Banyak orang yang sudah mengenal pentingnya sunah dan bahaya bid’ah dihinggapi kebingungan tentang kaedah yang tepat untuk membedakan antara ied, hari raya, perayaan dan peringatan yang bid’ah dan yang bukan. Hal yang sama juga saya alami. Oleh karena itu, saya pun terus mencari. Sampai hari ini hasil pencarian yang paling bagus yang saya dapatkan adalah penjelasan dari para ulama yang ada di Lajnah Daimah. Fatwa ini secara tidak sengaja saya baca pertama kali di http:www. Islamway.com/?iw_s=Fatwa&iw_a=view&fatwa_id=3570.
Kemudian dengan taufik dari Allah kemudian info dari akhuna fadhil Muhammad Abduh saya jumpai teks fatwa tersebut di Fatawa Lajnah Daimah jilid 3 halaman 88-89 terbitan Dar Balansiah Riyadh, cetakan ketiga tahun 1421 H. Fatwa tersebut ditandatangani oleh Syeikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz sebagai ketua Lajnah Daimah dan Syeikh Abdurrazaq Afifi sebagai wakil ketua Lajnah Daimah.
Berikut ini teks fatwa Lajnah Daimah:
ما هو حكم الشرع في الاحتفال بمولد الرسول صلى الله عليه وسلم ، وبعيد مولد الأطفال ، وعيد الأم ، وأسبوع الشجرة ، واليوم الوطني ؟
Lajnah Daimah mendapatkan pertanyaan sebagai berikut, “Apa hukumnya menurut agama mengadakan peringatan maulid nabi, hari anak, hari ibu, pekan pohon (nasional) dan hari kemerdekaan?”
الحمد لله
أولًا: العيد اسم لما يعود من الاجتماع على وجه معتاد إما بعود السنة أو الشهر أو الأسبوع أو نحو ذلك فالعيد يجمع أموراً منها: يوم عائد كيوم عيد الفطر ويوم الجمعة، ومنها: الاجتماع في ذلك اليوم، ومنها: الأعمال التي يقام بها في ذلك اليوم من عبادات وعادات.
Jawaban Lajnah Daimah adalah sebagai berikut:
Yang disebut ied atau hari perayaan secara istilah adalah semua bentuk perkumpulan yang berulang secara periodik boleh jadi tahunan, bulanan, mingguan atau semisalnya. Jadi dalam ied terkumpul beberapa hal
a) hari yang berulang semisal idul fitri dan hari Jumat,
b) berkumpulnya banyak orang pada hari tersebut,
c) berbagai aktivitas yang dilakukan pada hari itu baik berupa ritual ibadah ataupun non ibadah
ثانيًا: ما كان من ذلك مقصوداً به التنسك والتقرب أو التعظيم كسبًا للأجر، أو كان فيه تشبه بأهل الجاهلية أو نحوهم من طوائف الكفار فهو بدعة محدثة ممنوعة داخلة في عموم قول النبي صلى الله عليه وسلم: “من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد” رواه البخاري ومسلم، مثال ذلك الاحتفال بعيد المولد وعيد الأم والعيد الوطني لما في الأول من إحداث عبادة لم يأذن بها الله، وكما في ذلك التشبه بالنصارى ونحوهم من الكفرة، ولما في الثاني والثالث من التشبه بالكفار،
Hukum ied terbagi menjadi dua. Ied yang tujuannya adalah beribadah, mendekatkan diri kepada Allah dan mengagungkan hari tersebut dalam rangka mendapat pahala atau id yang mengandung unsur menyerupai orang-orang jahiliah atau golongan-golongan orang kafir yang lain maka hukumnya adalah bid’ah yang terlarang karena tercakup dalam sabda Nabi, “Barang siapa yang mengada-adakan amal dalam agama kami ini padahal bukanlah bagian dari agama maka amal tersebut tertolak” (HR Bukhari dan Muslim).
Misalnya adalah peringatan maulid nabi, hari ibu dan hari kemerdekaan. Peringatan maulid nabi itu terlarang karena hal itu termasuk mengada-adakan ritual yang tidak pernah Alloh izinkan disamping menyerupai orang-orang Nasrani dan golongan orang kafir yang lain. Sedangkan hari ibu dan hari kemerdekaan terlarang karena menyerupai orang kafir.
وما كان المقصود منه تنظيم الأعمال مثلًا لمصلحة الأمة وضبط أمورها، وتنظيم مواعيد الدراسة والاجتماع بالموظفين للعمل ونحو ذلك مما لا يفضي به التقرب والعبادة والتعظيم بالأصالة، فهو من البدع العادية التي لا يشملها قوله صلى الله عليه وسلم: “من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد” فلا حرج فيه بل يكون مشروعًا.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم.
فتاوى اللجنة الدائمة بالسعودية
Sedangkan ied yang bertujuan untuk sekedar memenej kegiatan untuk kepentingan satu negara dan dalam rangka mengatur kepentingan negara, semisal pekan lalu lintas, pengaturan jadwal pelajaran (baca:kalender pendidikan) dan jadwal pertemuan dengan para pegawai untuk membuat rencana kerja (semisal raker, pent) dan hal-hal lain yang sama sekali tidak menyebabkan hal tersebut dijadikan sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah serta pengagungan terhadap hari-hari tertentu. Id dalam bentuk semacam ini termasuk inovasi dalam masalah dunia sehingga tidak termasuk ke dalam sabda Nabi, “Barang siapa yang mengada-adakan amal dalam agama kami ini padahal bukanlah bagian dari agama maka amal tersebut tertolak” (HR Bukhari dan Muslim).
Oleh karenanya, ied semacam itu hukumnya tidak mengapa bahkan dianjurkan (karena membawa manfaat, pent)”.
Sampai di sini penjelasan dari Lajnah Daimah.
***
Dari keterangan di atas kita bisa berkesimpulan bahwa id dalam artian hari atau kegiatan yang rutin berulang secara periodik terbagi menjadi dua, ada yang terlarang dan ada yang dibolehkan.
Yang terlarang juga ada dua macam. Yang pertama adalah id yang diperingati atau dirayakan dalam rangka mencari pahala padahal tidak pernah Nabi ajarkan. Yang kedua adalah id yang pada asalnya berasal dari kebiasaan orang-orang kafir.
Sedangkan id yang diperbolehkan adalah id yang terkait dengan perkara murni dunia dan dengan tujuan sekedar memenej dan mengorganisir kegiatan.
Barokallohu fiik ustadz,
Yang dapat saya pahami, kata kuncinya adalah “adanya pengagungan / penghormatan terhadap hari-hari itu” Betul tak?
Untuk Arief
Demikian, salah satu kata kuncinya,
Assalamu’alaikum
pa ustadz bagaimana apabila perayaan tersebut diniatkan dalam rangka mensyukuri nikmat Allah,seperti ulang tahun,ataupun syukuran pergi haji?
terima kasih
Untuk Rahma
Wa’alaikumussalam
1 Ulang tahun dalam rangka bersyukur hukumnya bid’ah.
2. Syukuran pergi haji jika niatnya sekedar acara makan-makan dan rame-rame maka hukumnya boleh. Jika dengan tujuan wujud syukur maka ini adalah ibadah yang tidak pernah Allah ajarkan,
Assalaamu’alaykum…
Ustadz, bagaimana hukum ziarah kubur pada saat hari Raya.. seperti yang umum dilakukan kaum muslimin saat ini?
Bagaimana pula jika ada orang yg melakukannya tetapi orang tersebut tidak bermaksud mengkhususukannya pd hari Raya ?
Afwan, pertanyaanya diluar topik pembahasan..
Syukron.
Barokallahu fiykum..
Untuk Ummu ‘Ammar
Wa’alaikumussalam
Hukumnya adalah bid’ah dalam ziarah. Merutinkan hal ini adalah bukti kalau pelakunya telah mengkhususkan hari tersebut untuk ziarah kubur.
Ustadz kalau menurut saya bukan merutinkan atau sampai hukum wajib ziarah pada hari itu. Karena mungkin waktu luang untuk berziarah tersebut adalah pada waktu itu bersama dengan keluarga. Bukankah dalam hadist disebutkan kami melrang berziarah tapi sekarang berziarahlah. Jadi, hukum berziarah setelah hari raya itu bukan bid’ah tapi rasional berziarah tapi hanya satu tahu sekali berdasarkan hadist di atas. Kalau kita mewajibkan hari itu maka itulah yang bid’ah.
kalau ada yang meraas kurang karena tidak pada hari itu dilaksanakan ziarah itulah yang jadi sesat dan bid’ah.
Untuk Ridho
Bahkan menganjurkan ziarah kubur pada hari ied sudah bid’ah, tidak sampai harus mewajibkan sebagaimana anda katakan. Ingat anjuran atau sunah adalah hukum syariat yang harus berdalil.
Merutinkan ziarah kubur ketika hari ied adalah tindakan yang tidak rasional karena hari libur atau waktu luang yang bisa dimanfaatkan untuk ziarah kubur itu tidak hanya ketika ied.
afwan ustadz, Assalamu’alaikum warohmatullohi wabarokatuh
lain keadaannya kalo saya ziarah kubur setiap kali saya pulang kampung, soalnya saya hanya bisa pulang setiap kali lebaran, apakah termasuk bid’ah?
barokallallohu fiiq
Wassalamu’alaikum warohmatullohi wabarokatuh
utk es
Saya sarankan agar anda melakukan ziarah sebelum hari raya atau beberapa hari setelah lebaran.
asalamualaykum ustazasri
ALHAMDULILLAH HIROBILALAMIN.
Muga dengan jawapan ustaz dapat memberi hidayat ummat di akhir zaman ini
AMIN
bismillah..kalau merayakan ulang tahun dilarang, bagaimana dengan sekedar MENGUCAPKAN selamat dengan maksud mendoakan yg ulang tahun?
jazakallah khair ustadz
@nadil
Tidak boleh