Bermakmum Dengan Ahli Maksiat
فتح المعين (2/ 56)
فتح المعين (2/ 57)
(وكره) اقتداء (بفاسق ومبتدع) كرافضي، وإن لم يوجد أحد سواهما – ما لم يخش فتنة – وقيل: لا يصح الاقتداء بهما.
وكره أيضا اقتداء بموسوس وأقلف، لا بولد الزنا، لكنه خلاف الاولى.
“Makruh hukumnya bermakmum dengan fasiq [baca: ahli maksiat] atau ahli bid’ah semisal rafidhah [baca: syiah] meski tidak dijumpai imam selain dua jenis orang tersebut [artinya, meski berdampak jadi shalat sendirian, pent] selama tidak dikhawatirkan terjadinya gejolak sosial. Bahkan ada yang berpendapat tidak sah berjamaah dengan fasik atau ahli bid’ah.
Makruh juga hukumnya bermakmum dengan imam yang terkena penyakit waswas [dalam thaharah atau dalam takbir, pent] atau orang yang belum dikhitan.
Tidak makruh bermakmum dengan anak zina meski yang lebih baik adalah tidak bermakmum dengannya.
واختار السبكي ومن تبعه انتقاء الكراهة إذا تعذرت الجماعة إلا خلف من تكره خلفه، بل هي أفضل من الانفراد.
As Sukbi dan ulama yang sependapat dengannya mengatakan bahwa hukum makruh itu hilang manakala tidak memungkinkan shalat berjamaah melainkan dengan orang-orang tersebut karena shalat berjamaah itu lebih afdhol dari pada shalat sendirian.
وجزم شيخنا بأنها لا تزول حينئذ، بل الانفراد أفضل منها.
وقال بعض أصحابنا: والاوجه عندي ما قاله السبكي – رحمه الله تعالى -.
Namun guru kami menegaskan bahwa hukum makruh tidaklah hilang meski berdampak shalat sendirian. Bahkan shalat sendirian itu lebih afdhol dari pada berjamaah dengan mereka.
Sebagian syafiiyyah mengatakan bahwa yang lebih tepat menurut beliau adalah pendapat as Subki” [Fathul Muin-fikih Syafii-2/56-57, Syamilah].
Jadi Syafiiyyah mengenai bermakmum dengan ahli maksiat semisal tukang mabuk, koruptor dll atau dengan ahli bid’ah yang dinilai bid’ahnya belum sampai mengeluarkan pelakunya dari Islam punya dua pendapat.
Pertama, tidak sah shalat berjamaah yang dilakukan
Kedua, sah namun makruh.
Ulama yang menilai makruh berselisih pendapat manakala tidak ada pilihan imam selain dua jenis orang tersebut manakah yang lebih afdhol, shalat sendirian ataukah shalat jamaah dengan orang tersebut.
Penulis kitab Fathul Muin dan gurunya memilih pendapat lebih baik shalat sendirian.
Sedangkan Subki dan sebagian Syafiiyyah mengatakan bahwa shalat berjamaah dengan orang tersebut lebih baik.
Insya allah, pendapat Subki dalam masalah ini adalah pendapat yang lebih pas dan lebih kuat, wallahu a’lam.