Tanya: Apakah sah shalat bermakmum di belakang orang yang berdoa kepada orang yang telah meninggal dunia?
Jawab:
Orang yang berdoa meminta pertolongan, memohon agar hajatnya terpenuhi dan kesusahannya dihilangkan kepada yang telah meninggal dunia adalah orang yang musyrik dan kafir. Oleh karenanya tidak sah shalat dibelakangnya. Siapa saja yang shalat di belakangnya ketika belum mengetahui kesyirikan imamnya maka dia berkewajiban untuk mengulang shalat setelah mengetahui keadaan orang tersebut.
Kaum muslimin bersepakat mengenai tidak sahnya shalat di belakang orang musyrik. Yang diperselisihkan di antara para ulama adalah shalat dibelakang orang yang fasik. Para ulama bermazhab hanbali dan yang lainnya mengatakan bahwa shalat di belakang orang yang fasik itu tidak sah. Ulama yang lain berpendapat bahwa shalat tersebut sah namun makruh.
Pendapat yang benar, shalat di belakang orang yang fasik itu sah namun shalat di belakang orang yang shalih itu yang lebih baik.
Ingat perbedaan pendapat ini terkait dengan orang yang bertauhid namun fasik. Sedangkan shalat di belakang orang yang musyrik itu tidak sah dengan sepakat ulama.
HADIRILAH….
KAJIAN ISLAM INTENSIF UNTUK UMUM
Bersama :
Al Ustadz Dzulqarnain bin Muhammad Sunusi
Waktu:
Jum’at – Ahad, 23- 25 Oktober 2009
Pukul 08.00 WIB s.d. Selesai
Termpat :
Masjid Jajar, Surakarta
Materi/Kitab :
1. Haji Bersama Rasulullah
(Kitabul Hajj, dari Bulughul Maram)
2. Identifikasi Total terhadap Pemahaman Firqoh Khawarij
Insya Allah Kajian bisa diikuti secara online/live via :
1. Paltalk : room Salafiyin
2. YM : mahad_ilmi
3. Web : http//jajar.890m.com
4. Radio Al Madinah 101.9 FM (Khusus Surakarta dan sekitarnya)
Kontak Panitia :
Arif Hidayat : 081 2153 8967,
Yasir : 0271-8096065,
Abu ‘Athif : 0271-7576679
http://salafiyunpad.wordpress.com/2009/10/14/dauroh-3-hari-bersama-al-ustadz-al-fadhil-dzulqornain-solo23-25-oktober-2009/
Ustadz, bukankah sebelum orang tersebut divonis musyrik dan kafir harus ditegakkan hujjah terlebih dahulu. Mungkin saja ia melakukan kesyirikan karena ketidaktahuan dan kebodohan. Saya pernaha membaca ulasan dari Syaikh Kholid al-Anbary dalam bukunya “al-Hukmu bighoyri ma Anzalallohu”, ketika beliau menerangkan syarat-syarat takfir diantaranya : “Seorang muslim tidaklah menjadi kafir hanya dengan perkataan, perbuatan serta keyakinan, kecuali setelah ditegakkan kepadanya hujjah dan dihilangkan darinya syubhat (kesamar-samaran)”. Bahkan beliau berkata : “Tegaknya hujjah tidak cukup hanya sekedar hujjah itu sampai kepadanya, bahkan ditambah dengan memahami dan tanpa adanya syubhat yang menghalanginya”.
Maksud ana, agar kita tidak bermudah-mudah dalam memvonis seseorang musyrik dan kafir tanpa memperhatikan syarat-syarat pentakfiran dan penghalang-panghalangnya.
Afwan, kalau ada yang salah…
Utk.Akh.Abu Yasmin: Coba dibandingkan antara buku Syaikh al-Anbari dg buku “At-Tawassuth wal Iqtishad” karya Syaikh as-Saqqof yg dimuroja’ah oleh Ibnu Baaz. Insya Allah,antum akan menemukan ulasan yg lain. Silahkan merujuk. Uhibbukum fillah..
Untuk Abu Yasmin
Status seorang muslim yang melakukan kemusyrikan semisal percaya ramalan dukun, sesajen itu diperselisihkan oleh para ulama ahli sunah. Ada dua pendapat dalam hal ini.
1. Di dunia dia diperlakukan sebagaimana layaknya orang kafir dan musyrik meski belum ada iqomah hujjah. Adapun di akherat maka dia akan Allah perlakukan sebagaimana orang kafir jika ilmu telah sampai padanya.
Inilah pendapat yang dipilih oleh Lajnah Daimah, Ibnu Baz, Sholih Alu Syaikh dan Abdul Aziz ar Rajihi.
2. Orang tersebut tidak diperlakukan sebagaimana layaknya orang kafir sampai ada iqomah hujjah.
Inilah pendapat Ibnu Utsaimin dan Alalbani.
Adanya perselisihan dalam hal ini disampaikan oleh Syekh Abdul Muhsin al Abbad dalam buku Syarh beliau untuk kitab Adab al Masy-i ila ash Sholah karya Syeikh Muhammd bin Abdul Wahhab.
Sehingga hendaknya orang berlapang dada dalam hal ini ketika melihat ada orang yang punya pendapat yang beda dengan pendapat pilihannya karena hal adalah masalah yang diperselisihkan di antara para ulama ahli sunnah.
Uhibbukum fillah….
Ustadz, apakah para Ulama’ juga brbeda pendapat dlm membid’ahkan sseorang?yakni apakah hrs disyaratkan Iqamah hujjah atau tdk perlu disyaratkan demikian? Syukron..
Untuk Budi
Benar, ada dua pendapat ulama dalam masalah ini.
1. Seorang yang melakukan bid’ah itu dinilai sebagai ahli bid’ah tanpa ada iqomah hujjah karena iqomah hujjah dalam hal ini menyebabkan orang tersebut layak untuk divonis kafir. Ini pendapat Syeikh Ibrahim ar Ruhaili sebagaimana pernah saya dengar sendiri ketika mengajarkan risalah beliau, An Nashihah lis Syabab dalam sebuah dauroh beberapa tahun yang lewat.
2. Tidak ada vonis ahli bid’ah sebelum ada iqomah hujjah. Ini pendapat Ibnu Utsaimin sebagaimana bisa dibaca dalam Syarh beliau untuk Arbain Nawawiyyah.
Catatan penting dalam hal ini:
Tidak semua bid’ah itu menyebabkan pelakunya divonis sebagai ahli bid’ah. Semua yang membaca komentar saya ini, saya haruskan untuk membaca tulisan saya yang ada di blog ini dengan judul ‘Tidak Salafi Karena Beda Guru Ngaji’ agar komentar ini tidak menimbulkan salah faham. Jazakumullahu khoiron.
Ustadz,setelah imam solat salam,biasanya masih ada beberapa jama’ah yang masbuk.Ketika kita datang ke masjid saat itu, bolehkah kita bermakmum kepada orang yang masbuk tersebut?
Untuk Abu Ashma
Boleh sebagaimana fatwa Lajnah Daimah
ustadz, maaf kalau melenceng dari bahasan.
saya pernah baca wajibnya shalat ke masjid, hanya bila mendengar seruan adzan (yg dikumandangkan tanpa mikrofon) hingga terdengar dari masjid ke rumah kita / posisi kita berada. kalau tidak terdengar maka jarak masjid dianggap terlalu jauh dari posisi kita hingga gugur kewajiban ke masjid. Kalau tidak salah dari Syaikh Bin Baz / lajnah daimah.
1.) Ini berhubungan dengan karyawan kantor di gedung2 bertingkat yg nyaris tidak mendengar adzan dari masjid, meskipun dikumandangkan dgn mikrifon, apakah tetap wajib mendatangi masjid saat waktu shalat tiba ? atau bisa berjamaah dgn tmn2 kantor di mushalla kantor ? kalau bisa di mushala kantor, apakah bisa telat2 dikit, karena selain tidak ada adzan di mushala, kita kerepotan mengumpulkan / mengajak tmn2 utk bareng berjamaah.
2.) kalau saat ujian berlangsung (bagi mahasiswa di kampus), lalu masuk waktu shalat dan terdengar adzan, apakah bisa udzur menyelesaikan ujian / test, atau tetap wajib ke masjid ?
3.) kalau sedang safar, dan sudah tiba di kota tujuan safar dan menetap hingga bbrp hari (utk berniat pulang ke kota asal), apakah di kota tujuan kita menginap itu tetap wajib menjawab seruan adzan , atau hukumnya sama seperti dalam perjalanan dari kota asal ke kota tujuan sebagaimana musafir ?
mohon solusinya. krn ini menyangkut aktivitas saya
jazakallahu khairan
ustadz maaf kalo kurang adab, tapi saya butuh mendesak jawaban 3 pertanyaan di atas
Untuk Abang
1. Demikian pendapat ibnu Baz, sebelumnya adalah pendapat Imam Syafii tolak ukurnya adalah suara adzan tanpa pengeras suara dan kondisi sunyi sepi. lain lagi pendapat al Albani, pendapat beliau yang jadi tolak ukur adalah masuknya waktu sedangkan sarananya bebas bisa dengan suara adzan, bisa juga dengan jam. Pendapat yang laing kuat adalah pendapat kedua.
2. Boleh berjamaah di musholla kantor karena alasan khawatir para karyawan pada datang nelat sepulang sholat atau alasan lainnya yang semisal. Demikian pendapat Ibnu Utsaimin di Syarh Mumti’.
3. Boleh menunda sholat sampai ujian selesai lantas shalat berjamaah bersama teman-teman.
4. Jika tidak halangan maka wajib berjamaah di masjid terdekat.
menanggapi jawaban ustadz terhadap abu yasmin, berarti masalah vonis takfir ada perbedaan antar ulama dalam menyikapinya, lalu bila saya memilih pendapat yg harus adanya iqomatul hujjah terlebih dahulu apakah boleh ustadz?
Untuk Hidup
Boleh saja.
ustadz,ana ada pertanyaan yg agak melenceng,,sebenarnya jarak yang boleh dilewati di depan orang shalat adalah 3 hasta. Pertanyaan ana 3 hasta itu diukur dari titik org itu sujud ato titik dimana dia berdiri?mana yg plg benar ustadz
Untuk Hidup
Dari dia berdiri
Assalamulaykum ustadz aris
fasik itu seperti apa ya?
kalau orang tua masih sering mengadakan tahlilan, 100 hari dsb. atau percaya pada orang yang dianggap kiai atau ustad tetapi orang itu juga memberi air yang katanya sudah didoakan baik sendiri ataupun bersama2 atau kain yang bertuliskan huruf2 arab yang saya tidak tau itu bacaan apa, hal-hal itu termasuk apa?? tetapi beliau memang rajin beribadah termasuk yang sunah juga beliau lakukan. beliau suka mengajak anggota keluarga kami untuk sholat berjamaah di rumah, kalau saya menjadi makmum orang tua saya itu boleh? untuk menghormati orang tua dan agar tidak dibilang sesat oleh keluarga.
sah atau tidak ya ustadz?
apa saya perlu mengulangi shalat saya???
afwan bila pertanyaannya berbelit belit. mohon dibalas ustadz.
jazakallahu khair ustadz…
Untuk Awam
Wa’alaikumussalam
1. Orang fasik adalah orang yang melakukan dosa besar dan belum bertaubat darinya.
2. Anda boleh bermakmum di belakang orang tersebut asalkan dia bukanlah orang yang percaya dengan ramalan dukun tentang masa depan atau hal semisalnya.
Asslammualaikum… uztad, afwan agak menyimpang juga dari tema, sholat di masjid termasuk syarat syah Sholat tidak bagi laki2x?? tlg jawabany.. sukron jazakallah khair…
Untuk Abdullah
Wa’alaikumussalam
Berjamaah di masjid itu wajib atas seorang muslim namun bukan syarat sah sholat menurut pendapat yang paling kuat.
Alhamdulillah, sukron atas jawabnya…
ada yg ingin ana tanyakan lagi, dalam menanggapi pertanyaan akhi Abu Yasmin diatas antum pribadi mengambil pendapat yg mana, pendapat 1 atu 2?
Untuk Abdullah
Coba cermati jawaban-jawaban saya niscaya anda tahu mana yang saya pilih dalam masalah ini.
sepertinya anda memilih pendapat Ibnu Baz, y?
Assalamu’alaikum
Maaf Ustadz saya mau bertanya masalah bermakmum dengan orang musyrik,dijelaskan sebelumnya bahwa kita harus mengulang sholat kita,karena tidak sah,lantas bagaimana jika kita telah sering bermakmum terhadap orang tersebut,& baru kita ketahui kesyirikan orang tersebut dikemudian hari,apakah kita harus mengulang semua sholat kita yang kita bermakmum kepadanya?Orang tersebut adalah Imam sholat wajib & jum’at dikampung.apakah saya harus memperingatkan orang lain,atau cukup untuk saya sendiri[kebetulan saya tahu karena bertanya padanya tentang amalan syiriknya].Atas jawabanya saya ucapkan terimakasih.
Maaf Ustadz saya bertanya karena terancam tidak bisa sholat berjama’ah,2 masjid Imamnya berdoa kepada Rosululloh,yang satu masjid Imamnya klo malem minta kepada malaikat agar dibangunkan sholat malam.saya bermakmum kepada mereka telah lama,lantas apakah saya harus mangganti semua sholat saya Ustadz,terima kasih Ustadz.
Assalamualaikum ustadz,
Kakek saya pernah mengobati dengan air doa kemudian mencelupkan seperti benda pusaka kedalam air tsb, setelah saya tanya.. katanya itu hanyalah sebagai perantara, kesembuhan di tangan Allah. Apakah sholat saya sah di belakang kakek saya? Kebetulan beliau menjadi imam di masjid. Mohon jawaban ustadz…
Dan bagaimana hukumnya atas hal yang dilakukan kakek saya?