Fatwa Syaikh Ali Hasan Al Halabi hafizhohullah mengenai “Muslimah yang Kuliah Ikhtilat“.
[15] يقول: الدراسة في الجامعة المختلطة بالنِّسبة للأخوات؟
Syaikh Ali Hasan al Halabi mendaptkan pertanyaan, “Apa hukum kuliah di universitas yang ber-ikhtilath bagi akhwat (baca: muslimah)?”
[الجواب] أنا أعتقد أنَّ الجامعة المختلطة مَمنوعة سواء بالنسبة للأخوات أو بالنِّسبة للإخوة؛ فما الذي جعل الحكم متعلقًا بالأخوات دون الإخوة!؟ والواقع أنَّه اختلاط بينهم وبينهنَّ.
Jawaban beliau, “Aku berkeyakinan bahwa kuliah di universitas yang campur baur antara laki-laki dan perempuan adalah terlarang baik bagi akhwat (baca: muslimah) ataupun bagi ikhwah (baca: muslim). Lalu mengapa teks pertanyaan yang disampaikan hanya dikaitkan dengan akhwat tanpa ikhwah?! Padahal realita menunjukkan bahwa campur baur terjadi antara muslim dengan muslimah.
وهذا ما يفتي به شيخنا والشَّيخ ابن باز والشَّيخ العثيمين -رحمهم الله-.
Inilah yang difatwakan oleh guru kami (yaitu al Albani), Syaikh Ibnu Baz dan Syaikh al Utsaimin.
لكن -أحيانًا- قد يكون لبعض النَّاس ظرف خاصٌّ؛ بمعنى أنَّه قد يُجبَر على الدِّراسة في مثل هذه الجامعة؛ بحيث إذا لم يَدرس قد يؤثِّر ذلك على علاقته مع أهله، أو إلى قطيعة رحِم وما أشبه، فالأمور تقدَّر بقَدرها.
Akan tetapi terkadang sebagian orang mengalami kondisi tertentu dalam pengertian dia dipaksa oleh keluarganya untuk kuliah di universitas semisal itu. Artinya jika dia ngotot untuk tidak kuliah di tempat tersebut akan retaklah hubungannya dengan keluarganya, putuslah ikatan persaudaraan dan semisalnya. (Maka ini adalah kondisi darurat) dan kondisi darurat itu ditakar secukupnya”.
Sumber: http://www.kulalsalafiyeen.com/vb/showthread.php?p=71037#post71037
Catatan:
Dari uraian di atas bahasan tentang kuliah dengan berikhtilath itu ditinjau dari dua sisi:
a. Hukum asal dari ikhtilat demi kuliah adalah terlarang sebagaimana umumnya ikhtilat.
b. Dalam kondisi tertentu bisa dibolehkan, bukan karena kita membolehkan ikhtilath namun karena pertimbangan kondisi masing-masing orang yang berbeda-beda. Dalam kondisi ini hendaknya kita meminimalisir kemungkaran sebisa mungkin dan kuliah dalam keadaan demikian hendaknya ditempuh secepat mungkin.
Artikel www.ustadzaris.com
Ustadz, apakah kondisi diatas bisa diserupakan dengan keadaan seorang yang sudah tahu manhaj salaf tapi terjepit pada keadaan semacam berikut:
a. Orangtuanya meninggal dan seluruh keluarga sepakat untuk melakukan tahlilan kecuali si pemuda ini yang baru mengenal manhaj salaf. Jika penolakan si pemuda ini dilakukan yakni dengan tidak hadir di acara tahlilan maka dikhawatirkan letaklah hubungan seperti kasus diatas. Apakah ini termasuk darurat?
b. Si pemuda memiliki adik yang sebentar lagi akan menikah dan tentu seluruh keluarga mengharapkan dia bisa hadir padahal dalam pernikahan tersebut terjadi ikhtilath. Namun jika si pemuda ini tidak hadir maka ada persangkaan kuat bahwa akan retaklah hubungan kekeluargaan terutama dengan adik dan calon iparnya. Apakah ini juga termasuk darurat?
C. Terakhir, sebenarnya kapankah sesuatu itu dikatakan darurat? apa terbatas pada penjagaan akal, darah, harta, kehormatan diri dan agama saja atau bagaimana? apakah ada kaidah dalam hal ini sehingga tidak setiap orang menggampangkan tindakannya dan mengecapnya sebagai sesuatu yang dharurat?
Syukran.
Untuk Ibnu
Definisi darurat yang paling bagus yang pernah saya dapatkan adalah definisi yang disampaikan oleh Syaikh Saad ats Tsasyri ketika men-syarah nazham qawaid fiqhiyyah Syaikh Sa’di.
Beliau katakan bahwa darurat adalah kebutuhan terhadap sesuatu dan sesuatu tersebut tidak bisa digantikan oleh yang lain.
Contoh ketika tidak ada makanan kecuali bangkai maka kita membutuhkan bangkai ini dan kebutuhan kita kepada bangkai dalam hal ini tidak bisa digantikan oleh yang lain.
coba kita renungkan bersama apakah kasus yang anda tanyakan memenuhi kriteria darurat di atas.
He.. he..
Kalimat terakhirnya bagus Ustadz,
dan kuliah dalam keadaan demikian hendaknya ditempuh secepat mungkin.
Untuk al Ashri
Ada kelanjutannya, jangan seperti jati.
Assalamu’alaikum Ustadz..
Saat ini ana membantu biaya kuliah seorang anak dari keluarga yg kurang mampu (seorang akhwat), dan ia kuliah di t4 kuliah umum yg trjdi campur baur antara laki2 dan perempuan. Jika ana tdk membantu maka ia tdk akan kuliah krn keluarganya tdk mampu utk membiayainya. Saat ini ia sdh memasuki tahun ke-3. Apa yg hrs ana lakukan Ustadz, apakah menghentikan bantuan yg berarti dia akan berhenti kuliah atw ttp membantu smp ia selesai mengingat waktu dan biaya yg sdh dikeluarkan sebelumnya tdk sedikit?
Syukron Ustadz atas jawabannya..
Bismillah
Afwan ustadz, apakah dalam keadaan darurat ikhtilat bisa diperbolehkan? Kemudian bagaimanakah batasan sesuatu itu bisa dianggap darurat?
Jazakumullahukhairan