Apa hukumnya jika ada orang yang setiap malam mewajibkan dirinya untuk membaca al Quran sebanyak satu juz? Apakah hal ini tergolong bid’ah?
Demikian juga bagaimana jika ada orang yang secara rutin setiap malam membaca sholawat nabi sebanyak 500 kali atau subhanallahi wa bihamdihi subhanallahil ‘azhim? apakah ini semua bidah?
Simak penjelasan menarik tentang masalah ini yang disampaikan oleh Syaikh Shalih al Ushaimi berikut ini:
Yang terbaik hendaknya seorang muslim itu memiliki wirid rutin harian berupa bacaan ayat al Quran dalam kadar tertentu.
Wirid pada asalnya maknanya adalah secara rutin membaca alquran dalam kadar tertentu setelah itu maknanya berkembang menjadi dzikir, doa dan bacaan sholawat nabi dalam kadar tertentu
Sebagian guru kami mengatakan bahwa wirid dengan makna semacam ini tidaklah dijumpai dalam dalil dalil syariat dan perkataan para ulama salaf.
Memang benar wirid dengan makna semacam ini tidaklah dijumpai dalam dalil syariat.
Sedangkan dalam perkataan ulama salaf kita jumpai sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Nasai dengan sanad yang shahih dari Humaid bin Abdurrahman dan beliau adalah seorang tabiin. Beliau mengatakan, “Siapa saja yang tidak berkesempatan untuk membaca wiridnya di waktu malam maka hendaknya dia baca di waktu pagi sebelum shalat zhuhur tiba maka seakan dia membacanya di waktu malam”.
Dalam riwayat ini kata kata wirid digunakan dengan pengertian sejumlah tertentu dari ayat al Quran yang dibaca di waktu malam.
Kesimpulannya penggunaan kata kata wirid dengan pengertian secara rutin membaca alquran, berdoa, berdzikir dan bershalawat dengan kadar tertentu [baca: bilangan tertentu] sejalan dengan amalan salaf dan ada pada perkataan salaf.
Wirid yang tercela adalah wirid dengan bacaan yang dibuat buat sendiri.
Sedangkan menentukan sendiri bilangan tertentu untuk berdzikir bukanlah perbuatan yang tercela karena pelakunya tidaklah mendekatkan diri kepada Allah dengan wirid sendiri itu sendiri namun dia ingin mendekatkan diri kepada Allah dengan bacaan yang berdalil secara rutin dalam kadar tertentu.
Jika seorang itu menuliskan sejumlah ayat al Quran dan kalimat doa yang berasal dari Nabi pada suatu kertas lantas dia secara rutin membacanya pada waktu tertentu tidaklah mungkin kita nilai sebagai bid’ah.
Namun hukum perbuatan tersebut adalah boleh dilakukan karena orang tersebut tidaklah mencari pahala dengan semata mata apa yang dia kumpulkan dan dia tulis namun dia beribadah kepada Allah dengan berbagai bacaan yang ada dalam al Quran dan hadits namun dia tetapkan waktu tertentu supaya dia bisa konsisten mengamalkannya.
Sebenarnya yang lebih baik hendaknya hal tersebut tidaklah dilakukan secara terus menerus. Namun jika dilakukan terus menerus hukumnya boleh.
Akan tetapi jika ada yang berkeyakinan adanya wirid tertentu untuk kondisi tertentu semisal wirid faraj [ketika mendapatkan banyak masalah], wirid sulit persalinan atau selainnya lalu ditetapkan waktu tertentu untuk membacanya tanpa pijakan dalil maka inilah yang dicela.
Tidak sedikit orang yang memiliki pemahaman yang keliru tentang permasalahan dzikir sebabkan tidak memahami kaedah ahli sunnah dalam masalah dzikir ditambah alergi yang kelewat batas terhadap orang orang yang memiliki penyimpangan dalam masalah dzikir dan doa semisal shufiyah dan selainnya.
Akibtanya sebagian orang antipati dengan cara cara berdzikir yang dilakukan oleh salaf atau tidak bertentangan dengan kaedah syariat lalu mereka tinggalkan hal tersebut karena anggapan bahwa hal itu bertentangan dengan sunnah Nabi.
Padahal para ulama sunnah senantiasa menggunakan berbagai wirid dan dzikir.
Syaikh ‘Allamah Saad bin Hamd bin Atiq memiliki wirid yang terkenal di masyarakat Najd, KSA. Beliau sendiri mengamalkannya dan tersebar penggunaannya di antara para ulama dan penuntut ilmu.
Demikian pula Malik Abdul Aziz bin Abdurrahman [salah seorang raja KSA] juga memiliki wirid yang terkenal yang merupakan tulisan salah seorang ulama Najd. Para ulama sunnah pun dari zaman ke zaman memiliki wirid.
Ingat wirid semacam ini tidaklah dianjurkan, tidak pula nafilah, tidak pula sunnah akan tetapi tidak mengapa jika ada orang yang mengamalkannya selama bacaan yang ada di wirid tersebut tidaklah keluar dari dalil syariat atau dia menjadikan wirid itu sendiri sebagai ibadah sehingga dia meyakini adanya keistimewaan atau keutamaan tertentu untuk wirid yang dia amalkan semisal keutamaan tertentu yang diyakini oleh sebagian orang untuk hizb bahr atau hizb nawawi yang tidak dimiliki oleh wirid selainnya. Inilah yang tercela.
Permasalahan dzikir dan amalan amalan hati adalah diantara permasalahan yang tidak dipahami dengan baik oleh banyak penuntut ilmu.
Sumber:
Ustadz, bagaimana jika membaca wirid al ma’tsurat yang dibuat oleh hasan al banna? Apakah ini termasuk bid’ah?
Assalamu`alaikum
Ustadz Aris Munandar yang terhormat,mohon penjelasan kalimat :
“Sedangkan menentukan sendiri bilangan tertentu untuk berdzikir bukanlah perbuatan yang tercela karena pelakunya tidaklah mendekatkan diri kepada Allah dengan wirid sendiri itu sendiri namun dia ingin mendekatkan diri kepada Allah dengan bacaan yang berdalil secara rutin dalam kadar tertentu.”
Bukankah dalam syari`at sebuah bilangan,waktu,dan tempat harus ditentukan dalil kok kita bisa menetapkan sendiri berdasarkan kalimat ini? Mohon penjelasan ustadz.
#mas
bagaimana pandangan anda tetap orang yang menetapkan dirinya untuk membaca alquran sebanyak satu juz setiap habis maghrib? Apakah ini menurut anda terlarang?
ustadzaris
Posted Januari 23, 2013 at 11:47 PM
#mas
bagaimana pandangan anda tetap orang yang menetapkan dirinya untuk membaca alquran sebanyak satu juz setiap habis maghrib? Apakah ini menurut anda terlarang?
Tanggapan dari Mas Yudith :
Terus Ustadz bagaimana dengan atsar sahabat yang mengingkari perbuatan sebagian kaum muslimin saat mereka berzikir kemudian sang pemimpin jamaah berkata takbir 1000 kali dan seterusnya ,kemudoan sang sahabat mengingkari perbuatan mereka karena termasuk bid`ah nantinya jamaah berzikir ini adalah Khawarij,nah bagamaina dengan atsar ini kan dilarang menetapkan bilangan tanpa dalil?
#mas
atsar Ibnu Mas’ud yang anda maksudkan itu hanya melarang dzikir jama’i.
#abu
menetapkan bacaan tertentu sebagai wirid pagi dan petang haruslah berdasarkan dalil sebagaimana penjelasan yang ada pada tulisan di atas.
Afwan ustadz Aris, ana ingin share atas pertanyaan Mas Yudith. Dulu ana punya pertanyaan yang sama dan dijawab oleh ustadz waktu itu bahwa melazimkan suatu wirid/dzikir sunnah (yang mutlak) tertentu dengan waktu dan jumlah tertentu UNTUK DIRI SENDIRI dibolehkan berdasarkan dalil umum untuk memperbanyak dzikir pada Allah dan dalil melazimkan/merutinkan suatu amalan. Misalnya membaca al Quran dengan”target” satu juz setiap hari, membaca dzikir A pada siang hari dan B pada malam hari dengan “target” misalnya 100 kali (karena ada waktu lowong saat itu), dimana hanya dalam rangka untuk menyemangatkan hati dan jiwa dalam memperbanyak dzikir pada Allah dan merutinkannya. Tanpa ada keyakinan bahwa jumlahnya atau waktunya disunnahkan atau memiliki keutamaan tertentu. apalagi sampai mendakwahkannya, membuat2 dzikir dan mengajak orang2 melakukan dzikir tersebut seakan2 waktu/jumlah/bentuk dzikir itu disyariatkan. Karena tentu hal itu tidak ada dalilnya. Wallahua’lam.
Assalamualaikum, Terima Kasih Infonya sangat bermanfaat dan menambah ilmu bagi para pembacanya, smoga bisa terus update artikel-artikel berkualitas seperti ini. =)