لو قدر أن من كان علي دولة من الدول قرر أمر الحساب فماذا يفعل أفراد الرعية حينئذ؟
Syaikh Dr. Saad asy Syatsri, mantan anggota Lajnah Daimah dan Haiah Kibar Ulama KSA, mengatakan, “Seandainya penguasa di sebuah negara menetapkan hari raya berdasarkan hisab maka apa yang seharusnya dilakukan oleh rakyat ketika itu?”
الجمهور قالوا يتبعونه ويلحقه الإثم وتسلم ذممهم
لأن النصوص الشرعية قد أمرت بطاعتهم وأوجبت ذلك وحينئذ تبرأ الذمة بطاعتهم ويكون الأمر في ذممهم
Hal ini diperselisihkan oleh para ulama.
Mayoritas ulama mengatakan hendaknya rakyat mengikuti keputusan pemerintah. Dosa ditanggung pemerintah sedangkan rakyat bebas dari tanggung jawab terkait hal ini.
Alasan mayoritas ulama adalah karena dalil-dalil syariat memerintahkan dan mewajibkan rakyat untuk mentaati pemerintah. Dengan demikian, gugurlah kewajiban rakyat dengan mentaati keputusan pemerintah dan tanggung jawab di akhirat tentang hal ini dipikul oleh pemerintah.
وذهب الإمام مالك إلي أن من عمل بالحساب فإنه لا يعمل بقوله وأفراد الرعية يعملون بقول غيره ولا يستندون إلي خبره
قال لأن الإجماع قد انعقد علي عدم اعتبار الحساب والنصوص الشرعية دلت علي ذلك وحينئذ لا تكون الطاعة في هذا الباب مما يخالف حديث إنما الطاعة في المعروف وحديث لا طاعة لمخلوق في معصية الله
Sedangkan Imam Malik berpendapat bahwa jika pemerintah menetapkan hari raya berdasarkan hisab maka keputusannya tidak ditaati sehingga rakyat berhari raya sebagaimana hasil rukyah yang benar. Rakyat tidak boleh beramal berdasarkan keputusan pemerintah tersebut.
Imam Malik mengatakan bahwa alasannya adalah adanya ijma ulama yang mengatakan bahwa hisab tidak boleh menjadi dasar dalam penetapan hari raya dan dalil-dalil syariat pun menunjukkan benarnya hal tersebut.
Dalam kondisi tidak taat kepada pemerintah tidaklah bertentangan dengan berbagai dalil yang memerintahkan rakyat untuk mentaati pemerintah dalam kebaikan semisal hadits ‘Ketaatan kepada makhluk itu hanya berlaku dalam kebaikan’ dan hadits ‘Tidak ada ketaatan kepada makhluk jika untuk durhaka kepada Allah’ [karena ketaatan kepada pemerintah dalam hal ini bukanlah ketaatan dalam kebaikan, pent].
وعلي كل، الظاهرأن قول الجمهور أظهر من قول الإمام مالك في هذه المسألة فيجب علي الناس أن يتبعوا أئمتهم ويكون الإثم فيمن عمل بالحساب علي الأئمة الذين يقررون مثل هذا الأمر
Kesimpulannya, yang tepat pendapat mayoritas ulama dalam masalah ini itu lebih kuat dari pada pendapat Imam Malik. Sehingga wajib bagi rakyat untuk mengikuti keputusan pemerintah terkait penetapan hari raya sedangkan dosa menjadikan hisab sebagai landasan penetapan hari raya itu ditanggung oleh pemerintah yang memutuskan hari raya berdasarkan hisab”.
Penjelasan Syaikh Saad asy Syatsri di atas beliau sampaikan dalam program Taisir Fiqh TV Ibnu Utsaimin dalam topik Ahkam Shiyam part 1 pada menit 02:27-03:01.
Video kajian Syaikh Saad asy Syatsri di atas bisa anda simak di link berikut ini:
http://www.mashahd.net/video/3ced914d547c995a623&s=1
Artikel ustadzaris.com
Assalamu`alaikum
Klo boleh tau siapa saja ulama terdahulu yang berpendapat harus mengikuti pemerintah walaupun pakai hisab dalam menentukan puasa dan hari raya,ustadz aris? Mohon penjelasannya karena setahu ana Syaikhul IsLam mengatakan definisi hilal itu adalah tampaknya hilal dan diumumkan kepada khalayak ramai, sehingga di sini mengisyaratan agar berpuasa dan berhari raya dengan menunggu keputusan Pemerintah dan berdasarkan rukyatul hilal. Dan bagaimana kalau yang menetapkan puasa dan hari raya itu adalah pemerintah kafir mohon penjelasan usatdz?
#fahrul
Diantaranya adalah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah.
ustad.. maaf masih bingung ini.. pertanyaan saya.. (1) penentuan dengan hisab kan menyelisihi petunjuk nabi, bukankah itu termasuk bermaksiat kepada Allah ? (2) ada ungkapan “tidak ada ketataan dalam bermaksiat kepada Allah”, bagaimana dengan kaitan permasalah ini ? (3) bisakah dosa ditanggung oleh pemerintah karena masalah hisab ini ? (4) klo pemerintah menyuruh kita untuk melakukan hal hal lain yang berseberangan dengan syariat Allah, apakah tetap dosa kita ditanggung pemerinta ? mohon pencerahannay sya bingung.. nuwun
#sam
Yang namanya hilal secara syariat, bukan hanya fenomena fisika namun juga fenomena sosial bahkan unsur fenomena sosial itu nampaknya lebih dominan.
Contoh lain:
Menurut Syaikh Muqbil yang mengharamkan foto, membuat foto KTP bagi rakyat boleh sedangkan dosanya ditanggung pemerintah.