Pada salah satu malam di bulan Ramadhan tahun ini 1435 H, setelah menjadi imam shalat Tarawih saya didatangi salah satu jamaah masjid yang mengkomplain shalat yang saya lakukan. Beliau berpendapat bahwa nada takbir menuju duduk tasyahud akhir harus dibedakan dengan nada takbir menuju berdiri.
Menanggapi pandangan tersebut, uraian berikut ini menarik untuk disimak.
“Kita tidak boleh menetapkan hukum agama kecuali ada dalil yang mendasarinya. Orang yang mau menetapkan suatu hukum agama tanpa dalil perkataannya tertolak dan tidak perlu diperhatikan. Demikian pula orang yang ingin menyelisihi dalil berdasarkan selera atau hal yang dianggap manfaat, pendapatnya tertolak dan tidak kita terima.
Misalnya ada orang yang berpandangan bahwa hendaknya imam shalat itu memiliki intonasi suara yang berbeda ketika hendak bertakbir menuju berdiri, menuju gerakan duduk dan menuju sujud. Alasannya agar makmum yang ada di belakangnya mengetahui posisi gerakan shalat imam lebih-lebih jika salah satu makmum adalah orang yang buta. Kita tanggapi pendapat ini dengan kita tanyakan kepadanya adakah dalil yang mendukung pendapatnya. Jika dia tidak bisa mendatangkan dalil maka anggapan baik tersebut tertolak dan tidak bisa dijadikan sebagai acuan dalam beramal” [Syarh Risalah Lathifah fi Ushul al Fiqh karya Dr. Saad asy Syitsri hal 62-63].
Walhasil, karena belum kita jumpai dalil yang mengharuskan adanya nada takbir yang beda antara satu gerakan shalat menuju gerakan shalat yang lain maka bisa disimpulkan tidak ada keharusan untuk melakukan hal tersebut. Wallahu a’lam.
ustadz, saya minta ijin share
@rina
Silahkan
Assalamualaikum,wr,wb.ustadz ane msh bingung pd posisi duduk tahiyatul pada shalat yg dua rakaat neh,baik itu shalat wajib & sunnah,yg dipake posisi duduk tahiyat awal/akhir ,terima ksh…