Suasana adalah suatu yang sangat menakjubkan. Segalanya bisa berubah dengan sebab suasana. Minimal ada dua fenomena yang membuktikan hal tersebut. Saat bulan Ramadhan tiba, semua orang larut dalam suasana Ramadhan. Yang biasanya tidak pernah bangun malam tiba-tiba bisa bangun malam untuk makan sahur atau aktivitas yang lain. Yang biasanya tidak pernah pergi ke masjid berubah rajin ke masjid. Yang umumnya tidak pernah puasa, secara drastis kuat puasa berhari-hari. Yang semula jarang membaca al Qur’an pun berubah menjadi sangat rajin membaca al Qur’an. Apa sebab yang melatarbelakangi itu semua? Jawabannya adalah karena kekuatan suasana (baca: lingkungan).
Fenomena yang kedua adalah ketika menunaikan ibadah haji. Saat berada di dekat rumah Allah, Ka’bah semua manusia mengalami perubahan yang sangat kontras. Yang belum pernah berlinangan air mata karena terkenang dengan dosa dan merasa takut dengan siksaNya tiba-tiba bisa menangis tersedu-tersedu di depan Ka’bah. Berjalan kaki cukup jauh bahkan bisa sampai berkilo-kilo pun dijalani demi shalat di masjid padahal di tanah air boleh jadi rumahnya berada di sebelah masjid namun hati belum tergerak untuk mendatanginya. Mengapa ini semua bisa terjadi? Jawabannya adalah karena kekuatan suasana dan lingkungan. Orang yang tidak biasa berbuat baik bisa berubah sangat rajin berbuat baik ketika dia berada di lingkungan orang-orang yang suka berbuat baik. Sebaliknya orang yang pada mulanya rajin berbuat baik bisa berubah total ketika berada di lingkungan orang-orang yang malas berbuat baik.
Oleh karena itu, benarlah yang Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam katakan bahwa agama seseorang itu tergantung lingkungan pergaulannya.
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « الرَّجُلُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ ».
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Seseorang itu akan mengikuti agama teman dekatnya (baca:lingkungan pergaulannya). Oleh karena itu hendaknya kalian perhatikan siapakah yang kalian jadikan sebagai teman dekatnya” (HR Abu Daud no 4833, dinilai hasan oleh al Albani).
Karenanya tidaklah salah jika orang Arab memiliki pepatah
الصاحب ساحب
“Sahabat (baca:lingkungan pergaulan) itu menyeret”. Artinya lingkungan yang baik akan menyeret orang untuk menjadi baik. Sebaliknya lingkungan yang buruk akan menyeret orang untuk menjadi buruk.
Oleh karena itu, disebutkan dalam hadits yang lemah sanadnya namun insya Alloh benar kandungan isinya, agar kita mendahulukan langkah mencari lingkungan yang kondusif sebelum yang lainnya.
عَنْ سَعِيدِ بن رَافِعِ بن خَدِيجٍ ، عَنْ أَبِيهِ ، عَنْ جَدِّهِ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : الْتَمِسُوا الْجَارَ قَبْلَ الدَّارِ ، وَالرَّفِيقَ قَبْلَ الطَّرِيقِ .
Dari Said bin Rofi’ bin Khodij dari ayahnya dari kakeknya, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Pilihlah tetangga sebelum menentukan untuk berdomisili di suatu tempat dan pilihlah teman perjalanan sebelum menentukan arah perjalanan” (HR Thabrani dalam al Mu’jam al Kabir no 4257, dalam al Majmauz Zawaid no 13534, al Haitsami mengatakan, “Hadits ini diriwayatkan oleh Thabrani namun dalam sanadnya terdapat perawi yang bernama Aban bin al Muhabbar dan dia adalah seorang yang riwayatnya ditinggalkan (matruk)”).
Tidaklah diragukan bahwa lingkungan tetangga yang tidak baik sangat berbengaruh dengan kualitas iman kita di samping menentukan bagaimana model dan bentuk anak keturunan kita.
Oleh karena itu, di antara tanda taubat yang benar dan yang diterima oleh Alloh adalah hijrah lingkungan dengan pengertian meninggalkan lingkungan pergaulan yang buruk dan mencari lingkungan pergaulan yang baik. Sebagaimana nasehat seorang ulama di masa umat sebelum kita ketika menasehati seorang yang memiliki setumpuk dosa karena telah membunuh seratus orang yang tidak berdosa.
انْطَلِقْ إِلَى أَرْضِ كَذَا وَكَذَا فَإِنَّ بِهَا أُنَاسًا يَعْبُدُونَ اللَّهَ فَاعْبُدِ اللَّهَ مَعَهُمْ وَلاَ تَرْجِعْ إِلَى أَرْضِكَ فَإِنَّهَا أَرْضُ سَوْءٍ
“Pergilah ke kampung itu karena di sana terdapat orang-orang yang beribadah kepada Alloh. Beribadahlah kepada Alloh bersama mereka. Jangan pernah kembali ke kampungmu karena kampungmu adalah lingkungan yang buruk” (HR Muslim no 7184 dari Abu Said al Khudri).
Ketika Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menyampaikan hal ini, beliau tidak memberi tanggapan miring. Hal ini menunjukkan bahwa perkataannya dibenarkan oleh nabi kita shallallahu 'alaihi wa sallam .
Jika demikian pentingnya pengaruh lingkungan maka yang perlu kita lakukan adalah mempertahankan suasana baik yang pernah kita rasakan dengan mencari lingkungan pergaulan yang baik atau jika tidak memungkinkan maka kita harus membuat lingkungan yang baik di tempat kita berada.
Sesungguhnya ketika kita hidup di suatu komunitas hanya ada dua kemungkinan yang terjadi yaitu mempengaruhi atau dipengaruhi. Jika kita tidak mempengaruhi lingkungan sekitar kita maka pasti kitalah yang akan terpengaruh oleh lingkungan yang ada. Tidak ada pilihan lain dalam hal ini. Artinya tidak mungkin ada seorang yang berada di suatu lingkungan dan dia tidak mempengaruhi dan tidak dipengaruhi.
Tidak ada pilihan bagi seorang muslim kecuali berusaha mempengaruhi lingkungan tempat dia tinggal dan beraktivitas karena umat Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam yang baik adalah yang berjiwa pendakwah di manapun dia berada.
قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي
Yang artinya, “Katakanlah, ‘Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata’) (QS Yusuf:108).
Ibnul Qoyyim mengatakan, “Ayat tersebut menunjukkan bahwa pengikut Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam adalah orang-orang berilmu yang mendakwahkan agama Alloh. Barang siapa yang tidak seperti itu maka dia bukanlah pengikut Nabi yang sejati meski termasuk pengikut nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam pengakuan” (Madarij as Salikin 2/482)
assalamu’alaikum
menurut pa ustadz,apakah seorang anak itu lebih baik di sekolahkan di pesantren atau sekolah biasa mengingat bahwa yg namanya teman yang buruk tidak di pesantren ataupun di sekolah biasa pasti ada
terima kasih,semoga Allah membalas dengan kebaikan
Assalamu’alaikum..maaf ustadz, bagaimana dengan keadaan anak-anak sebagian dari anak seorang ustadz, karena selama ini saya memperhatikan kok banyak yang nakal sama seperti anak orang awam apa pengaruh dari lingkungan tempat tinggalnya atau gimana, mohon dijelaskan.
bener sekali ustadz…
kadang ada yg mau taat, tapi krn temen2 1 grupnya jelek semua, dia jadi sungkan & takut dibilang sok alim, makanya selama dia ngumpul dgn mereka mesti ngikjut kebiasaan buruk mereka juga. Supaya ‘diterima’ pergaulannya..
Untuk Rahma
Wa’alaikumussalam
Pilih yang paling sedikit bahaya-nya.
Untuk Paijo
Wa’alaikumussalam
Ada banyak faktor, boleh jadi tidak bisa mendidik (tidak semua ustadz menguasai masalah pendidikan anak), tabiat anak yang bandel, lingkungan teman pergaulan dll
Baarokallohufiik ya ustadz..mudah-mudahan jika Alloh Ta’ala menghendaki pengganti salman, kami diberikan kemudahan untuk mendidiknya sbgmna diajarkan Rosululloh Sholallohu ‘alaihi wassalam sesuai syariat islam. Bolehkan ucapan seperti itu ustadz?
Untuk Ummu Salman
Insya Allah, boleh.
Assalamu’alaikum salam kenal ustadz. Maaf Kalau alasannya tabiat anaknya yg bandel padahal anak seorang ustadz yg faham sekali masalah agama ini kok bisa yaa? Sharusnya mempunyai sifat yg sama dgn orang tuanya atau bahkan bisa lebih alim. Karena kebesaran seorang ulama bukan karena besarnya nama ayahnya tapi karena besarnya seorang ibu yg mendidik anaknya menjadi seorang yg berilmu dan berakhlaq mulia.
Untuk Aisy
Realita menunjukkan bahwa hal itu bisa saja terjadi
ustadz, bagaimana caranya melatih agar mata ini meneteskan air mata ketika mengingat dosa, membaca ayat-ayat al qur’an? apa saja penyebab mata ini tidak bisa meneteskan air mata?
Jazakumullahu khairan katsiira
untuk ilham
sebab pokok adalah kerasnya hati kita.
tentang masalah kenapa anak ustadz (kebanyakan) cenderung bandel/sulit diatur, slh satunya adl faktor genetik. Tidak semua ustadz terlahir sebagai ustadz, ustzd juga punya masa lalu ketika blm kenal manhaj yg benar. InsyaAllah dgn taufiq dariNya, jika mendapat pendidikan yang baik dan lingkungan yang sunny, insyaAllah anak ini perlahan berubah.
Tapi juga ada yang ingin “mendobrak tradisi”, bukan hanya ustadz, anak guru, kepsek, orang2 terpandang, biasanya sangat ga suka jika di banding2kan dengan ayah/ibu/kakaknya yg sudah alim/baik duluan.
kesibukan para asatidz juga bisa berpengaruh. Murid ana, seorang anak ustadz, hafalannya kacau balau, ketika ana tanya, ternyata di rumah tdk ada yang menemani belajar/jadi teman setir.
“Abi?”
“Ta’lim”
“Umi?”
“Ngurus adek”
“Setiap kapan ta’limnya?”
“Pagi, sore, sering malem”
padahal itu jam belajar anak.
Dari segi agama, ini adalah ujian bagi para asatidz,,
semoga Allah memudahkan jalan anak ini utk mjd lbh baik (suatu hari nanti) drpd generasi ayah2nya. Amin..