Berikut ada fatwa menarik tentang hukum bekerja di kantor pajak yang sering dipertanyakan sebagian orang. Semoga bermanfaat.
حكم العمل في الجمارك والضرائب
أعمل في الجمارك ، وقد سمعت أن هذا العمل غير جائز شرعاً ، فشرعت في البحث في هذه المسألة وقد مرت مدة طويلة وأنا أبحث دون أن أصل إلى نتيجة شافية . أرجو منكم أن تفصلوا لي المسألة قدر المستطاع
Hukum Bekerja di Bidang Bea Cukai dan Perpajakan
Pertanyaan, “Aku bekerja di kantor bea cukai. Aku pernah mendengar bahwa pekerjaan semacam ini itu tidak diperbolehkan oleh syariat. Mendengar hal tersebut aku lantas mengadakan pengkajian tentang permasalahan ini. Setelah sekian lama aku mengkaji, aku tidak mendapatkan hasil yang memuaskan. Aku berharap agar anda menjelaskan hukum permasalahan ini sejelas-jelasnya”.
الحمد لله
أولاً :
العمل في الجمارك وتحصيل الرسوم على ما يجلبه الناس من بضائع أو أمتعة ، الأصل فيه أنه حرام .
Jawaban pertanyaan, “Alhamdulillah, pada dasarnya hukum bekerja di bidang bea cukai yang memungut pajak atas barang-barang yang didatangkan oleh masyarakat dan dimasukkan ke suatu daerah adalah haram.
لما فيه من الظلم والإعانة عليه ؛ إذ لا يجوز أخذ مال امرئ معصوم إلا بطيب نفس منه ، وقد دلت النصوص على تحريم المَكْس ، والتشديد فيه ، ومن ذلك قوله صلى الله عليه وسلم في المرأة الغامدية التي زنت فرجمت : ( لَقَدْ تَابَتْ تَوْبَةً لَوْ تَابَهَا صَاحِبُ مَكْسٍ لَغُفِرَ لَهُ ) رواه مسلم (1695)
Alasan diharamkannya hal ini adalah karena pungutan bea cukai adalah kezaliman sehingga bekerja di bea cukai berarti membantu pihak yang hendak melakukan kezaliman. Tidak boleh mengambil harta seorang yang hartanya terjaga (baca: muslim atau kafir dzimmi) kecuali dengan kerelaannya. Terdapat banyak dalil yang menunjukkan haramnya maks (baca: bea cukai) dan adanya ancaman keras tentang hal ini. Di antaranya adalah sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tentang seorang perempuan dari suku Ghamidiyyah yang berzina lantas dihukum rajam. Beliau bersabda, “Perempuan tersebut telah bertaubat dengan suatu taubat yang seandainya pemungut bea cukai bertaubat seperti itu tentu dia akan diampuni” (HR Muslim no 1695).
قال النووي رحمه الله : “فيه أن المَكْس من أقبح المعاصي والذنوب الموبقات ، وذلك لكثرة مطالبات الناس له وظلاماتهم عنده ، وتكرر ذلك منه ، وانتهاكه للناس وأخذ أموالهم بغير حقها ، وصرفها في غير وجهها ” اهـ .
Ketika membahas hadits di atas, an Nawawi mengatakan, “Hadits ini menunjukkan bahwa memungut bea cukai itu termasuk kemaksiatan yang paling buruk dan termasuk dosa yang membinasakan (baca: dosa besar). Hal ini disebabkan banyaknya tuntutan manusia kepadanya (pada hari Kiamat) dan banyaknya tindakan kezaliman yang dilakukan oleh pemungut bea cukai mengingat pungutan ini dilakukan berulang kali. Dengan memungut bea cukai berarti melanggar hak orang lain dan mengambil harta orang lain tanpa alasan yang bisa dibenarkan serta membelanjakannya tidak pada sasaran yang tepat”.
وروى أحمد (17333) وأبو داود (2937) عن عقبة بن عامر رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قال : سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول : ( لا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ صَاحِبُ مَكْسٍ )
قال شعيب الأناؤوط : حسن لغيره. وضعفه الألباني في ضعيف أبي داود
Diriwayatkan oleh Ahmad no 17333 dan Abu Daud no 2937 dari Ubah bin Amir, Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Pemungut bea cukai itu tidak akan masuk surga”. Hadits ini dinilai hasan li ghairihi oleh Syu’aib al Arnauth namun dinilai lemah oleh al Albani dalam Dhaif Abu Daud.
والمَكْس هو الضريبة التي تفرض على الناس ، ويُسمى آخذها (ماكس) أو (مكَّاس) أو (عَشَّار) لأنه كان يأخذ عشر أموال الناس
Pengertian maks yang ada dalam hadits-hadits di atas adalah pajak yang diwajibkan atas masyarakat. Pemungut maks disebut dengan maakis, makkaas atau ‘asysyar (pemungut sepersepuluh), disebut demikian karena pemungut bea cukai – di masa silam – mengambil sepersepuluh dari total harta orang yang dibebani bea cukai.
. وقد ذكر العلماء للمكس عدة صور . منها : ما كان يفعله أهل الجاهلية ، وهي دراهم كانت تؤخذ من البائع في الأسواق .
ومنها : دراهم كان يأخذها عامل الزكاة لنفسه ، بعد أن يأخذ الزكاة .
ومنها : دراهم كانت تؤخذ من التجار إذا مروا ، وكانوا يقدرونها على الأحمال أو الرؤوس ونحو ذلك ، وهذا أقرب ما يكون شبهاً بالجمارك
Para ulama menyebutkan bahwa maks itu memiliki beberapa bentuk.
(1) Maks yang dilakukan oleh orang-orang jahiliyyah yaitu uang pajak yang diambil dari para penjual di pasar
(2) Uang yang diambil oleh amal zakat dari muzakki untuk kepentingan pribadinya setelah dia mengambil zakat.
(3) Uang yang diambil dari para pedagang yang melewati suatu tempat tertentu. Uang yang diambil tersebut dibebankan kepada barang dagangan yang dibawa, perkepala orang yang lewat atau semisalnya.
Maks dengan pengertian ketiga tersebut sangat mirip dengan bea cukai.
وذكر هذه الصور الثلاثة في “عون المعبود” ، فقال : في القاموس : المكس النقص والظلم ، ودراهم كانت تؤخذ من بائعي السلع في الأسواق في الجاهلية . أو درهم كان يأخذه المُصَدِّق (عامل الزكاة) بعد فراغه من الصدقة
Ketiga bentuk maks ini disebutkan oleh penulis kitab Aunul Ma’bud (Syarh Sunan Abu Daud). Penulis Aunul Ma’bud mengatakan, “Dalam al Qamus al Muhith disebutkan bahwa makna asal dari maks adalah mengurangi atau menzalimi. Maks adalah uang yang diambil dari para pedagang di pasar pada masa jahiliyyah atau uang yang diambil oleh amil zakat (untuk dirinya) setelah dia selesai mengambil zakat.
وقال في “النهاية” : هو الضريبة التي يأخذها الماكس ، وهو العشار .
وفي “شرح السنة” : أراد بصاحب المكس : الذي يأخذ من التجار إذا مروا مَكْسًا باسم العشر اهـ
Penulis kitab an Nihayah mengatakan bahwa maks adalah pajak yang diambil oleh maakis atau pemungut maks. Pemungut maks itu disebut juga asysyar. Sedangkan penulis kitab Syarh as Sunah mengatakan bahwa yang dimaksud dengan pemungut maks adalah orang yang meminta uang dari para pedagang jika mereka lewat di suatu tempat dengan kedok ‘usyur (yaitu zakat)”.
وقال الشوكاني في “نيل الأوطار” : صاحب المكس هو من يتولى الضرائب التي تؤخذ من الناس بغير حق “اهـ .
Dalam Nailul Author, asy Syaukani mengatakan, “Pemungut maks adalah orang yang mengambil pajak dari masyarakat tanpa adanya alasan yang bisa dibenarkan”.
والمَكْس محرم بالإجماع ، وقد نص بعض أهل العلم على أنه من كبائر الذنوب .
Memungut maks adalah haram dengan sepakat ulama. Bahkan sebagian ulama menegaskan bahwa perbuatan memungut maks adalah dosa besar.
قال في “مطالب أولي النهى” (2/619 )
(يحرم تعشير أموال المسلمين -أي أخذ عشرها- والكُلَف -أي الضرائب- التي ضربها الملوك على الناس بغير طريق شرعي إجماعا . قال القاضي : لا يسوغ فيها اجتهاد ) اهـ .
Dalam Mathalib Ulin Nuha 2/619 disebutkan, “Diharamkan mengambil sepersepuluh dari total harta manusia. Demikian juga diharamkan memungut pajak. Pajak adalah pungutan penguasa dari rakyatnya tanpa cara yang dibenarkan oleh syariat. Diharamkannya hal ini adalah ijma ulama. Al Qadhi mengatakan bahwa tidak ada ijtihad dalam masalah ini”.
وقال ابن حجر المكي في “الزواجر عن اقتراف الكبائر” (1/180(
الكبيرة الثلاثون بعد المائة : جباية المكوس , والدخول في شيء من توابعها كالكتابة عليها ، لا بقصد حفظ حقوق الناس إلى أن ترد إليهم إن تيسر. وهو داخل في قوله تعالى : ( إِنَّمَا السَّبِيلُ عَلَى الَّذِينَ يَظْلِمُونَ النَّاسَ وَيَبْغُونَ فِي الأَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ ( الشورى/42 .
Ibnu Hajar al Maki dalam al Zawajir ‘an Iqtiraf al Kabair 1/180 mengatakan, “Dosa besar ke-130 adalah memungut maks dan berperan serta di dalamnya dengan menjadi juru tulis bukan dengan tujuan menjaga hak manusia sehingga bisa dikembalikan kepada pemilik harta ketika sudah memungkinkan. Dosa ini termasuk dalam firman Allah yang artinya, “Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat azab yang pedih” (QS asy Syura:42).
والمكاس بسائر أنواعه : من جابي المكس ، وكاتبه ، وشاهده ، ووازنه ، وكائله ، وغيرهم من أكبر أعوان الظلمة ، بل هم من الظلمة أنفسهم , فإنهم يأخذون ما لا يستحقونه ، ويدفعونه لمن لا يستحقه , ولهذا لا يدخل صاحب مكس الجنة ، لأن لحمه ينبت من حرام .
Para pemungut pajak dengan berbagai tugasnya baik pemungut pajak secara langsung, juru tulisnya, saksi, petugas yang bertugas menimbang ataupun menakar barang yang akan dibebani pajak dll adalah pembantu penting para penguasa yang zalim. Bahkan mereka adalah orang-orang yang zalim karena merekalah yang mengambil harta yang bukan hak mereka dan menyerahkannya kepada orang yang tidak berhak. Oleh karena itu, pemungut pajak itu tidak akan masuk surga karena dagingnya tumbuh dari harta yang haram.
وأيضا : فلأنهم تقلدوا بمظالم العباد , ومن أين للمكاس يوم القيامة أن يؤدي الناس ما أَخَذَ منهم ، إنما يأخذون من حسناته ، إن كان له حسنات , وهو داخل في قوله صلى الله عليه وسلم في الحديث الصحيح : ( أتدرون من المفلس ؟ قالوا : يا رسول الله ، المفلس فينا من لا درهم له ولا متاع . قال : إن المفلس من أمتي من يأتي يوم القيامة بصلاة وزكاة وصيام ، وقد شتم هذا ، وضرب هذا ، وأخذ مال هذا ، فيأخذ هذا من حسناته ، وهذا من حسناته ، فإن فنيت حسناته قبل أن يقضي ما عليه أخذ من سيئاتهم فطرح عليه ثم طرح في النار)
Sebab yang kedua adalah karena mereka bertugas untuk menzalimi manusia. Dari mana para pemungut zakat tersebut pada hari Kiamat bisa mengembalikan hak orang lain yang telah mereka ambil?? Orang-orang yang dikenai pajak itu akan mengambil kebaikannya jika pemungut pajak tersebut masih memiliki kebaikan. Pemungut pajak itu termasuk dalam hadits yang sahih. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya kepada para sahabat, “Tahukah kalian siapa orang yang bangkrut itu?” Jawaban para sahabat, “Menurut kami, orang yang bangkrut adalah orang yang tidak punya dan tidak punya harta”. Sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam , “Umatku yang bangkrut adalah orang yang datang pada hari Kiamat dengan membawa pahala shalat, zakat dan puasa. Namun dia telah mencaci maki A, memukul B dan mengambil harta C. A akan mengambil amal kebaikannya. Demikian pula B. Jika amal kebajikannya sudah habis sebelum kewajibannya selesai maka amal kejelekan orang-orang yang dizalimi akan diberikan kepadanya kemudian dia dicampakkan ke dalam neraka”.
وعن عقبة بن عامر رضي الله عنه أنه سمع رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول : ( لا يدخل الجنة صاحب مكس )
Dari Ubah bin Amir, beliau mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Pemungut bea cukai itu tidak akan masuk surga”.
قال البغوي : يريد بصاحب المكس الذي يأخذ من التجار إذا مروا عليه مكسا باسم العشر . أي الزكاة
Al Baghawi mengatakan bahwa yang dimaksud dengan pemungut maks adalah orang yang meminta uang dari para pedagang jika mereka lewat di suatu tempat dengan kedok ‘usyur (yaitu zakat).
قال الحافظ المنذري : أما الآن فإنهم يأخذون مكسا باسم العشر ، ومكسا آخر ليس له اسم ، بل شيء يأخذونه حراما وسحتا ، ويأكلونه في بطونهم نارا , حجتهم فيه داحضة عند ربهم ، وعليهم غضب ، ولهم عذاب شديد . اهـ
Al Hafiz al Mundziri mengatakan, “Sedangkan sekarang para pemungut pajak mereka memungut pajak dengan kedok zakat dan pajak yang lain tanpa kedok apapun. Itulah uang yang mereka ambil dengan jalan yang haram. Mereka masukkan ke dalam perut mereka api neraka. Alasan mereka di hadapan Allah adalah alasan yang rapuh. Untuk mereka murka Allah dan siksa yang berat”. Sekian kutipan dari Ibnu Hajar al Makki.
وقال شيخ الإسلام ابن تيمية رحمه الله في “السياسة الشرعية”: ص 115 :
“وأما من كان لا يقطع الطريق , ولكنه يأخذ خَفَارة ( أي : يأخذ مالاً مقابل الحماية ) أو ضريبة من أبناء السبيل على الرؤوس والدواب والأحمال ونحو ذلك , فهذا مَكَّاس , عليه عقوبة المكاسين . . . وليس هو من قُطَّاع الطريق , فإن الطريق لا ينقطع به , مع أنه أشد الناس عذابا يوم القيامة , حتى قال النبي صلى الله عليه وسلم في الغامدية : ” لقد تابت توبة لو تابها صاحب مكس لغفر له” اهـ .
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam al Siyasah al Syar’iyyah hal 115 mengatakan, “Sedangkan orang yang profesinya bukanlah merampok akan tetapi mereka meminta khafarah (uang kompensasi jaminan keamanan, sebagaimana yang dilakukan oleh para preman di tempat kita, pent) atau mengambil pajak atas kepala orang, hewan tunggangan atau barang muatan dari orang-orang yang lewat dan semisalnya maka profesi orang ini adalah pemungut pajak. Untuknya hukuman para pemungut pajak… Orang tersebut bukanlah perampok karena dia tidak menghadang di tengah jalan. Meski dia bukan perampok dia adalah orang yang paling berat siksaannya pada hari Kiamat nanti. Sampai-sampai Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengatakan tentang perempuan dari suku Ghamidi, “Perempuan tersebut telah bertaubat dengan suatu taubat yang seandainya pemungut bea cukai bertaubat seperti itu tentu dia akan diampuni”
وقد سئلت اللجنة الدائمة للإفتاء عن العمل في البنوك الربوية أو العمل بمصلحة الجمارك أو العمل بمصلحة الضرائب ، وأن العمل في الجمارك يقوم على فحص البضائع المباحة والمحرمة كالخمور والتبغ ، وتحديد الرسوم الجمركية عليها
Lajnah Daimah ditanya tentang hukum bekerja di bank ribawi, di kantor bea cukai dan di kantor pajak. Orang yang bertugas di kantor bea cukai itu bertugas untuk mengecek barang yang hendak masuk ke dalam negeri baik barang yang mubah ataupun barang yang haram semisal khamr dan tembakau lalu menetapkan besaran bea cukai atas barang-barang tersebut.
فأجابت : إذا كان العمل بمصلحة الضرائب على الصفة التي ذكرت فهو محرم أيضا ؛ لما فيه من الظلم والاعتساف ، ولما فيه من إقرار المحرمات وجباية الضرائب عليها ) اهـ .
“فتاوى اللجنة الدائمة” (15/64)
Jawaban Lajnah Daimah, “Bekerja di kantor pajak sebagaimana yang anda sampaikan juga haram karena dalam pekerjaan tersebut terdapat unsur kezaliman dan kesewenang-wenangan, membiarkan barang-barang yang haram dan mengambil pajak atasnya” (Fatawa Lajnah Daimah 15/64).
ومن هذا يتبين أن أخذ هذه الرسوم والضرائب ، أو كتابتها والإعانة عليها ، محرم تحريما شديداً .
Dari penjelasan di atas jelaslah bahwa bekerja sebagai pemungut pajak, pencatat pajak dan komponen pendukung yang lain adalah sangat diharamkan.
ثانياً :
نظراً لأن هذا الظلم واقع على المسلمين ، وامتناعك من العمل فيه لن يرفعه ، فالذي ينبغي في مثل هذه الحال – إذا لم نستطع إزالة المنكر بالكلية – أن نسعى إلى تقليله ما أمكن .
Menimbang bahwa kezaliman ini merupakan realita kaum muslimin dan andai anda tidak bekerja di sana kezaliman ini juga tidak hilang maka yang sepatutnya dalam kondisi semacam ini yaitu kondisi kita tidak bisa menghilangkan kemungkaran secara total adalah kita berupaya untuk meminimalisir kezaliman semaksimal mungkin.
فإذا كنت تعمل في هذا العمل بقصد رفع الظلم وتخفيفه عن المسلمين بقدر استطاعتك ، فأنت في ذلك محسن ، أما من دخل في هذا العمل بقصد الراتب ، أو الوظيفة , أو تطبيق القانون ، ونحو ذلك فإنه يكون من الظلمة ، ومن أصحاب المكس ، ولن يأخذ من أحد شيئاً ظلماً إلا أُخِذَ بقدره من حسناته يوم القيامة . نسأل الله السلامة والعافية .
Jika anda bekerja di kantor pajak dengan tujuan menghilangkan kezaliman atas kaum muslimin atau menguranginya semaksimal yang bisa anda lakukan maka apa yang anda lakukan adalah baik. Sedangkan orang yang kerja di tempat ini dengan pamrih gaji, dapat pekerjaan, menerapkan UU perpajakan atau tujuan semisal maka orang tersebut termasuk orang yang melakukan tindakan kezaliman dan pemungut pajak. Siapa saja yang mengambil hak orang lain secara zalim maka amal kebajikannya akan diambil pada hari Kiamat sesuai dengan kadar kezaliman yang dia lakukan.
قال شيخ الإسلام ابن تيمية رحمه الله في “مجموع الفتاوى” (28/284) :
“وَلا يَحِلُّ لِلرَّجُلِ أَنْ يَكُونَ عَوْنًا عَلَى ظُلْمٍ ; فَإِنَّ التَّعَاوُنَ نَوْعَانِ :
الأَوَّلُ : تَعَاوُنٌ عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى مِنْ الْجِهَادِ وَإِقَامَةِ الْحُدُودِ وَاسْتِيفَاءِ الْحُقُوقِ وَإِعْطَاءِ الْمُسْتَحَقِّينَ ; فَهَذَا مِمَّا أَمَرَ اللَّهُ بِهِ وَرَسُولُهُ . . . .
Dalam Majmu Fatwa 28/284, Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan, “Tidak boleh membantu tindakan kezaliman. Tolong menolong itu ada dua macam. Pertama, tolong menolong untuk melakukan kebajikan dan takwa semisal tolong menolong dalam jihad, menegakkan hukuman had, mengambil hak dan memberikannya kepada yang berhak mendapatkannya. Tolong menolong semacam ini diperintahkan oleh Allah dan rasul-Nya.
وَالثَّانِي : تَعَاوُنٌ عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ، كَالإِعَانَةِ عَلَى دَمٍ مَعْصُومٍ ، أَوْ أَخْذِ مَالٍ مَعْصُومٍ ، أَوْ ضَرْبِ مَنْ لا يَسْتَحِقُّ الضَّرْبَ ، وَنَحْوَ ذَلِكَ ، فَهَذَا الَّذِي حَرَّمَهُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ . . .
Kedua, tolong menolong dalam dosa dan tindakan kezaliman semisal tolong menolong untuk membunuh orang, mengambil harta orang lain, memukul orang yang tidak berhak dipukul dan semisalnya. Ini adalah tolong menolong yang diharamkan oleh Allah dan rasul-Nya.
ومَدَارَ الشَّرِيعَةِ عَلَى قَوْلِهِ تَعَالَى : ( فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ ) ; وَعَلَى قَوْلِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم : (إذَا أَمَرْتُكُمْ بِأَمْرِ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ) أَخْرَجَاهُ فِي الصَّحِيحَيْنِ .
Landasan hukum syariat adalah firman Allah yang artinya, “Bertakwalah kalian kepada Allah semaksimal kemampuan kalian” (QS at Taghabun:16), dan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam , “Jika kuperintahkan kalian untuk melakukan sesuatu maka laksanakanlah semaksimal kemampuan kalian” (HR Bukhari dan Muslim).
وَعَلَى أَنَّ الْوَاجِبَ تَحْصِيلُ الْمَصَالِحِ وَتَكْمِيلُهَا ; وَتَعْطِيلُ الْمَفَاسِدِ وَتَقْلِيلُهَا . فَإِذَا تَعَارَضَتْ كَانَ تَحْصِيلُ أَعْظَمِ الْمَصْلَحَتَيْنِ بِتَفْوِيتِ أَدْنَاهُمَا ، وَدَفْعُ أَعْظَمِ الْمَفْسَدَتَيْنِ مَعَ احْتِمَالِ أَدْنَاهَا : هُوَ الْمَشْرُوعُ .
Kewajiban kita semua adalah mewujudkan kebaikan secara utuh atau semaksimal mungkin dan menihilkan keburukan atau meminimalisirnya. Jika hanya ada dua pilihan yang keduanya sama-sama kebaikan atau sama-sama keburukan maka yang sesuai dengan syariat adalah memilih yang nilai kebaikannya lebih besar meski dengan kehilangan kebaikan yang lebih rendah dan mencegah keburukan yang lebih besar meski dengan melakukan kuburukan yang lebih rendah.
وَالْمُعِينُ عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ مَنْ أَعَانَ الظَّالِمَ عَلَى ظُلْمِهِ ، أَمَّا مَنْ أَعَانَ الْمَظْلُومَ عَلَى تَخْفِيفِ الظُّلْمِ عَنْهُ أَوْ عَلَى أَدَاءِ الْمَظْلِمَةِ : فَهُوَ وَكِيلُ الْمَظْلُومِ ; لا وَكِيلُ الظَّالِمِ ; بِمَنْزِلَةِ الَّذِي يُقْرِضُهُ ، أَوْ الَّذِي يَتَوَكَّلُ فِي حَمْلِ الْمَالِ لَهُ إلَى الظَّالِمِ .
Penolong perbuatan dosa dan kezaliman adalah orang yang menolong orang yang zalim untuk bisa menyukseskan kezaliman yang ingin dia lakukan. Sedangkan orang yang menolong orang yang terzalimi agar kadar kezalimannya berkurang atau agar apa yang menjadi haknya bisa kembali maka status orang tersebut adalah wakil dari orang yang teraniaya, bukan wakil orang yang menganiaya. Orang tersebut berstatus seperti orang yang memberi hutangan kepada orang yang dizalimi atau mewakili orang yang dizalimi untuk menyerahkan hartanya kepada orang yang zalim.
مِثَالُ ذَلِكَ : وَلِيُّ الْيَتِيمِ وَالْوَقْفِ إذَا طَلَبَ ظَالِمٌ مِنْهُ مَالا فَاجْتَهَدَ فِي دَفْعِ ذَلِكَ بِمَالِ أَقَلَّ مِنْهُ إلَيْهِ أَوْ إلَى غَيْرِهِ بَعْدَ الاجْتِهَادِ التَّامِّ فِي الدَّفْعِ ؛ فَهُوَ مُحْسِنٌ ، وَمَا عَلَى الْمُحْسِنِينَ مِنْ سَبِيلٍ . . .
Contoh realnya adalah orang yang memegang harta anak yatim atau pengurus harta wakaf jika ada orang zalim yang meminta sebagian harta amanah tersebut dengan menyerahkan sedikit mungkin dari harta yang diminta setelah dengan penuh kesungguhan berupaya mencegah kezaliman tersebut. Orang semacam ini adalah orang yang melakukan kebaikan dan tidak ada jalan untuk menyudutkan orang yang melakukan kebaikan.
كَذَلِكَ لَوْ وُضِعَتْ مَظْلِمَةٌ عَلَى أَهْلِ قَرْيَةٍ أَوْ دَرْبٍ أَوْ سُوقٍ أَوْ مَدِينَةٍ فَتَوَسَّطَ رَجُلٌ مِنْهُمْ مُحْسِنٌ فِي الدَّفْعِ عَنْهُمْ بِغَايَةِ الإِمْكَانِ ، وَقَسَّطَهَا بَيْنَهُمْ عَلَى قَدْرِ طَاقَتِهِمْ مِنْ غَيْرِ مُحَابَاةٍ لِنَفْسِهِ ، وَلا لِغَيْرِهِ ، وَلا ارْتِشَاءٍ ، بَلْ تَوَكَّلَ لَهُمْ فِي الدَّفْعِ عَنْهُمْ وَالإِعْطَاءِ : كَانَ مُحْسِنًا ; لَكِنَّ الْغَالِبَ أَنَّ مَنْ يَدْخُلُ فِي ذَلِكَ يَكُونُ وَكِيلُ الظَّالِمِينَ مُحَابِيًا مُرْتَشِيًا مَخْفَرًا لِمَنْ يُرِيدُ (أي يدافع عنه (وَآخِذًا مِمَّنْ يُرِيدُ . وَهَذَا مِنْ أَكْبَرِ الظَّلَمَةِ الَّذِينَ يُحْشَرُونَ فِي تَوَابِيتَ مِنْ نَارٍ هُمْ وَأَعْوَانُهُمْ وَأَشْبَاهُهُمْ ثُمَّ يُقْذَفُونَ فِيى النَّارِ” اهـ .
والله أعلم
Demikian pula jika kezaliman (baca:pajak) ditetapkan atas penduduk suatu kampung, suatu jalan, pajak atau suatu kota lantas ada orang baik-baik yang menjadi mediator dalam rangka mencegah kezaliman semaksimal mungkin lantas dia bagi kezaliman (baca:pajak) tersebut atas orang-orang yang dikenai pajak sesuai dengan kadar kemampuan ekonomi mereka tanpa mengistimewakan dirinya sendiri atau orang lain dan tanpa meminta suap. Dia hanya berperan sebagai mediator untuk mencegah kezaliman dan mendistribusikan ‘kewajiban’ yang dipaksakan. Orang semisal ini adalah orang yang berbuat baik.
Akan tetapi mayoritas orang yang masuk di kancah ini mereka menjadi wakil orang yang zalim (baca: penguasa yang zalim), pilih kasih pada pihak-pihak tertentu, meminta suap, membela orang yang dia sukai dan mengambil pajak dari orang yang dia sukai. Orang semacam ini termasuk pentolan orang-orang yang berbuat zalim. Mereka, para pembantu mereka dan orang-orang yang serupa dengan mereka akan dimasukkan ke dalam kotak dari api neraka lantas dicampakkan ke dalam neraka”.
Referensi: http://islamqa.com/ar/ref/39461
Catatan:
Yang menjadi pertanyaan, apakah seorang muslim yang sudah terlanjur bekerja di kantor pajak secara real mampu melakukan pembelaan dan meminimalisir beban kezaliman (baca:pajak) yang ditimpakan kepada kaum muslimin?
ya Ustad, apakah berarti sumber pemasukan negara menurut Islam harus bersifat sukarela ? (wakaf,zakat). bagaimana dengan jizyah?
ustad,
jadi status sebenarnya bekerja di kantor pajak dan bea cukai itu bagaimana ? karena artikel diatas ada disebutkan pengecualian bagi orang yg punya niat untuk melakukan perbaikan di dalam kantor pajak tersebut. Saya pernah datang ke kantor pajak di suatu daerah, subhanalloh, para karyawannya mayoritas pakai jilbab, dan sebagian saya juga kenal kepada mereka, dan kebanyakan mereka adalah aktifis dakwah,mungkinkah mereka (para aktifis dakwah) punya niat untuk memperbaiki dari dalam, mohon penjelasannya ? makasih
Assalamualaikum warahmatullahi wabarokaatuh..
Masya Allah..
semoga saya bisa menyampaikan berita ini kpd saudara saya yg bekerja di kantor pajak. Mohon do’a dr ustadz.
Ustadz, saya ingin bertanya, bagaimana hukum menjalankan usaha jasa Internet (WarNet).
Seperti kita ketahui salah satu menfaat dr internet (warnet) kita bisa menimba ilmu yg manfaat, namun sisi negatif jg pasti ada (tentunya tergantung pemakai), meski pada warnet sudah meminimalisir sisi negatifnya dg cara memblokir situs2 porno & cukup efektif mengantisipasi pelanggan yg hendak membuka “situs2 kotor” tsb, namun bagi orang yg ngerti teknologi pasti faham cara untuk mem-bypass pemblokiran konten haram tsb.
mohon dijelaskan.
Jazakumullah khoir..
Untuk Fanani
Wa’alaikumussalam Warahmatullah Wabarokatuh
Untuk usaha warnet insya Allah akan kita bahas dalam tulisan khusus. Moga Allah mudahkan.
Catatan:
Masya Allah itu digunakan untuk ungkapan kagum dengan hal yang baik-baik.
Coba baca http://muslimah.or.id/fikih/lafadz-lafadz-yang-ringan-di-lidah.html
Untuk Abdurrahman
Kita perlu data real seberapa besar ‘meminimalkan kezaliman’ itu bisa dilakukan untuk menjawab pertanyaan tersebut.
Untuk Asyrop
Tolong baca http://abiubaidah.com/menyoal-gaji-pegawai-negeri-pns.html/comment-page-1/#comment-799 dan jawaban ustadz Abu Ubaidah untuk komen-komen yang ada.
Ustadz, apakah hukumnya membayar pajak?
tanya lagi ustad,
kalo semacam iuran rt setiap bulan, apakah ini termasuk dalam kategori pajak ? krn kegunaan iuran rt itu sama-sama digunakan untuk, misal : biaya kebersihan (sampah), biaya satpam (keamanan), dll. dan mungkin hakekatnya sama dengan pajak negara, yg hasilnya juga untuk bangun jalan, untuk pertahanan negara, dll. makasih atas penjelasannya
Untuk Umm Abdurrahman
Tolong baca tulisan di link berikut beserta komentar-komentarnya
http://abiubaidah.com/menyoal-gaji-pegawai-negeri-pns.html/comment-page-1/#comment-799
Untuk Abdurrahman
Sebenarnya saya rasa perbedaan antara iuran rt dan pajak itu suatu hal yang gamblang.
Adakah pembaca yang berkenan menjelaskan hal ini secara detail kepada mas Abdurrahman?
Sebelumnya saya ucapkan terima kasih sedalam-dalamnya.
Ustadz,saya mau coba menjawab pertanyaan abdurrahman.
Iuran RT: iuran bersifat suka rela, tidak ada unsur paksaan, nilai nominalnya pun ditetapkan berdasarkan kesepkatan bersama (musyawarah), uang yang terkumpul digunakan untuk kepentingan bersama pula.
Sementara pajak: bersifat memaksa, nilainya pun ditentukan secara sepihak (oleh penguasa), uang yang terkumpul digunakan untuk mendanai hal2 yang belum jelas, apakah membawa manfaat ataukah tidak.
saya adalah pegawai pajak. sudah sekitar 2 tahun ini saya bekerja, saya dari dulu sebenarnya sudah sangat ragu pada pekerjaan saya ini, apakah halal atau tidak. Saya sudah berusaha untuk sesegera mungkin pindah ke instansi lain. Atau kalau memang tidak bisa juga ya Insya Allah saya berniat untuk keluar dari pajak dan mencoba untuk berdagang dll. Yang jadi pertanyaan saya adalah apakah gaji saya sebagai PNS dalam hal ini pegawai pajak adalah halal, mengingat semua gaji PNS di Indonesia berasal dari pajak?
Utk Pegawai Pajak
Gaji peawai pajak sama dengan gaji PNS yaitu harta bercampur ada dari pendapatan pajak dan ada juga yang non pajak semisal devisa hasil ekspor. Harta bercampur hukumnya halal.
bagaimana dgn orang2 yg mau meninggalkan kerja di bank, lalu merintis usaha, apakah bisa gaji di bank yg selama ini dikumpulkan menjadi modal dia berwirausaha ? banayk juga yg pengen taubat gini, tapi mau merintis dari awal perlu modal, sedangkan hanya ada modal / harta dari sisa2 kerjaan haram dulu. mohon solusi
Untuk Abang
Maaf, saya belum tahu. Coba tanyakan kepada ustadz yang lain.
Assalamualaikum Ustadz.
Apa hukumnya bekerja sebagai penerjemah dokumen dari rumah yang mendapat order dari luar negeri? Dokumennya bermacam-macam ada yang berupa dokumen hukum, perbankan, medis, pendidikan, dll.
Jazakallah khair.
Wassalam,
Dewi
Untuk Dewi
Wa’alaikumussalam
Pada asalnya diperbolehkan selama tidak ada unsur-unsur yang haram
ustad melihat komen ustad untuk pegawai pajak berarti bekerja di pajak hukumnya ga boleh tetapi uang gajinya boleh / halal ya khususnya yang bekerja di ditjen pajak Indonesia.benar tidak anggapan saya ketika membaca komen tsb?
Bismillah
Assalamu’alaykum warahmatullah
Udtadz yg dirahmati Allah
Orang yg bekerja di kantor pajak dalah haram hukumnya menurut ijma’ ulama. Ana mau bertanya, bagaimana hukumnya jika magang/pkl (praktek kerja lapangan) di kantor pajak??, bagaimana hukumnya dalam skripsi mengambil tema tentang pajak??
mohon jawabannya
jazakallah khayra… barakallahu fiik..
Wa’alaikumussalam Warohmatullahi Wabarokatuh
a. Jika pkl tersebut sekedar pkl maka terlarang karena termasuk ta’awun alal itsmi wal udwan. Jika ada manfaat syar’i dibalik pkl semisal mengetahui sisi negatif dari pajak dan pengetahuan ini bisa dimanfaatkan oleh orang-orang yang memerlukannya maka insya Allah tidak mengapa.
b. skripsi tentang pajak perlu rincian sebagaimana di atas.
Untuk Abdullah
Terima kasih karena karena pertanyaan anda saya menjadi teringat suatu hal yang penting dalam masalah ini. Yaitu meski sumber uang gaji itu halal namun jika pekerjaannya haram maka gaji yang diterima oleh pegawai tersebut menjadi haram.
Oleh karena itu gaji yang diterima oleh pegawai pajak adalah uang haram untuk orang tersebut.
Kaedah tentang gaji di atas bisa juga dibaca di link berikut:
http://abiubaidah.com/menyoal-gaji-pegawai-negeri-pns.html/comment-page-1/#comment-836
Sehingga jawaban ini ada ralat dan pelengkap untuk jawaban saya sebelumnya. Semoga Allah memaafkan kesalahan saya yang ini dan yang selainnya.
Baca juga http://ustadzkholid.com/tanya-ustadz/fiqih-ibadah/suami-saya-seorang-hakim-halalkah-nafkahnya/
assalamualaikum Ustadz yang saya hormati….
mengenai konsepsi zakat……….
Direktur Eksekutif Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), Emmy Hamidiyah, mengatakan, target pendapatan zakat tahun 2009 ini sebesar Rp. 1,2 trilyun.Target ini bukanlah tanpa dasar. Sebab, berdasarkan penelitian pada tahun 2007 realisasi pendapatan zakat seluruh Indonesia mencapai Rp. 11,5 trilyun.(http://www.menkokesra.go.id/content/view/12190/39/)
Sekarang coba kita bandingkan…….
Pemerintah memperkirakan penerimaan pajak selama 2009 mencapai Rp577,6 triliun atau sekitar 98,3 persen dari target yang ditetapkan dalam dokumen stimulus fiskal 2009 (http://www.antaranews.com/view/?i=1246360882&c=EKB&s=MAK)
kami disini tidak untuk memperdebatkan konsepsi zakat , hanya saja pemerintahan yang berdiri sekarang hampir 70% pembiayaannya disokong dari pajak, yang digunakan untuk pembiayaan negara sementara kesadaran masyarakat akan zakat masih belum mencukupi kebutuhan pemerintah…… apabila kita tidak membayar pajak bagaimana kelanjutan pemerintah ini ustadz?
Jazakallah khayra atas jawabannya ustadz
*magang/pkl di kantor pajak dilakukan karena wajib dari kampus untuk magang di salah satu instansi keuangan sebagai prasarat kelulusan, bagaimana hukumnya ustadz?
*skripsi tema pajak diambil karena ke inginan dosen, bagaimana hukumnya ustadz?. sedangkan skripsi ana sudah BAB akhir, dan seminggu lagi mau sidang Insya Allah, apa ana harus mengambil judul lain??
*jika kuliah dan mengambil jurusan akuntansi semisalnya, itu pasti ada mata kuliah ‘perpajakan’, bagaimana sikap kita sbg thalibul ilmy menyikapi perkara tsb?kalau tidak mengambil mata kuliah tsb berarti kita tdk bisa mendapatkan nilai dr dosen
barakallhu fiik. jazakallah khayra
Untuk Bocah
Wa’alaikumussalam
Tentang hukum membayar pajak bisa antum baca komentar Ustadz Abu Ubaidah untuk Untung Slamet di link berikut ini, http://abiubaidah.com/menyoal-gaji-pegawai-negeri-pns.html/comment-page-1/#comment-836
Untuk Ummu Humairah
Berikan niat yang benar.
Assalamualaikum
Ustadz bagaimana kalau yg dipaksa untuk bayar pajak, karena karyawan sekarang yg gajinya lebih 1,5 jt harus punya npwp kalau tidak maka malah dipotong 20 % ?
Untuk Abu
Wa’alaikumussalam
Jawabannya sudah ada di sini
https://ustadzaris.com/menyikapi-pajak-dengan-bijak
ustadz, apakah pengartian kata maks dlm bahasa arab ke bea cukai sudah tepat? apakah ada kemungkinan yg dimaksud maks yg terjadi zaman dulu adalah semacam ‘pungutan liar’ untuk kepentingan pribadi?
Untuk Azka
Sudah tepat. Maks itu memiliki 3 pengertian. Coba baca tulisan di atas dengan baik.
Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh
Ustadz Aris yang kami cintai, ada beberapa hal yg masih mengganjal di hati kami kiranya ustadz bisa mempertegas kembali. Apakah hukum bekerja sebagai konsultan pajak atau auditor semisalnya non dirjen pajak juga dikatakan haram karena melakukan kerjasama dlm dosa & pelanggaran? Lantas bagaimana dgn hukum gajinya? Padahal mereka itu bukanlah penarik pajak. Jazakallahu khair
Untuk Om
1. kerja sebagai auditor pajak hukumnya haram
2. gajinya juga haram.
Assalamu’alaikum ustadz, semoga Alloh merohmati ustadz
Ana mau tanya, bagaimana jika ta’lim diadakan di masjid kantor pajak ustadz? Bolehkah?
Bagaimana jika teman kita yang seorang pegawai pajak membeli barang kita ustadz? apakah uang yg ana terima juga haram?
Untuk Abu
Wa’alaikumussalam
1. boleh
2. uang yang anda ambil darinya adalah uang yang halal menurut pendapat yang paling kuat.
Ustadz, saya adalah seorang PNS yang bekerja di Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dalam pekerjaan saya terkadang saya ikut dalam tim pemeriksaan. Dalam pekerjaan pemeriksaan tersebut, objek yang diperiksa tidak hanya pajak tapi juga ada hal-hal lain.
Misalnya dalam pemeriksaan laporan keuangan daerah, hal-hal yang diperiksa adalah belanja (biaya yang dikeluarkan), pendapatan (dalam hal ini termasuk pajak) dan hal-hal lain seperti kepatuhan terhadap hukum. Dalam hal ini pemeriksaan terhadap pajak juga dilakukan untuk memastikan berapa sebenarnya pendapatan daerah/negara tersebut dari hasil pajak? apakah pajak tersebut sudah disetorkan ke kas daerah/negara seluruhnya atau ada yang diselewengkan (karena dikhawatirkan ada pajak yang diselewengkan oleh pemungutnya)? Apakah penyetoran pajak tersebut telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku atau tidak (misalnya jumlah penarikan pajak, waktu penyetorannya)?
Yang menjadi pertanyaan saya:
1. Merujuk kepada pertanyaan tentang auditor pajak, yang ustadz menghukumi haram, bagaimana dengan pekerjaan pemeriksa seperti saya ini ustadz, yang pekerjaan pemeriksaannya tidak hanya pajak, melainkan selain pajak juga memeriksa yang lainnya?
2. Lalu bagaimana jika saya menemukan kecurangan atau kesalahan perlukah saya ungkapkan atau saya diamkan saja?
Terima kasih ustadz atas jawabannya, jazakallaahu khairan
Assalamu'alaykum warahmatullah.
1.bagaimana ustadz hukum penerimaan pajak itu di korupsi/digunakan untuk memperkaya diri, contoh gayus tambunan dan masih banyak gayus gayus yg lain??
2. menurut ustadz lebih baik membayar pajak atw zakat saja stlh kita ketahui di penerimaan pajak itu di korupsi oleh oknum??
jazakallaah khayra..
Untuk Ummu
Itulah diantara tidak berkah-nya harta yang haram semisal pajak.
Membayar zakat itu kewajiban setiap muslim yang sudah memenuhi syarat.
Wajib sabar dengan kezaliman pemerintah semisal kewajiban pajak.
Untuk Paman
Maaf, saya belum berani memberikan jawaban untuk pertanyaan anda.
bismillah. . .
ya ustadz, ana minta nasihat tentang apa yang harus ana lakukan. . .
ana adalah lulusan sekolah kedinasan di bawah departemen keuangan RI thn ’09 jurusan akuntansi. tahun ini, anak akuntansi banyak yang ditempatkan di instansi pajak, termasuk ana. . .ana saat itu mengajukan usulan pindah instansi namun pimpinan berkata belum bisa pindah instansi untuk saat ini. . .kemudian, jikalau ana memutuskan untuk keluar dari instansi pajak atau dengan kata lain keluar dari ikatan dinas dengan depkeu, ana memiliki konsekuensi untuk membayar denda kepada negara yang jumlahnya cukup besar, ana tak sanggup memenuhinya melihat kondisi ekonomi ana dan ortu ana sekarang. . .
lalu, bagaimana saran ustadz berkaitan dengan kondisi ana saat ini? apakah ini dapat dikatakan sebagai perkara dhoruri karena ana terkesan seperti “dipaksa” bekerja di pajak namun hati ini tetap membenci dan menolaknya? kemudian, bagaimana dengan status gaji ana saat ini ya ustadz. . apakah halal apakah haram?
jazakallohu khoiron. . .
Untuk Ibnu
Coba anda tanyakan kepada ustadz yang lain, semisal kepada ustadz Abu Ubaidah Yusuf dalam situs beliau.
Assalamu’alaikum ustadz,Ada 3 hal yg muncul di benak saya ketika membaca tulisan ini. Yg pertama adlh untuk terjemahan dr bahasa arab, kata bea cukai dan pajak yg langsung diterjemahkan secara mentah2. Saya kurang mengerti bhs arab, tp saya tahu bahwa dlm bahasa arab sendiri ada beberapa kata yg mengacu pd kata pajak. Menurut saya ini bs memberikan interpretasi yg salah bg pembaca, terutama yg awam sperti saya. Saya mengerti bahwa pembahasan mengenai permasalah berkaitan agama Islam hrs mengacu pd dalil, namun seringkali translate yg salah/kurang hati2 dr dalil yg berbahasa arab ke bhs lain menimbulkan penafsiran yg salah pula. Mohon ini dicermati…Kedua, menurut saya dlm Islam ada beberapa jenis pajak yg dibolehkan, antara lain berkaitan dgn perdagangan dan pajak bumi yg diambil dr kaum nonmuslim. Di arab sendiri jg berlaku pajak terhadap orang asing dan perusahaan asing/partner. Ketiga, jika memang pajak memang haram, maka seluruh rakyat indonesia telah menikmati hasil dr uang haram tsb brp pemanfaatan jalan umum, raskin, jamkesmas (jaminan kesehatan masyarakat miskin), sekolah gratis, subsidi listrik, subsidi bbm krn pajak di negara ini menyumbang lebih dr 70% pemasukan untuk pembangunan negara, termasuk jg untuk gaji seluruh pegawai sipil, guru dsb. Apakah telah ada solusi untuk permasalahan ini?Terima kasih,Wassalamu’alaikum…
Untuk Akum
Wa’alaikumussalam
1. Tolong sampaikan dimana letak kesalahan penerjemahan dari tulisan di atas.
2. Pajak bumi dari non muslim memang boleh, lalu bagaimana dengan pajak bumi dari muslim?
Pajak untuk barang impor dari negara kafir memang dibenarkan, lalu bagaimana dengan pajak barang impor dari sesama negara muslim?
3. Kewajiban kita untuk mencari solusi, bukan malah ‘mempertanyakan’ aturan syariat.
assalamu’alaykum ustadz
‘afwan ana mau menanyakan.. ad salah seorang akhwat salafy yg mana di blognya memposting info tentang “usm STAN/ujian saringan masuk STAN” yg mana diketahui setelah lulus dr STAN salah satunya pasti akan di tempatkan di ditjen pajak. Ana sudah menasehati akhwat tsb tp beliau tdk mau menghapusnya kecuali ad pernyataan dr salah satu ustadz yg “melarang info penyebaran tsb”
Ana mohon dengan sangat, ustadz bisa menjelaskan secara detail beserta dalil-dalilnya..???
barakallahu fiik..
Untuk Ummu
Wa’alaikumussalam
Cukuplah tulisan-tulisan tentang haramnya pajak sebagai peringatan
Assalamu’alaikum,
Ustadz, apakah musibah yang menimpa bangsa indonesia, banyaknya penguasa yang dzalim, dan hal-hal jelek lainnya, salah satu penyebabnya karena bangsa ini dibangun dengan dana dari pajak??
Sehingga tidak membawa keberkahan terhadap bangsa ini??
Untuk Orang
Mungkin. Moga Allah memaafkan kita.
Assalamualaikum WrWb Ustad
Saya mendapatkan sebuah artikel dimana Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma’ruf Amin menyatakan haram hukumnya gerakan memboikot pajak karena membayar pajak itu wajib berdasarkan hukum syariah.
http://www.hidayatullah.com/berita/lokal/11322-mui-jangan-boikot-pajak–
Beliau menyebutkan, membayar pajak itu wajib berdasarkan hukum syariah. Hal itu mencontoh penerapan kebijakan serupa dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab usai Nabi wafat.
“Saat itu, kekhalifahan Islam telah memiliki banyak pegawai dan tentara yang bertugas melayani dan melindungi masyarakat. Namun, dana baitulmal bersumber zakat tidak mencukupi. Terlebih, dana zakat hanya bisa digunakan untuk delapan golongan saja. Karena tidak cukup dari Baitulmal makanya ada pajak yang dikenal dengan istilah darb,’’ kata Ma’ruf.
Bagaimana tanggapan Ustad? Terima Kasih
Untuk Dwi
Wa’alaikumussalam
Silahkan bandingkan dalil-dalil dari dua pihak yang berbeda.
Kita tidak menyerukan untuk memboikot pajak. Tolong baca:
https://ustadzaris.com/menyikapi-pajak-dengan-bijak
pak ustadz, bagaimana dengan pembayaran PLN, klo kita tidak bayar walaupun tidak mampu, maka langsung di putus alirannya, bukannya ini juga suatu bentuk kezaliman juga??
utk jojo
Itu bukan termasuk pajak tapi jual beli jasa.
@all,
Spertiny,’profesi’ yg aman cm jd ustad saja y?
Bs tentukan halal & haram..
Klo profesi lain psti brhub.dgn yg haram sec. langsung/tdk langsung..