Tanya: Terkait dengan dahi yang hitam karena bekas sujud, bagaimana dengan hadits yang mengatakan bahwa sujud yang benar adalah harus ditekan?
081 392685687
Jawab:
Nabi pernah mengajari tata cara shalat yang benar kepada seseorang. Di antara yang beliau ajarkan adalah beliau bersabda,
إِذَا سَجَدْتَ فَمَكِّنْ لِسُجُودِكَ
“Jika engkau sujud maka berilah tekanan pada sujudmu” (HR Abu Daud no 859 dari Rifa’ah bin Rafi’ dan dinilai hasan oleh al Albani).
عَنْ أَبِى حُمَيْدٍ السَّاعِدِىِّ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ إِذَا سَجَدَ أَمْكَنَ أَنْفَهُ وَجَبْهَتَهُ مِنَ الأَرْضِ وَنَحَّى يَدَيْهِ عَنْ جَنْبَيْهِ وَوَضَعَ كَفَّيْهِ حَذْوَ مَنْكِبَيْهِ
Dari Abu Humaid as Sa’idi, sesungguhnya Nabi jika bersujud beliau menekankan hidung dan dahi beliau di tempat sujud, menjauhkan kedua tangannya dari dua lambungnya dan meletakkan kedua telapak tangannya sejajar dengan bahunya (HR Tirmidzi no 270. Hadits ini dinilai sebagai hadits hasan shahih oleh Tirmidzi dan dinilai shahih oleh al Albani).
Tentang makna dua hadits di atas al Albani mengatakan,
“Hadits di atas menunjukkan bahwa yang dimaksud meletakkan dahi ketika sujud tidak cukup dengan hanya menyentuhkan dahi di tempat sujud. Yang benar ada kewajiban untuk memberikan beban kepala dan leher pada tempat sujud sehingga dahi itu dalam posisi yang kokoh di tempat sujud. Artinya jika orang yang shalat tersebut bersujud di atas kapas, rumbut atau benda yang diisi kapas atau rumput maka orang tersebut wajib menekankan kepalanya sehingga benda yang menjadi tempat sujud itu tertekan karenanya dan seandainya tangan orang tersebut diletakkan di bawah benda tadi maka akan ada bekas di tangan. Jika tata cara sujud semacam ini tidak dilakukan maka sujud tersebut adalah sujud yang tidak sah menurut pendapat yang paling kuat dalam pandangan para ulama bermazhab syafii.
Imam Haramain berkata, “Menurutku sujud itu cukup dengan menempelkan kepala dan tidak perlu ditekankan bagaimana pun bentuk tempat sujud”.
An Nawawi (3/423) berkata, “Yang sesuai dengan mazhab Syafii adalah pendapat pertama (yaitu kepala harus ditekankan ketika bersujud). Inilah pendapat yang dipilih oleh syeikh Abu Muhammad al Juwaini, penulis kitab al Tatimmah dan penulis kitab al Tahdzib”.
Kukatakan bahwa harus ditekan, itulah pendapat yang benar karena memilih pendapat Imam Haramain di atas berarti tidak mempraktekkan menekan yang terdapat dalam hadits. Tentu hal ini tidak diperkenankan sebagaiman bisa kita ketahui dengan jelas” (Ashlu Shifat Shalat Nabi 2732-733).
Berdasarkan uraian di atas jelaslah bahwa yang dimaksud dengan menekankan dahi dan hidung ketika bersujud adalah kebalikan dari sekedar hanya menempelkan. Oleh karena itu mempraktekkan hal ini tidaklah menyebabkan timbulnya noda hitam di dahi apalagi noda hitam di hidung.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan khulafaur rasyidin adalah orang yang paling paham dan menerapkan ketentuan in dalam shalat yang mereka lakukan. Namun fakta membuktikan bahwa tidak ada sama sekali noda hitam di dahi-dahi mereka sebagaimana yang telah kita bahas di majalah ini di edisi yang lewat. Wallahu a’lam.
jazakallahu khaira
semoga ilmu dan umur antum selalu diberkahi ustadz
ditunggu artikel2 selanjutnya
assalaamu ‘alaikum wa rahmatullaah wa barakaatuh,
ustadz,
jazaakumullaah khairaa,
alhamdulillaah,
sebelumnya ana sudah berhati-hati supaya tidak ada bekas hitam di wajah,
mungkin tips ini bisa membantu ikhwah sekalian,
-yg ana tau, bekas hitam itu karena gesekan antara dahi dan tempat sujud, bukan karena kokohnya sujud,
-ketika seseorang sujud di atas alas, misalnya karpet dan ternyata karpet tersebut teksturnya lumayan kasar tentunya akan berbeda ketika bersujud di atas keramik atau yg teksturnya halus, dan gesekan pun bisa kita minimalisir,
-kemudian, ketika ana perhatikan orang-orang yg ada bekas hitam di wajah mereka,
mereka tidak sadar dan terkadang berlebihan ketika sujud,
-ketika mereka hendak meletakan dahi ke tempat sujud biasanya terlihat menggesek tempat sujud ke arah depan,
-kemudian ketika hendak bangun dari sujud, mereka menggesek dahi ke arah belakang dan ini banyak ana lihat, sepertinya mereka tidak sadar,
-kemudian teknik bangun dari sujud pun, sepengetahuan ana, mereka menarik pinggul ke belakang sementara dahi masih menempel di tempat sujud, pastinya terjadi gesekan, dan alangkah baiknya dahi diangkat terlebih dahulu kemudian bangun.
untuk sekalian ikhwah,
baiknya kita mempraktekan segala sunah yg sudah kita ketahui dengan pemahaman yg benar, tentunya dengan pengetahuan yg luas dan bukan dengan deskripsi yg ada di benak kita semata setelah kita membaca atau mendengar,
baiknya kita mengikuti langsung kajian-kajian ilmiah tentang sifat salat nabi dari banyak ustadz sehingga kita bisa melihat langsung praktek salatnya dan tidak mencukupkan diri dari sekedar membaca dan mendengar.
assalaamu ‘alaikum wa rahmatullaah wa barakaatuh,
ustadz,
jazaakumullaah khairaa,
alhamdulillaah,semoga bermanfaat
Apakah sholat saya perlu diulang jika saya tdk menekan kepala ketika sujud, karena tdk disengaja, utk sujud menekan ini, kadang sadar atau tdk sadar alias suka lupa, krn ada hadis “Tidak sah shalat seseorang bila hidung dan dahinya tidak menekan ke tanah.” (HR. Daraquthni, Thabarani, dan Abu Nua’im) dalam buku Sifat Sholat Nabi karya Syeikh Albani.
Assalaamu ‘alaikum wa rahmatullah wa barakaatuh.
Saya mau menanggapi saudaraku Abu Ibrahim Aljilajabi.
Saudaraku Abu Ibrahim Aljilajabi mengatakan: “karpet tersebut teksturnya lumayan kasar tentunya akan berbeda ketika bersujud di atas keramik atau yg teksturnya halus, dan gesekan pun bisa kita minimalisir, ….” Sedangkan sebelumnya saudaraku Abu Ibrahim mengatakan bahwa bekas hitam semacam itu karena gesekan antara dari dengan bekas sujud. Mungkin ada benarnya, tapi saya punya pengalaman lain.
Saya juga punya pengalaman dengan bekas hitam di dahi dulu waktu saya masih kecil. Waktu itu belum “nge-tren” orang berjidat hitam. Waktu itu Ramadhan dan sebagaimana umat muslim lainnya saya bertarawih pada malam harinya. Kebetulan di daerah saya rakaatnya banyak. Kami bertarawih di surau yang lantainya tidak berkarpet lembut sebagaimana masjid pada umumnya. Lantai surau kami dahulu hanya dilapisi karpet plastik, dan hanya shaf terdepan saja yang ada sajadahnya. Seringnya saya shalat di shaf ke-2 dan seterusnya, karena selalu kalah duluan datang ke surau oleh yg tua2.
Dalam kurang dari sebulan di Ramadhan tsb, bekas hitam muncul di dahi dan ternyata menjadi perhatian ibunda saya. Beliau berkata: “Memangnya kau kalau sujud itu gimana? Kalau sujud pelan2 saja, tak perlu keras-keras (maksudnya di-“hujamkan” ketika kepala turun utk sujud) ke lantai.” Dan saya sadari memang mungkin karena terlalu bersemangat saya cenderung “menghujamkan” (istilah jawanya: di-“jeduk”-kan) kepala ke lantai ketika akan sujud. Berarti, bukan selalu gesekan dgn karpet yg halus yang menyebabkan dahi saya menghitam. Karena di-“jeduk”-kan juga bisa. Setelah saya mulai sujud pelan2, bekas hitam itu berangsur hilang.
IMHO, jika ternyata kita suda berhati2 dalam melakukan gerakan sujud sesuai dengan anjuran saudara kita Abu Ibrahim Aljilajabi tapi ternyata tetap ada tanda hitam di dahi kita, apa boleh buat… yang penting bukan diniatkan supaya hitam (riya’) menurut saya.
Wallahu a’lam.