Berikut ini adalah kutipan dari perkataan Ibnu Utsaimin tentang hukum memakai celana pantalon yang jika dipakai menurut sebagian kalangan bisa menyebabkan seorang ustadz salafi diragukan kesalafiannya.
Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin -rahimahullah- berkata,
هل مثلا إذا شاع هذا اللباس الذي للأعاجم و الكفار بين الأعاجم و شاع بين المسلمين, هل نقول: إن الكراهة تبقي أو نقول انقلب الزي الآن إلي زي مشترك؟ الثاني لأن هذا الذي نص عليه الإمام مالك و غيره.
“Misalnya suatu model pakaian yang semula tersebar luas dikalangan orang-orang lantas tersebar luas di tengah-tengah kaum muslimin apakah kita katakan bahwa hukum memakai model pakaian tersebut tetap terlarang ataukah diperbolehkan karena model pakaian tersebut telah menjadi milik bersama baik muslim ataupun orang kafir?
Jawaban yang tepat adalah pilihan yang kedua. Inilah kaedah dalam tasyabbuh orang kafir yang ditegaskan oleh Imam Malik dan yang lainnya.
و من ذلك البنطلون. البنطلون في كثير من البلاد الإسلامية لا يستعمل إلا هذا. فلا نقول إنه من زي المجوس أو المشركين إو العجم الآن لأنه أصبح مشتركا. لكن لو أن الإنسان لبسه في بلاد لم يعتادوه دخل في نوع آخر من مكروهات اللباس و هو الشهرة فينهي عنه لذلك.
Termasuk dalam kaedah di atas adalah celana pantalon. Di berbagai negeri Islam penduduknya hanya memakai celana pantalon. Oleh karena, kita tidak berani mengatakan bahwa celana pantalon itu celana Majusi atau celana orang-orang musyrik karena celana pantalon sekarang telah berubah menjadi model pakaian milik semua umat manusia.
Akan tetapi jika ada orang yang memakai celana pantalon di sebuah negara yang penduduknya tidak lazim memakai celana pantalon maka orang tersebut telah melakukan hal yang makruh dalam berpakaian yaitu model pakaian yang menyebabkan popularitas. Oleh karena orang tersebut dilarang untuk memakai celana pantalon karena alasan tersebut”.
Perkataan Ibnu Utsaimin di atas saya jumpai di Iqtidha’ as Shirat al Mustaqim terbitan Dar al Aqidah Iskandariah tahun 2006 hal 177 yang memuat catatan-catatan yang disampaikan oleh Ibnu Utsaimin ketika mengajarkan buku tersebut.
Assalaamu’alaykum. yaa ustadzunaa, ana mau tanya:
1. Bagaimana dengan memakai topi yang popular dikalangan anak muda? apakah tasyabbuh? mengingat hal ini telah tersebar luas di masyarakat bahkan kalau dipikir2 topi lebih popular dari dasi dan jas.Ana pernah dengar sekilas dari teman tentang fatwa syaikh Al-‘Utsaimin tentang topi tapi kurang jelas…
2. Bagaimana dengan hukum ulang tahun yang juga popular di negeri kita bahkan setahu ana di negeri2 islam (menurut orang yang mengangapnya sebagai negeri islam), apakah ini tasyabbuh? terlepas dari pandangan ulama yang mengatakan bahwa ulang tahun adalah bid’ah…mohon jawaban. Jazaakalloh khoiron.
keislaman seseorang itu tdk hanya dilihat dari pakaiannya saja, tapi yg terpenting adalah akidahnya, kalau akidahnya sudah lurus,maka tanpa diberi diberi tau cara berpakaian yg syar’i pun dia akan menjaga cara berbusananya. Tengoklah, Abu Jahal, Abu Lahab dulu juga memakai GAMIS
ustadz mohon penjelasan apa beda pantalon dan sirwal?
Untuk Laksmana
Pada mulanya pantalon digunakan untuk celana panjang yang ketat. Pada akhirnya pantalon digunakan untuk semua jenis celana panjang. Sehingga ulama membolehkan memakai pantalon asal tidak ketat. Lihat 14 Contoh Hikmah Dalam Dakwah terbitan Pustaka Muslim Jogja.
Untuk Koncone
Nabi mengatakan, “Ilmu itu hanya didapat dengan cara belajar”.
Orang yang punya akidah yang benar tentu tidak akan tahu cara berpakaian yang benar jika tidak BELAJAR.
Untuk Ibnu
Wa’alaikumussalam
1. Jika topi tersebut tidak lagi menjadi ciri khas orang kafir di negeri tersebut maka memakainya tidak tergolong tasyabbuh dengan orang kafir namun bisa jadi terlarang jika termasuk tasyabbuh dengan orang fasik (anak berandalan dll).
Jika topi tersebut adalah ciri khas orang kafir di suatu negeri maka haram memakainya di negeri tersebut karena tasyabbuh dengan orang kafir.
2. Jika ulang tahun itu dilakukan dalam rangka syukur kepada Allah maka hukumnya adalah bid’ah karena Nabi tidak pernah mengajarkannya sebagai bentuk bersyukur.
assalamualaikum,
artikel bagus, ustadz.
bismillah.
bagaimanJika celana pantalon itu tdk ketat tapi pantalon itu isbal?
barakallahu fikum
Untuk Abdullah Muslim
Haram dipakai karena isbal, bukan karena pantalon.
barakallaahu fiik ustadz..
selayaknya seorang yg dirinya menisbatkan dirinya kpd salafus sholeh dia mengikuti para salafnya. Sampai dalam hal berpakaian, memakai sarung ato gamis ketika sholat, memakai penutup kepala dsb. barakallohu fiikum
#Bapak pramuka jogja
Para ulama di Lajnah Daimah berarti tidak “mengikuti salafnya”?
Saudaraku, di masa shahabat tidak ada sarung sebagaimana yang kita pakai. Adanya, izar dan izar itu agar berbeda dengan sarung yang kita kenal. Apakah anda telah rajin memakai izar dalam rangka “mengikuti salafnya”?
bismillah, tnya tad: jans dgn pantalon sama tad?
Untuk Novie
Celana jeans termasuk pantalon. Pantalon itu sama dengan celana panjang sehingga ada yang boleh dan ada yang tidak boleh tergantung bentuk pantalon yang dikenakan.
Ustadz,
1.bolehkah kita mengikuti cara berpakaian ustadz kita, karena ustadz kita itu selalu memakai jubah, baik ketika kajian ataupun ketika shalat. dan apakah
2.apakah penutup kepala adalah termasuk sunnah rasulullah?
3. apakah jika kita di indonesia ini sering menggunakan himar di kepala, bagi laki-laki adalah termasuk mengikuti sunnah rasulullah?
Jazakallahu khairan ya ustadz…
Untuk Pramuka Jogja
1. Tidak boleh jika jubah adalah pakaian syuhroh di lingkungan anda dan boleh jika di lingkungan anda jubah bukan termasuk pakaian syuhroh.
2. Tutup kepala semacam peci itu dianjurkan jika anda tinggal di daerah yang penduduknya menilai bahwa memakai peci adalah bagian dari kelengkapan berpakaian.
3. Mungkin yang anda maksudkan adalah memakai syimagh atau ghutroh ala Saudi, jika pakaian ini tidak lazim dilingkungan anda maka anda terlarang memakainya.
ustadz,,saya sering memakai celana pantalon namun jika hanya berdiri biasa tidak terasa ketat, dan baru terasa ketat jika sujud,,apakah pakaian saya ini juga terlarang ustadz?
o ya tambahan ustadz,,yg jelas celana saya itu tidak menampakkan bentuk lekukan2 tubuh namun saya hanya merasa lebih ketat jika pas sujud saja
#manusia
Jika memang tidak ketat maka tidak mengapa
Celana pentolan bentuk nya seperti apa siih … soalnya ana masih meraba-raba apakah seperti celana panjang kantor, celana panjang jenas, celana panjang pakai tali, atau celana yang sering di pakai oleh orang2 PK ( Partai Keadilan ) ?
Soalnya ana pernah serching di mbaah google dijelaskan celana pentolan situ bahannya tebal dan ketat
#endon
Pantalon itu celana panjang.
Ada pantalon yang ketat, ada pantalon yang longgar.
Jazakumullah Ustadz, artikel yang menarik sekali,
Mohon penjelasan untuk menegaskan, kalau sesuai artikel ini, berarti kita dilarang dalam keseharian berbusana jubah / gamis dengan tujuan untuk menunjukkan identitas kita sebagai Muslim, sedangkan dilingkungan kita tidak biasa / umum berbusana demikian ?.. Atau busana ini membuat kita tampak berbeda / ekslusif
Terima kasih
Afwan ustadz, ana baca dari tag seorang di FB tentang pantalon:
Asy-Syaikh Al-Albaniy berkata, “Pada pantalon (celana panjang yang umum dipakai kaum laki-laki saat ini, red.) ada dua musibah:
1. Pemakainya menyerupai orang-orang kafir, karena ummat Islam dahulu memakai sirwal (celana) yang luas dan lebar, yang sampai hari ini sebagiannya masih dipakai di Syiria dan Lebanon. Ummat Islam tidaklah mengenalnya kecuali setelah masa penjajahan. Dan ketika para penjajah itu hengkang, mereka tinggalkan peninggalan-peninggalan yang jelek, yang akhirnya diambil oleh (sebagian besar) ummat Islam karena kebodohannya.
2. Bahwasanya pantalon itu membentuk ‘aurat, karena ‘aurat laki-laki adalah dari lutut hingga pusar. Seorang yang mengerjakan shalat sudah seharusnya menjauhkan diri dari maksiat, lalu bagaimana dengan seseorang yang dalam keadaan sujud kepada Allah sementara kedua pantatnya bahkan di antara keduanya tampak membentuk (karena shalat memakai pantalon, pent)?! Bagaimana orang ini mengerjakan shalat (dalam keadaan demikian) sedangkan dia sedang menghadap Rabb Semesta Alam?!…” (Al-Qaulul Mubiin fii Akhthaa`il Mushalliin hal.20-21)