Umumnya transaksi dilakukan dengan hadirnya dua orang yang mengadakan transaksi dan adanya kerelaan kedua belah pihak yang dibuktikan dengan ijab dari penjual dan qobul dari pembeli. Seiring perkembangan teknologi, terdapat beberapa alat yang bisa digunakan dari jarak jauh. Ada yang dengan suara melalui telepon atau dengan mengirimkan salinan surat perjanjian via faks atau dengan tulisan via internet. Apakah transaksi sah meski dua orang yang bertransaksi tidak berada dalam satu tempat? Apakah komunikasi yang dilakukan melalui piranti di atas sudah dinilai cukup?
Analog dengan Kasus di Masa Silam
Transaksi via tulisan (baca: faks atau internet) bisa dianalogkan dengan transaksi dengan tulisan yang ditujukan kepada orang yang tidak berada di majelis transaksi. Kasus semacam ini dibolehkan oleh mayoritas ulama karena adanya saling rela, meski kerelaan pihak kedua tidak langsung terwujud. Hal ini tidaklah masalah asalkan ada qobul (penyataan menerima dari pihak kedua) pada saat surat sampai kepada pihak kedua. Inilah pendapat mayoritas ulama. Tapi ada sebagian ulama Syafi'iyyah yang tidak membolehkannya.
Sedangkan transaksi via suara (baca:telepon) bisa dianalogkan dengan transaksi dengan cara saling berteriak dari jarak yang berjauhan. An Nawawi dalam al Majmu’ 9/181 mengatakan, “Andai ada dua orang yang saling berteriak dari kejauhan maka jual beli sah tanpa ada perselisihan”.
Para ulama mempersyaratkan adanya kesatuan majelis untuk selain transaksi hibah, wasiat dan mewakilkan.
Ijab dan qobul disyaratkan harus berturut-turut dan tolak ukur berturut-turut adalah kembali pada urf (kebiasaan masyarakat setempat). Menurut mayoritas ulama (selain Syafi'iyyah), qobul tidak diharus sesegera mungkin demi mencegah adanya pihak yang dirugikan dan supaya ada kesempatan untuk berpikir.
Jika ijab itu via surat maka disyaratkan adanya qobul dari pihak kedua pada saat surat sampai ke tangannya.
Demikian pula disyaratkan adanya kesesuaian antara ijab dan qobul serta tidak ada indikasi yang menunjukkan bahwa salah satu pihak yang bertransaksi membatalkan transaksi.
Menurut mayoritas ulama pihak yang mengeluarkan ijab (pihak pertama) boleh meralat ijabnya.
Pendapat Ulama Kontemporer
Banyak ulama kontemporer yang berpendapat bahwa transaksi dengan piranti-piranti modern adalah sah dengan syarat ada kejelasan dalam transaksi tersebut. Di antara mereka adalah Syeikh Muhammad Bakhit al Muthi’i, Mushthofa az Zarqa’, Wahbah Zuhaili dan Abdullah bin Mani’. Alasan beliau-beliau adalah sebagai berikut:
1. Berdasar pendapat banyak ulama di masa silam yang menyatakan sahnya transaksi via surat menyurat dan jika ijab (penyataan pihak pertama) adalah sah setelah sampainya surat ke tangan pihak kedua. Demikian pula mengingat sahnya transaksi dengan cara berteriak.
2. Yang dimaksud dengan disyaratkannya ‘kesatuan majelis transaksi’ adalah adanya suatu waktu yang pada saat itu dua orang yang mengadakan transaksi sibuk dengan masalah transaksi. Bukanlah yang dimaksudkan adalah adanya dua orang yang bertransaksi dalam satu tempat.
Berdasarkan penjelasan tersebut maka majelis akad dalam pembicaraan via telepon adalah waktu komunikasi yang digunakan untuk membicarakan transaksi.
Jika transaksi dengan tulisan maka majelis transaksi adalah sampainya surat atau tulisan dari pihak pertama kepada pihak kedua. Jika qobul tertunda dengan pengertian ketika surat sampai belum ada qobul dari pihak kedua maka transaksi tidak sah.
Syeikh Muhammad Bakhit al Muthi’i ditanya tentang hukum mengadakan transaksi dengan telegram. Jawaban beliau, telegram itu seperti hukum surat menyurat. Cuma telegram itu lebih cepat. Akan tetapi mungkin saja terjadi kekeliruan. Oleh karena itu, ada keharusan untuk klarifikasi dengan sarana-sarana yang ada pada saat ini semisal telepon atau yang lainnya.
Semisal dengan telegram adalah faks.
Untuk sarana-sarana yang lain maka boleh jadi sama dengan telepon dan telegram dalam kecepatan dan kejelasan komunikasi atau lebih baik lagi. Jika sama maka hukumnya juga sama. Jika lebih baik maka tentu lebih layak untuk dibolehkan.
Majma’ Fiqhi Islami di Muktamarnya yang keenam di Jeddah juga menetapkan bolehnya mengadakan transaksi dengan alat-alat komunikasi modern. Transaksi ini dinilai sebagaimana transaksi dua orang yang berada dalam satu tempat asalkan syarat-syaratnya terpenuhi. Akan tetapi tidak diperbolehkan untuk menggunakan sarana-sarana ini itu transaksi sharf/penukaran mata uang karena dalam sharf disyaratkan serah terima secara langsung.
Demikian pula transaksi salam karena dalam transaksi salam modal harus segera diserahkan begitu setelah transaksi dilaksanakan.
Namun menurut Wahbah Zuhaili, jika terdapat serah terima mata uang dalam transaksi sharf dan modal dalam transaksi salam bisa diserahkan denga menggunakan sarana-sarana komunikasi modern tersebut maka transaksi sah dan hal ini adalah suatu hal yang memungkinkan untuk beberapa model transaksi yang baru.
Syarat yang ditetapkam Majma Fiqhi adalah sebagai berikut:
1. Adanya kejelasan tentang siapa pihak-pihak yang mengadakan transaksi supaya tidak ada salah sangka, kerancuan dan pemalsuan dari salah satu pihak atau dari pihak ketiga.
2. Bisa dipastikan bahwa alat-alat yang digunakan memang sedang dipakai oleh orang dimaksudkan. Sehingga semua perkataan dan pernyataan memang berasal dari orang yang diinginkan.
3. Pihak yang mengeluarkan ijab (pihak pertama, penjual atau semisalnya) tidak membatalkan transaksi sebelum sampainya qobul dari pihak kedua. Ketentuan ini berlaku untuk alat-alat yang menuntut adanya jeda untuk sampainya qobul.
4. Transaksi dengan alat-alat ini tidak menyebabkan tertundanya penyerahan salah satu dari dua mata uang yang ditukarkan karena dalam transaksi sharf/tukar menukar mata uang ada persyaratan bahwa dua mata uang yang dipertukarkan itu telah sama-sama diserahkan sebelum majelis transaksi bubar. Demikian juga tidak menyebabkan tertundanya penyerahan modal dalam transaksi salam karena dalam transaksi salam disyaratkan bahwa modal harus segera diserahkan.
5. Tidak sah akad nikah dengan alat-alat tersebut (hp, internet dll) karena adanya saksi adalah syarat sah akad nikah.
Assalamu’alaikum…
kalo jual beli berjangka bagaimana ustadz…? sekarang kan banyak model seperti itu, misalnya kontrak berjangka emas dll, apakah itu juga sama seperti ijon?
wassalamu’alaikum
ekp
Untuk Mas Eko
Wa’alaikumussalam
Pada asalnya jual beli berjangka itu diperbolehkan.
Maaf, kontrak berjangka emas itu gambarannya seperti apa?
assalamu’alaikum
kira-kira begini untuk kontrak berjangka, itu seperti permainan tebak-tebakan, kira-kira begitu. Saya juga belum pernah melakukannya. jadi di awal transaksi, kita bisa memilih (opsi), nah perdagangan opsi dah, perdagangan pilihan. maksudnya bisa pilih, mau jual dulu, atau mau beli dulu. Pilihan menjual (short) jika kita berharap harga akan turun, dan pilihan membeli (long) jika berharap harga naik.
entah apa yang diperdagangkan, kayaknya gak ada barangnya deh, cuma tebak-tebakan aja kayaknya. begitulah kira-kira. wassalamu’alaikum. eKO
Untuk Mas Eko
Wa’alaikumussalam
Kalo tidak ada barangnya dan hanya main tebak-tebakan lantas mendapatkan keuntungan maka dikhawatirkan termasuk judi
1. apa hukumnya menjual barang dgn toko online dgn memajang foto2 produk ? harus sedetil apa produk dijelaskan ? dan foto2nya apakah harus sedetil2nya ? Agar tidak terjadi untung2an bagi pembeli.
2. Kalo yg saya pajang di toko online hanya sample barang yg sudah jadi, tapi saya belum memiliki barangnya, sehingga saya harus pesan dulu ke produsen / suplier untuk memenuhi pesanan pembeli. Apakah ini bisa dikategorikan jual beli salam ? Saya khawatir ini menjual barang punya orang yg tidak saya miliki.
3. Bagaimana juga dengan hukum menjualkan barang milik produsen / suplier lewat internet tanpa saya harus memiliki barangnya, sehingga cukup fotonya saja yg pajang, tapi saya sudah diizinkan oleh produsen sebagai wakil mereka dalam menjual barang ? apakah sah ?
Untuk Agung
Tolong baca http://pengusahamuslim.com/fatwa-perdagangan/tanya-jawab/719-tanya-jawab-perbedaan-antara-jual-beli-salaam-dan-jual-beli-barang-yang-belum-dimiliki.html
http://pengusahamuslim.com/fatwa-perdagangan/tanya-jawab/443-hukum-mediator-dagang-tanya-jawab-tentang-makelar-perantara.html
sudah saya baca artiklelnya. dan sudah saya baca pula buku Sifat Perniagaan Nabi. Agak njelimet membedakannya, tapi tetap semangat menuntut ilmu sebelum berdagang…
———————————————
di artikel tersebut tertera : ‘Pada akad salam, pembayaran harus dilakukan di muka dan lunas. Sedangkan pada penjualan barang yang bukan miliknya, pembayaran bisa dilakukan dengan cara tunai, terhutang, atau hanya uang muka saja, sedangkan sisanya ketika barang telah diserahkan.’
‘Sedangkan pada penjualan barang yang belum dimiliki, barangnya telah ditentukan, bukan berdasarkan kriteria.’
————————————————————
boleh saya tarik kesimpulan (mohon dikoreksi) ?
1.) Menjual barang yg bukan milik saya adalah boleh dengan izin Pemilik. Dan Barang yg saya tawarkan ke calon pembeli adalah telah ditentukan, bahkan sampe ke Merek (brand) barang tersebut dan tempat produsen barang itu diolah.
2.) Berarti posisi saya sebagai Makelar / calo.
3.) Sebagai Makelar, saya menawarkan barang dgn Harga yg dikehendaki Pemilik barang, dan saya dapat % dari pemilik utk setiap barang yg terjual. Atau Bisa dengan akad mudharabah (bagi hasil) yaitu saya menaikkan harga sendiri (terserah saya naikknya) utk cari untung seizin pemilik.
4.) Apakah barang Produsen tersebut harus ada ditangan saya ? ataukah bisa barang tersebut tetap berada di tangan / digudang produsen (pemilik), dan saya cukup memajang foto dan info barang di internet, sehingga kalau ada pesanan, saya ambil ke gudang pemilik. Hal ini belum bisa saya tarik kesimpulan
Barakallahufiikum
Afwan Ustadz,
Poin ke-5 dari tulisan ustadz kok jadi bicara tentang akad nikah??
Syukron
Ustadz, bisa ngga saya jual barang milik produsen/suplier yg bukan milik saya ? tapi kami sudah adakan perjanjian, nanti kalo ada pesanan, saya ambil barangnya di toko mereka, sedangkan saya cukup memajang Foto dan detil poduk mereka di website / katalog ?
Untuk Agung
Coba baca di sini:
http://pengusahamuslim.com/fatwa-perdagangan/tanya-jawab/443-hukum-mediator-dagang-tanya-jawab-tentang-makelar-perantara.html
Kain sutera dan cicin emas&perak terlarang bagi laki2. Lalu bagaimana hukum menjual pakaian dari sutra ? serta menjual cincin emas / perak tsb ? apakah boleh dijual ke laki2 kafir ?
bagaimana pula dengan kerajinan perak, apakah boleh dijual ?
Untuk Abdullah
Kain sutra dan cincin emas itu haram dipakai laki-laki muslim ataupun kafir.
Cincin perak itu boleh untuk laki-laki.
tapi memakai bejana perak untuk makan terlarang bukan ? berarti menjual kerajinan perak yg ‘khusus’ untuk keperluan makan dan minum itu terlarang ustadz ? kalau aksesoris pada umumnya asalnya boleh , bgitu ?
Baju batik sutera yg banyak dijual skrg ini disinyalir tidak murni 100% sutera, tapi ada campuran, entah bahan apa yg dominan. bagaimana hukumnya itu ? saya pernah baca, kalau sutera hanya sebagian kecil sbg bahan maka tidak apa2 dipakai.
Untuk Abdullah
Yang terlarang adalah bejana perak.
Sutera yang terlarang adalah sutera alami.
Sutera campuran jika campurannya sedikit boleh dipakai.
ustadz, bagaimana jika model menabung emas?
kira2 begini. kita mengadakan perjanjian dengan penjual emas untuk setiap bulan membeli emas sekian gram sebagai tabungan. padahal harga emas seringkali naik turun. apakah diperbolehkan?
kemudian, apakah piutang itu wajib di zakati?
Assalamu’alaikum.
Adakah hukum Islam yang mengatur tentang lelang, ustad?
Syukron.
Untuk Natsir
Wa’alaikumussalam
Lelang dalam Islam disebut jual beli muzayadah.
Untuk Bayu
Dalam jual beli emas harus langsung ada serah terima. Sebaiknya emasnya disimpan di rumah saja.
sepupu saya menikah di korea selatan, saat akad nikah, yang menjadi wali dilakukan melalui telepon… dg keluarga juga di sekelilingnya. apakah hukum akad nikah seperti itu? jika tidak sah, apa ia telah melakukan zina? krn sekarang sudah memiliki anak 2.
untuk zahra
menurut pendapat yang paling kuat, nikahnya tidak sah. Wajib diulangi.
bismillah. assalamu’alaikum.
saya telah membaca link ustadz di web PM tentang mediator. disebutkan bahwa bolehnya mediator mendapatkan imbalan dari selisih harga baik yang ditentukan oleh pemilik barang atau ditentukan si mediator sendiri, asalkan diizinkan oleh si pemilik barang. bagaiamana jika kasusnya seperti ini, ustadz:
pemilik barang menitipkan dagangannya di sebuah warung. mediator/ pemilik warung tsb mendapatkan imbalan sesuai kesepakatan kedua pihak (seperti uraian di atas tadi). namun dalam hal ini mediator tidak membeli (memiliki) dagangan tersebut/ hanya dititipkan. jadi uang hasil penjualan yang nantinya didapat pemilik barang sesuai jumlah penjualan pada hari itu. jika dagangan habis dapat sekian, jika tidak habis dapat sekian serta mengambil kembali dagangan yang belum laku.
apakah jual beli semacam ini diperbolehkan? ataukah dilarang karena mediator menjual barang yang belum menjadi miliknya?
syukron atas jawabannya.
#noli
Jual beli yang boleh. Mediator dalam hal berperan sebagai wakil pemilik barang. Yang boleh mengadakan jual beli adalah pemilik barang atau wakil pemilik barang
bismillah..
assalamu’alaykum warahmatullah..
barakallahu fiyk ya ustadz.. semoga Allah menjaga antum..
ana punya masalah jual beli..
ana memiliki sebuah harddisk.. suatu ketika ana sangat membutuhkan uang.. maka ana putuskan untuk menjual harddisk ana tersebut..
setelah menemukan calon pembeli yang tidak lain teman sekampus ana *sekarang sudah lulus* maka ana segera meminta uang pembayarannya, karena saat itu ana sangat butuh uang.. jadi harddisk tersebut ana jual dengan harga 250rb..
sebelumnya ana juga punya hutang sama dia, jadi dia hanya membayar sejumlah 150rb, karena dipotong 100rb dari hutang ana..
uang tersebut sudah ana terima.. barangnya nanti ana bawa, saat pertemuan kami di jakarta..
qadarallah, barang tersebut ana lupa bawa,, ana sudah minta maaf, dan ana janji mau kirim lewat pos atau jasa pengiriman barang lainnya..
qadarallah, barang tersebut tidak bisa dikirimkan lewat jasa pengiriman, karena tergolong bahan pecah, semisal handphone laptop, dll yang tidak bisa ditumpuk,,
jadi sekarang ana belum mengirimkan barang tersebut, karena kendala jasa pengiriman barang,,
ana berniat mengembalikan kembali uangnya sejumlah 250rb, setelah ana punya uang.. dan yang ini belum ana sampaikan kepada yang bersangkutan..
bagaimanakah hukum jual beli yang seperti ini ustadz?!
apakah ana harus kirim barangnya,, atau ana boleh mengembalikan uangnya?! padahal uangnya sudah langsung ana gunakan saat uangnya dikirim lalu..
#abu
Anda berkewajiban untuk segera mengirimkan barang tersebut
Assalamu’alikum warahatullahi wabarakatuh,Ustadz,Bagaimana dengan transaksi jual beli emas. Setelah akad disetujui, si penjual kemudian mengirim emas tersebut lewat jasa pengiriman barang, karena sipembeli berada di luar kota. Bagaimana hukum nya ustadz?Jazaakallahu khayran
#abu
Tidak boleh jual beli emas jarak jauh
izin copy…
Assalamu’alaikum Ustadz, apa hukumnya menjual kain sutera tradisional dengan motif dan corak warna-warni kepada perempuan? Sepanjang pengetahuan saya, menjual sutera kepada perempuan dan kemudian sutera itu dikenakan olehnya itu halal, berbeda dengan laki-laki yang diharamkan mengenakan sutera. Kemudian, bagaimana dengan persoalan motif dan coraknya yang warna-warni, di mana sekarang ini dengan dunia fashion yang semakin berkembang dan/atau dunia tradisi yang masih dipertahankan, yang mana sutera motif dan corak warna-warni itu sering dijadikan busana untuk acara pesta, pernikahan, dan sejenisnya, yang sependek pengetahuan saya bisa mendekati perbuatan tabarruj (menghias, menampakkan, mempercantik diri, untuk dilihat sama yang bukan mahram) yang dilarang bagi kaum perempuan? Mohon petunjuknya Ustadz, terima kasih. Wassalam.
#sultan
jika untuk dipakai di luar rumah hukumnya haram.