinaikkan lg . Kasus ini menunjukan apabila tidak sengaja buka termasuk isbal
Ust…ana pernah dengar penjelasan salah satu ust bahwa isbal atau tidak itu bukanlah parameter seorang itu salafi atau bkan..tetapi klo nyukur jenggot dan tidak tidak itu yang menunjukan seorang ahlu sunnah atau tidak…bagaimana menurut pendapat antum?barokallahufikum