Di sebagian keluarga yang dianggap islami di masyarakat kita terdapat kebiasaan yang dianggap sebagai trend keluarga islami yaitu suami memanggil isterinya dengan panggilan ummi (yang artinya ibuku) dan sebaliknya isteri memanggil suaminya dengan panggilan abi (yang artinya ayahku). Yang patut kita renungkan, benarkah hal ini adalah suatu hal yang islami?
Penulis kitab ar Raudh al Murbi’, sebuah buku fiqh mazhab Hambali mengatakan:
ويكره نداء أحد الزوجين الآخر بما يختص بذي رحم محرم كأبي وأمي
“Dan makruh hukumnya jika salah seorang dari suami atau isteri memanggil pasangannya dengan panggilan yang hanya digunakan untuk memanggil kerabat yang masih mahram semisal abi atau ummi”.
Sedangkan di Hasyiah ar Raudh al Murbi’ dijelaskan sebagai berikut:
لخبر: أن رجلا قال لامرأته يا أختي، فقال – صلى الله عليه وسلم – «أختك هي؟» رواه أبو داود، فكره ذلك، ونهى عنه،
“Dimakruhkannya hal di atas karena beberapa alasan: Yang Pertama, terdapat dalam sebuah hadits bahwa ada seorang suami yang memanggil isterinya “Wahai ukhti!”. Mendengar hal tersebut Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepadanya, “Apakah dia memang saudarimu?!”. Nabi membenci hal tersebut dan melarangnya. (HR Abu Daud no 2210 dan 2211 namun al Albani menilainya sebagai hadits yang lemah).
ولأنه لفظ يشبه لفظ الظهار،
Kedua, kata-kata tersebut menyerupai kata-kata zhihar (mengatakan pada istri: Engkau seperti punggung ibuku)
ولا تحرم به، ولا يثبت به حكم الظهار، لأنه ليس بصريح فيه، ولا نواه فلا يثبت به التحريم، وجاء أن الخليل قال: إنها أختي، ولم يعد ظهارا.
Namun menggunakan kata-kata di atas tidaklah sampai derajat haram dan tidak menyebabkan terjadinya zhihar karena dua alasan.
Pertama, kata-kata tersebut bukanlah kata-kata yang tegas menunjukkan makna zhihar dan orang yang mengucapkannya juga tidak meniatkan zhihar dengan kata-kata tersebut. Oleh karena itu hukumnya tidak haram.
Kedua, dalam sebuah hadits disebutkan bahwa Nabi Ibrahim al Khalil berkata mengenai isterinya, “Dia adalah ukhti” dan tidak dinilai sebagai zhihar”.
Kutipan di atas bisa dibaca di kitab Hasyiah ar Raudh al Murbi’ jilid 7 hal 8 karya Syeikh Abdurrahman bin Muhammad bin Qasim al ‘Ashimi an Nadi cetakan pertama tahun 1397 H, tanpa penerbit.
Sedangkan ar Raudh al Murbi’ adalah buku karya Manshur bin Yunus bin Idris al Bahuti, seorang ulama mazhab Hambali yang meninggal pada tahun 1051H.
Artikel www.ustadzaris.com
Assalamu’alaikum Ustadz.
Saya suka mengikuti blog ini. Menginspirasi dan up to date.
Kalo dengan panggilan ummi kurang tepat, bagaimana yang lebih baik? bolehkah dengan panggilan honey, sayang atau yang lain untuk menghargai istri ? syukron
Untuk Abu
Wa’alaikumussalam
Boleh.
Assalamu’alaykum warahmatulloh wabarakatuh.
kalau suami manggil istrinya “umm”, sdgkan istri memanggil suaminya “abah”, bagaimana ustadz?
syukron.
Untuk Ummu
Wa’alaikumussalam Warahmatullahi Wabarokatuh
Yang jadi tolak ukur sebagaimana dalam tulisan di atas adalah “panggilan yang hanya dipakai untuk kerabat yang masih mahrom”. Itulah tolak ukur panggilan yang makruh antara suami dengan istri.
Saya tidak tahu secara pasti apakah dalam bahasa Arab panggilan ‘umm’ apakah juga digunakan untuk selain ibu sendiri. Nampaknya -kemungkinan besar- hanya untuk ibu sendiri.
>Apakah ini juga berlaku dlm bhs indonesia? suami memanggil isteri dgn sebutan ‘ibu’, ‘mamah’,……. dan begitu juga sebaliknya?
>Kalo suami manggil isteri dgn ‘adik’ bagaimana? Kata ‘adik’ jg dipakai utk panggilan saudara mahrom.
>Bagaimana jika niatnya utk membahasakan anaknya,,,,,,,,,,krn ada sbgan org yg menggunakan kata2 itu (abi,ummi) saat di depan anak2nya,,,,,,namun klo tdk ada anak2ny maka menggunakn kata ‘sayang’ dan semisalnya?
Untuk Andi
1. Yang jadi tolak ukur adalah ‘panggilan yang khusus untuk mahram’. Jika panggilan tersebut bisa untuk mahram atau bukan mahram maka boleh dipakai.
2. abi atau ummi adalah bahasa Arab yang tentu kita maknai dengan makna bahasa Arab. Sehingga tetap makruh mengingat dua alasan di atas.
kalo di lihat dari makna nya panggilan ummi dan abi oleh pasangan suami isteri memang sangat tdk patut, tapi……panggilan itu untuk membiasakan anak2 mereka dg panggilan itu n lama2 jadi kebiasaan……….
ana ada contoh……..
tmn ana memanggil bapak nya dg panggilan AA ( abang orang sunda )di karenakan sang ibu memanggil suami nya dg sebutan itu…….
Untuk Ummu
Perlu juga diketahui bahwa panggilan ummi sering kali menjadi sebab rusaknya bahasa. Akan kita jumpai kalimat, “Ummi-mu mana?”. Bukankah maknanya menjadi, “Ibuku-mu mana?”. Lho dah ku kok trus mu?!
Assalamu’alaikum
Mas…mas, jadi orang itu mbok yao jangan ghuluw-ghuluw po’o. Hal – hal yang seperti itu kok dipermasalahkan. Dimasayarakat itu istri manggil suaminya pak, suami manggil ibunya bune,kadang kadang abah…itu adalah keluasan dalam kehidupan . ya seperti yang disebutkan diatas..untuk membiasakan anak-anak…dan kata – kata umi itu sudah menjadi kata serapan dimasyarakat indonesia, sehingga tidak lazim jika mempersoalkannya secara bahasa arab. Bukankah banyak kata – kata serapan bahasa arab yang menjadi bahasa indonesia…seperti
Almarhum—-orang yang sudah mati..( ini juga dipermasalahkan oleh salafy..) , senin , selasa, rabu, kamis , jum’at , sabtu kecuali minggu( harusnya ahad), shohib, karib ,sahabat…dll..masih banyak lagi.
sekali lagi…mbok yao jangan ghuluw-ghuluw…
Untuk Sholeh
Wa’alaikumussalam
Tolong mas sholeh sampaikan kepada pembaca beda antara ghuluw yang tercela dengan hati-hati dan komitmen dengan agama yang terpuji! Dengan itu, kita bisa membedakan apakah hal di atas termasuk bagian yang pertama ataukah bagian yang kedua.
assalaamu’alaikum…ustadz…
kita pernah pernah tanyakan ini sama dosen kita dari saudi …katanya ini masuknya al’adah atau ‘urfiyyah..yang mana qo’idahnya al’adah muhakkamah…karena ini merupakan kebiasaan masyarakat sini, jadi ga papa menggunakannya…seperti itulah kira2 jawaban beliau…
apakah ini masuk kedalam ‘aadah yang menyelisihi ??apakah kita tetap menghukumi sesuatu itu sesuai ‘aadah/bolehnya sesuatu karena ‘aadah meskipun menyelisihi???
jazaakumullahu khairan sebelumnya….
Untuk Maryam
Wa’alaikumussalam
Sebagaimana keterangan pada tulisan di atas bahwa yang jadi tolak ukur adalah ‘kosa kata yang hanya digunakan untuk mahram’. Juga sudah saya jelaskan bahwa tolak ukur ‘hanya’ di sini adalah ‘urf.
Jadi, jika suami memanggil istrinya dengan panggilan ‘ibu’ insya Allah tidak apa-apa. Karena dalam urf pengguna bahasa Indonesia semua wanita dewasa bisa disebut ibu.
Sedangkan untuk kata ‘ummi’ -perlu kita telaah lagi- mengingat dalam ‘ummi’ terkandung makna orang pertama yaitu ibuku. Karenanya, selayaknya dijauhi.
#Sholeh
Pak…pak, seorang muslim itu mbok yao perhatian sama ajaran Islam. Rasulullah saja perhatian dalam masalah bahasa:
عن ابن عباس -رضي الله عنهما- أن رجلا قال للنبي -صلى الله عليه وسلم- ما شاء الله، وشئت، فقال: أجعلتني لله ندا، بل ما شاء الله وحد
“Ada lelaki berkata kepada Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam: Masya Allah wa syi’ta. Rasulullah berkata: ‘Apakah kamu menjadikan aku tandingan bagi Allah? Katakanlah: Masya Allah tsumma syi’ta‘ ”
Apakah kita mau mengatakan Rasulullah itu saklek, tekstual, suka mempermasalahkan hal remeh?
Zhihar itu ndak main-main lho pak, maka bukankah yang menyerupai zhihar, mendekati zhihar, sebaiknya kita jauhi?
Jadi.. sekali lagi, mbok yao perhatian sama ajaran Islam.
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم و رحمة الله و بركاته
Ustadz, setelah membaca kitab Al-Wajiz Syaikh Abdul Adzhim Badawi, hal. 317-318, cet. Daar Ibnu Rajab tentang masalah Al-ila’, muncul dalam benak saya sebuah kasus berikut:
Jika seseorang meng-Ila’ istrinya 5 bulan, APAKAH setelah genap bulan keempat, otomatis jatuh cerai ketika:
(a) istri minta -maaf- disetubuhi (di saat sudah genap 4 bulan masa Ila’ tsb) tetapi suami tetap tidak mau menyetubuhinya, dan (b) suami juga tidak mau menceraikannya?
=========
Jazakallah khair…
(ini kaitannya dengan bahan artikel di blog pribadi) ^__^
ustadz, di keluarga saya biasa memanggil pakde dengan sebutan Papa begitu juga budhe dengan sebutan mama, namun jelas sama sekali tidak menganggap pakde dan budhe adalah ayah dan ibu kandung saya,,hanya sebatas panggilan saja, apakah boleh? yg jelas bila ditanya org lain, maka saya katakan dia adalah pakde dan budhe saya bukan ayah dan ibu kandung saya
Wa’alaikumussalam
Ya, berarti terjadi perceraian.
Untuk manusia
Panggilan tersebut wajib diubah.
tertulis: Sedangkan ar Raudh al Murbi’ adalah buku karya Manshur bin Yunus bin Idris al Bahuti, seorang ulama mazhab Hambali yang meninggal pada tahun 1051H.
Ustadz Aris, bukannya Imam al-Bahuti adl Ulama Madzhab Hanafi ?
Untuk Amor
Bukan, beliau bermazhab Hanbali.
Jadinya lebih baik pakai panggilan yg memang sudah akrab di indonesia ya ustadz? yg kita sudah tau maknanya seperti ibu, mama, emak, mamak atau bunda, jadi tidak ada peluang zhihar tanpa sadar
Untuk Abu
Tapi nampaknya perlu ditimbang ulang jika mau memakai panggilan mama.
Assalamulaikum wrwb
Jadi apa panggilan yang baik untuk pasangan?
kami menggunakan ayah dan ibu. krn kl memanggil nama ataw abang adik anak2 kami yang msh kecil ikut mengnakan itu unt memanggil kami.
wassalam
Untuk Widad
Wa’alaikumussalam
Panggilan yang bersifat netral bisa untuk kerabat, bisa juga untuk non kerabat misal ibu dan bapak.
Assalamulaikum
jadi walau depan anak jg ga boleh ya ust?
maksudnya utk pembiasaan?
bagaimana dg panggilan ‘mas atau adek?’
Untuk Abu
Wa’alaikumussalam
Tolong telaah ulang apa yang sudah saya tuliskan di atas.
Assalaamu’alaykum,
Ustadz, jadi untuk seorang suami tidak boleh memanggil istrinya “mama” (seperti yang dilakukan anak-anaknya dong?). Karena panggilan “mama” hanya lah untuk mahrom. Beda dengan “Ibu” (bisa mahrom dan bisa juga non mahrom seperti yang Ustadz katakan diatas).. Sebaiknya, dirumah tangga saling memanggil dengan sebutan apa yang seragam antara anak dan orangtuanya dan istri dan suami (atau sebaliknya)?
jazaakumullah khoir
Untuk Ummu
Panggilan ‘ibu’ nampaknya lebih tepat.
Assalamu’alaykum,
Ustadz, saya cek di http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php:
1umi Ar n ibu
Berdasarkan hal di atas, bolehkah suami memanggil istriny ‘umi’ =ibu (bukan ‘ummi’=ibu-ku), dalam konteks sang suami berbicara dalam bahasa Indonesia?
Bismillaah.
Ukhtiy itu panggilan khusus untuk mahram ya ustadz? Lalu bagaimana memanggil saudari seagama dengan panggilan ukhtiy atau akhiy?
untuk rini
Demikian dalam bahasa Arab.
Panggil saja dengan sebutan yang umum di masyarakat, mbak, teteh dan semisalnya.
Assalamu’alaikum Ustadz.
Untuk di Arab sendiri sebutan apa yang dipakai untuk seorang suami kepada istri dan sebaliknya?
untuk hilman
Wa’alaikumussalam
Mereka biasa pake Ummu ….
tentang jawaban ustadz terhadap manusia,,saya pernah mendapati fatwa dari Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta bahwa dari fatwa itu membolehkan memanggil orang lain yang lebih tua dengan sebutan ayahku. Link nya ada di http://www.almanhaj.or.id/content/1929/slash/0
Pertanyaan saya: bgmn mengkompromikan antara jawaban ustadz dengan fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah tersebut?
#people
Maaf, saya tidak tahu
di Arab, sebutan yang dipakai seorang suami kepada istri adalah ummu, di indonesia blh tidak ustadz memanggil seorang suami dg sebutan abu dan seorang suami kpd istri’y dengan sebutan ummu ?
#indah
Lebih baik jika panggilannya adalah lengkap “Abu Muhammad” atau “Ummu Muhammad”.
syukron ust…
nasehatnya sangat bermanfaat…jazakallah!
kalau memenggil wanita yang agak tua misal ibu kos atau ibu2 yang sering berjumpa dengan sebutan ummi , atau bapak2 yang sudah akrab dengan sebutan abi atau abah walaupun tak ada hub darah dan pernikahan boleh nggak ustadz?
Saya membaca artikel pd hal site ini:
http://addariny.wordpress.com/2011/02/17/suami-memanggil-istri-dengan-panggilan-ummi/
Bismillaah… walhamdulillah… was sholaatu was salaamu alaa rosuulillaah… wa alaa aalihii wa shohbihii wa maw waalaah…
Berikut ini adalah, fatwa Syeikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin tentang masalah di atas, semoga tulisan ini bisa bermanfaat bagi penulis dan pembacanya:
Pertanyaan: Bolehkan suami memanggil isterinya “Ya Ukhti” (wahai saudariku) atau “Ya Ummi” (wahai ibuku) karena dorongan kecintaan saja?.
Beliau menjawab: Ya, dibolehkan bagi suami untuk memanggil isterinya dg panggilan “Ya Ukhti”, atau “Ya Ummi“, atau panggilan-panggilan lain yg dapat mendatangkan rasa sayang dan cinta.
Walaupun sebagian ulama me-makruh-kan bila seorang suami memanggil istrinya dg panggilan-panggilan yg seperti ini, namun hukum makruh ini tidaklah tepat, karena setiap amalan itu tergantung niatnya, dan orang ini tidaklah meniatkan dg panggilan-panggilan itu, bahwa istrinya adalah saudarinya yg diharamkan atau mahrom-nya. Tidak lain ia hanya bermaksud menampakkan rasa sayang dan cintanya, dan setiap sesuatu yg menjadikan/mendatangkan rasa sayang antara dua mempelai, baik dilakukan oleh suami atau istri, maka hal itu adalah sesuatu yg dianjurkan. (Sumber: Fatawa Nurun Alad Darb hal: 19)
Dalam kitabnya Syarhul Mumti’, beliau juga mengatakan:
Jika seorang suami mengatakan kepada isterinya: “ya Ummi! Kemarilah, siapkan makan siang”, ini bukanlah “zhihar“.
Namun para ahli fikih –rohimahumulloh– menyebutkan bahwa: di-makruh-kan bagi seorang suami memanggil isterinya dg sebutan mahrom-mahromnya, sehingga tidak boleh baginya memanggil istrinya: “ya Ukhti”, “ya ummi“, “ya binti”, dan yg semisalnya. Perkataan mereka ini tidaklah benar, karena makna dari panggilan itu sudah maklum, bahwa si suami bermaksud memuliakan istrinya, maka ini tidaklah mengapa, bahkan panggilan-panggilan seperti ini dapat mendatangkan rasa sayang, cinta, dan keakaraban. (Sumber: Syarhul Mumti’ 13/236)
—————–
Bagaimana tanggapan ustadz mengenai ini?
assalamualaikum ustadz..
saya panggil suami saya “papa” dan dia memanggil saya “mama”. boleh ke ustadz?
#kinak
Diperselisihkan ulama bolehnya.
Suatu hal yang baik jika anda meninggalkannya.
Assalamu’alaikum ustadz
sebaiknya kita panggil suami kita dengan panggilan apa dan suami panggil istri dengan panggilan apa tentunya sesuai dengan syariat islam?
wassalamu’alaikum wr.wb
Assalamualaikum ustad..mau tanya apa benar panggilan bunda itu mengacu kepada bunda maria?karena di indonesia ini umumnya panggilan anak ke ibu menggunakan kata bunda?
Ustadz,
Tolong kasih solusi…
Sebaiknya keluarga islami itu memanggil suami dengan sebutan apa dan memanggil istri dengan sebutan apa?
Di indonesia lidah kita lebih terbiasa dgn sebutan pendek2, memanggil istri dengan “ummu muhammad” (jika nama anaknga muhammad) adalah terlalu panjang dan tidak lazim.
Tolong ustadz kasih solusi
# Shelly
Tidak benar kalo dianggap mengacu kepada bunda maria.
Panggilan ibu dengan bunda hukumnya boleh.
Assalamualaikum ust, maaf mau nanya, jika di depan anak seorang istri/suami memanggil abi/ummi atau abu/ummu, tp jika tdk di depan anak memanggilnya sayang/ panggilan syg yg lainnya bukan ummi/abi , apa boleh ustadz ?
Bismillah..
Ustadz, di keluarga saya ada keponakan memanggil pakde-nya dengan sebutan “abi” begitu juga bude-nya dengan sebutan “umi”, namun jelas sama sekali tidak menganggap pakde dan budhe adalah ayah dan ibu kandungnya,,hanya sebatas panggilan saja, apakah boleh?