Tidak jadi berbuat maksiat karena manusia menurut Ibnul Qoyyim dalam bukunya Syifaul ‘Alil ada dua macam. Beliau mengatakan sebagaimana kutipan berikut ini:
فإن قيل كيف يعاقب على ترك المعصية حياء من الخلق وإبقاء على جاهه بينهم وخوفا منهم أن يتسلطوا عليه والله سبحانه لا يذم على ذلك ولا يمنع منه،
“Jika ada yang bertanya, “Mengapa ada hukuman atas meninggalkan maksiat karena malu dengan orang dan mempertahankan nama baik di tengah masyarakat serta karena khawatir orang banyak mengintimidasi dirinya? Padahal Allah sendiri tidak mencela dan melarang hal tersebut”.
قيل لا ريب أنه لا يعاقب على ذلك وإنما يعاقب على تقربه إلى الناس بالترك ومرآتهم به وأنه تركها خوفا من الله ومراقبة وهو في الباطن بخلاف ذلك فالفرق بين ترك يتقرب به إليهم ومرآتهم به وترك يكون مصدره الحياء منهم وخوف أذاهم له وسقوطه من أعينهم فهذا لا يعاقب عليه بل قد يثاب عليه إذا كان له فيه غرض يحبه الله من حفظ مقام الدعوة إلى الله وقبولهم منه ونحو ذلك
Jawabannya, tidaklah diragukan bahwa tidak hukuman karena meninggalkan maksiat namun ada hukuman karena mendekatkan diri kepada manusia dengan meninggalkan maksiat dan pamer kepada manusia dengannya serta pamer kepada banyak orang bahwa dirinya meninggalkan maksiat karena takut kepada Allah dan merasa diawasi oleh Allah padahal sebenarnya tidaklah demikian. Bedakan antara meninggalkan maksiat dengan motivasi mendekatkan diri kepada manusia dan pamer dengan hal tersebut dengan meninggalkan maksiat dengan motivasi malu dengan manusia, khawatir gangguan manusia dan hancurnya nama baik motivasi semisal ini tidaklah berdampak hukuman bahkan boleh jadi malah berpahala jika ada tujuan yang disukai oleh Allah semisal menjaga nama baik pendakwah di jalan Allah dan agar dakwah yang dia lakukan tetap diterima oleh masyarakat dan tujuan lain yang semisal” (Syifaul ‘Alil hal 170).
Jelaslah dari penjelasan di atas bahwa meninggalkan maksiat karena manusia itu bisa dipetakan menjadi dua bagian:
Pertama, meninggalkan maksiat karena ingin mendekatkan diri kepada masyarakat dan dikenal sebagai orang yang takut kepada Allah sehingga tidak berani berbuat maksiat padahal tidak demikian realita hatinya. Meninggalkan maksiat jenis ini malah berbuat hukuman dan siksaan dari-Nya.
Kedua, meninggalkan maksiat karena malu dengan manusia dan keinginan untuk menjaga nama baik. Meninggalkan maksiat jenis ini hukumnya diperbolehkan bahkan berpahala manakala ada tujuan mulia dibalik hal tersebut semisal agar dakwahnya di tengah masyarakat lebih mudah diterima manakala orang tersebut benar-benar jaga diri dari maksiat