Berikut ini transkrip fatwa Syaikh Ibrahim ar Ruhaili tentang mengajar di sekolah atau pesantren yang ‘bermasalah’ karena orang-orangnya masih gado-gado. Fatwa ini beliau sampaikan pada acara Liqo’ Maftuh ketiga dalam Dauroh Syar’iyyah yang diadakan di Malang pada tahun 2006. Dalam rekaman Liqo’ Maftuh fatwa beliau ini ada pada menit ke 51:15 sampai 52:59.
قال القارئ: السائل يقول ما حكم التدريس في المدارس الحكومية أو الأهلية التي تدرس فيها مواد غيردينية بل غيرشرعية؟ وهل يجوز لنا التدريس في مادة غير مادة شرعية أو دينية؟
Moderator berkata, “Ada yang bertanya apa hukum mengajar di sekolah negeri atau swasta yang mengajarkan mata pelajaran yang bukan termasuk ilmu-ilmu keagamaan bahkan bukan ilmu-ilmu syariat. Apakah kami boleh mengajarkan mata pelajaran yang bukan termasuk ilmu-ilmu syariat atau bukan ilmu-ilmu keagamaan?
الجواب: إذا كانت هذه المدارس تدرس فيها مواد غير شرعية, هذا فيه التفصيل. المواد غير الشرعية إذا كانت المقصود بها من العلوم التي ينتفع بها كالطب والهندسة (و) الصناعة و غيرها. هذه من العلوم التي ينتفع بها و ليست معارضة للشرع
Jawaban Syeikh Ibrahim, “Status hukum sekolah yang mengajarkan ilmu-ilmu yang bukan ilmu syariat itu perlu mendapatkan rincian. Jika ilmu yang dimaksudkan dalam pertanyaan adalah ilmu-ilmu yang bisa diambil manfaatnya semisal ilmu kedokteran, teknik, kerajinan dll maka ilmu-ilmu semcam ini adalah ilmu yang bisa memberi manfaat sehingga tidak dinilai bertabrakan dengan syariat.
و إذا كان المقصود أنه تدرس مواد شرعية تدخل في هذه الدروس البدع و الضلال و الدعوة إلي الباطل فهذه الدروس لا تجوز
Namun jika yang dimaksudkan oleh pertanyaan di atas adalah di sekolah tersebut diajarkan berbagai mata pelajaran yang mengandung bid’ah, kesesatan dan ajakan kepada kebatilan maka adanya pelajaran semacam ini adalah suatu yang tidak dibolehkan.
ولكن علي هؤلاء المدرسين أن لا يتركوا هذه المدارس لأن بقاءهم فيها يقلل من هذا الشر وما من مدرس يكون في مدرسة و يكون من أهل العلم و الفقه و يرزقه الله-عز و جل- الحكمة إلا و سيكون له الأثر في إن لم يرفع الله-عز و جل- به هذا الشر فإنه سيقلل وجود الشر
Akan para guru (ahli sunnah) yang mengajar di sekolah tersebut seyogyanya tidak meninggalkan sekolah tersebut karena keberadaan mereka di sekolah tersebut bisa mengurangi keburukan tadi. Seorang guru yang termasuk orang yang memiliki pengetahuan agama dan pemahaman yang cukup mapan serta Allah anugrahi sikap bijak (dalam dakwah) pasti bisa memberi pengaruh positif. Jika Allah belum menghilangkan keburukan tersebut maka minimal keberadaannya bisa mengurangi keburukan yang ada di sekolah tersebut.
أما لو تركنا هذه المدارس و هذه المعاهد سلط عليها أهل الشر و هي في بلاد المسلمين و أبناء المسلمين يتعلمون فيها لعظم الشر. لعل عليهم أن لا يتركوا هذه المدارس و يقلل من الشر فيها علي الشرط الذي ذكرناه أن لا يفتن في أنفسهم. و إذا كان الإنسان هو ضعيف و لا يستطيع أن يقيم دينه و يخشي علي نفسه الفتنة عليه أن يفر بدينه و يكون هذا لأهل القدرة علي هذا الأمر
Andai kita tinggalkan sekolah dan pesantren semacam ini tentu sekolah atau pesantren tersebut hanya dikuasai oleh para penyebar keburukan (baca:bid’ah) padahal sarana belajar tersebut ada di negeri kaum muslimin dan menjadi tempat belajar banyak generasi muda Islam. Andai kita tinggalkan tentu keburukan yang ada di tempat tersebut semakin besar.
Karenanya boleh jadi sikap yang tepat, para guru janganlah meninggalkan sekolah tersebut dan meminimalkan keburukan yang ada di sana.
Ketentuan ini berlaku jika syarat yang pernah kami sampaikan terpenuhi. Syarat tersebut adalah kualitas beragama para guru tersebut tidak berubah jika dia tetap mengajar di tempat tersebut.
Sehingga orang yang kepribadiannya lemah sehingga tidak bisa menerapkan agamanya dengan baik di tempat tersebut dan tidak mengkhawatirkan keadaan agamanya itu berkewajiban menyelamatkan agamya.
Jadi orang yang melakukan hal di atas hanyalah orang yang memang memiliki kemampuan yang diperlukan”.
-Sampai di sini perkataan Syaikh Ibrahim ar Ruhaili.-
***
Sekolah dengan gambaran yang disampaikan oleh Syeikh Ibrahim di atas hanyalah didapatkan pada sekolah yang dimiliki oleh ahli bid’ah atau sekolah yang diisi oleh orang-orang yang masih ‘gado-gado’.
Hal ini menunjukkan bahwa kita tidak boleh tergesa-gesa menilai seseorang. Keberadaan seseorang di sebuah sekolah ‘bermasalah’ tidaklah mesti menunjukkan bahwa orang tersebut adalah orang yang bermasalah.
Bahkan jika orang tersebut terkenal sebagai seorang dai pembela sunnah maka semestinya kita berbaik sangka kepada beliau. Boleh jadi beliau hendak memperkecil ‘masalah’ yang ada di sekolah tersebut.
Demikian pula, tidak menutup kemungkinan bahwa seorang yang menjadi pengajar di sebuah lembaga pendidikan yang ‘bersih’ malah merupakan seorang yang ‘bermasalah’.
Jadi yang menjadi patokan adalah orangnya, bukan lembaga pendidikan yang menjadi afiliasinya.
Akhirnya, kita bisa berkesimpulan bahwa mudah melemparkan tuduhan dan memberi penilaian dalam hal ini adalah tindakan yang tidak terpuji dan tidak tepat meski banyak dilakukan oleh orang yang ‘bersemangat’. Moga seiring bertambahnya ilmu, kita menjadi semakin bijak.
Ana jadi teringat dengan teman ana yang dulunya mengajar di sebuah SD-IT. Setelah ia mengenal sunnah dan melihat beberapa “penyimpangan” dalam kurikulum sekolah tersebut ia memutuskan berhenti. Sebelum berhenti ia berkonsultasi dengan ana, ana sarankan agar jangan terburu-buru mengambil sikap, karena keberadaannya di sekolah tersebut justru bisa mengurangi “efek buruk” dari kurikulum tersebut. Namun ia tidak perduli dan tetap memutuskan berhenti. Akhirnya sekarang ia menganggur, dan keadaannya sekarang ternyata bertambah buruk dibanding waktu ia bekerja. Sekarang ia berubah menjadi mudah emosi, “dikucilkan” di lingkungan keluarganya karena menganggur, dan yang paling ana khawatirkan jangan sampai ia terkena “futur sydrome”.
Memang betul kata ulama : Jika bertemu 2 keburukan pilihlah keburukan yang paling ringan. Allahu musta’an…
Betapa bnyk mereka yg ingin “memperbaiki“ dari dalam malah mereka yang terkena fitnah sedikit demi sedikit thd agama mrk.snggh ujian trhdp dunia seseorang lebih baik drpd fitnah yg mnmpa agama mrk.seorg mu’min akan terus ditimpa dgn kekurangan harta,lapar dll shg brtmu dgn Allah tnp mmbw dosa
Untuk Zaid,”betapa banyak” itu tidaklah berarti “semua”. Sungguh termasuk perbuatan zalim memasukkan “setiap orang” atau “semua orang” dalam kolom “betapa banyak”.Sikap ini juga perlu dikoreksi dan diperbaiki. di samping bermudah-mudah dalam ini juga patut diperbaiki.
tolong baca artikel di atas dengan baik! ada syarat yang harus dipenuhi terkait masalah yang dibahas dalam artikel di atas.
perlu juga diingat, target nahi munkar tidak mesti harus berupa hilangnya kemunkaran secara total. termasuk nahi mungkar yang terpuji adalah mengurangi kuantitas dan atau kualitas kemungkaran yang diperbaiki.
betul… saya kira penjelasan syaikh sudah sangat jelas dan rinci… baiknya kita membaca dengan kepala dingin dan sikap ilmiah jangan diiringi dengan sikap emosi, jazakallaoh ya ustadz atas penjelasannya
Bagaimana jika kita belajar di tempat-tempat tersebut yaitu ponpes atau tempat kuliah yang guru-gurunya gado-gado???? Apa boleh juga????
Untuk Jarwo
Pada asalnya seharusnya sekolah semacam itu dijauhi jika kita telah tahu demikianlah keadaannya.
Akan tetapi, jawaban ini adalah penilaian yang bersifat umum sehingga tidak bisa diterapkan di semua kasus.
boleh ndak ustadz kalau kita melamar sebagai dosen atau guru di tempat kuliah yang berikhtilat misalnya dosen di fakultas kedokteran atau farmasi
Untuk Iman
Coba tanyakan hal tersebut kepada ustadz yang lain.
Assalamu’alaikum tadz.
Bagaimana hukumnya jika seorang laki-laki mengajar d SMK Negeri yang muridnya 90-95 % perempuan. Dan guru-gurunya masih awam (ngobrol dengan non mahrom tanpa hijab dan bercanda pun biasa)
Sedangkan tuntutan orangtua laki-laki ini pengennya anaknya jadi pegawai.?