Pimpinan Sidang Komisi A
Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia
Keputusan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia
Tentang
Fatwa Bunga (Interest/Faidah), Terorisme dan Penetapan Awal Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah
Memutuskan
Menetapkan:
B. Fatwa Tentang Penetapan Awal Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah:
- Penetapan awal Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah dilakukan berdasarkan metode ru’yah dan hisab.
- Seluruh umat Islam di Indonesia wajib menaati ketetapan Pemerintah RI tentang penetapan awal Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah.
- Dalam menetapkan awal Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah, Menteri Agama wajib berkonsultasi dengan Majelis Ulama Indonesia, ormas-ormas Islam dan instansi terkait.
Rekomendasi:
Agar Majelis Ulama Indonesia mengusahakan adanya kriteria penentuan awal Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah untuk dijadikan pedoman oleh Menteri Agama dengan membahasnya bersama ormas-ormas Islam dan para ahli terkait.
Dasar-Dasar Penetapan Fatwa:
Pertama, Hadits riwayat Bukhari Muslim dari Ibnu Umar:
لا تصوموا حتي تروا الهلال ولا تفطروا حتي تروه فإن غم عليكم فاقدروا له
“Janganlah kamu berpuasa (Ramadhan) sehingga melihat tanggal (satu Ramadhan) dan janganlah berbuka (mengakhiri puasa Ramadhan) sehingga melihat tanggal (satu Syawal). Jika dihalangi oleh awan/mendung maka kira-kirakanlah”
Kedua, Hadits riwayat Bukhari Muslim dari Abu Hurairah:
صوموا لرؤيته وأفطروا لرؤيته فإن غبي عليكم فأكملوا عدة شعبان ثلاثين
“Berpuasalah (Ramadhan) karena melihat tanggal (satu Ramadhan). Dan berbukalah (mengakhiri puasa Ramadhan) karena melihat tanggal (satu Syawal). Apabila kamu terhalangi sehingga tidak dapat melihatnya maka sempurnakanlah bilangan Sya’ban tiga puluh hari”
Ketiga, Firman Allah QS Yunus [10]:5
هُوَ الَّذِي جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاءً وَالْقَمَرَ نُورًا وَقَدَّرَهُ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوا عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ (٥)
“Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu)”.
Keempat, Firman Allah QS an Nisa’[4]:59
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الأمْرِ مِنْكُمْ (٥٩)
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu”.
Kelima, Hadits riwayat Bukhari (demikian yang tercantum dalam teks fatwa MUI, –Aris) dari Irbadh bin Sariyah:
عليكم بالسمع والطاعة وإن ولي عليكم عبد حبشي
“Wajib bagi kalian untuk taat (kepada pemimpin) meskipun yang memimpin kalian itu seorang hamba sahaya habsyi”.
Keenam, Kaidah Fiqhiyah
حكم الحاكم إلزام ويرفع الخلاف
“Keputusan pemerintah itu mengikat (wajib dipatuhi) dan menghilangkan silang pendapat”
Ketujuh, Imam al Syarwani dalam Hasyiyah al Syarwani:
ومحل الخلاف إذا لم يحكم به حاكم، فإن حكم به حاكم يراه وجب الصوم علي الكافة ولم ينقض
“Adanya perselisihan tentang penentuan awal Ramadhan itu berlaku jika pemerintah tidak menetapkan keputusan dalam masalah tersebut. Jika pemerintah memutuskan dengan apa yang menjadi pendapatnya maka seluruh rakyat wajib berpuasa dan keputusan pemerintah tidak boleh dilanggar”
Jakarta, 22 Syawal 1424 H/ 16 Desember 2003 M
Pimpinan Sidang Komisi B
Ketua: KH Ma’ruf Amin
Sekretaris: Drs. H. Hasanuddin, M.Ag
Sumber:
Buku Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia hal 724-725, penerbit Sekretariat MUI, Jakarta, 2010, edisi ketiga.
Artikel: www.ustadzaris.com
untuk penetapan 10 dzulhijjah 1431 H dari pemerintah indonesia jatuh pd tanggal berapa ya ustadz?
#ummu
Tgl 17 Nov
Ustadz, puasa arafahnya juga ikut pemerintah?
Kalau sholat pada tanggal 16 Nop tetap syah ya hukumnya?
Salam Sehati
#ummu
Betul
Bagiaman dengantulisan berikut ustad
Kapankah Waktu Puasa Arafah?
Oleh: Al-Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat
Dari Abu Qatadah Al-Anshariy (ia berkata),” Sesungguhnya Rasulullah
shallallahu’alaihi wa sallam pernah di tanya tentang (keutamaan) puasa
pada hari Arafah?” Maka beliau menjawab, “ Menghapuskan (kesalahan)
tahun yang lalu dan yang sesudahnya.” (HR. Muslim no.1162 dalam hadits
yang panjang)
Fiqih Hadits:
Didalam hadits yang mulia ini terdapat dalil dan hujjah yang sangat
kuat tentang waktu puasa Arafah, yaitu pada hari Arafah ketika manusia
wuquf di Arafah. Karena puasa Arafah ini terkait dengan waktu dan
tempat. Bukan dengan waktu saja seperti umumnya puasa-puasa yang lain.
Oleh karena puasa Arafah itu terkait dengan tempat, sedangkan Arafah
hanya ada di satu tempat yaitu di Saudi Arabia di dekat kota Makkah
bukan di Indonesia atau di negeri-negeri yang lainnya, maka waktu
puasa Arafah adalah ketika kaum muslimin wuquf di Arafah. Seperti
tahun ini 1425 H/2004 M [seperti tertulis di dalam buku, admin] wuquf
jatuh pada hari Rabu, maka kaum muslimin di Indonesia dan di seluruh
negeri puasa Arafahnya pada hari Rabu dan ‘Iedul Adha-nya pada hari
Kamis. Bukan sesudahnya, yakni puasanya pada hari kamis dan ‘iednya
pada hari Jum’at, dengan alasan? mengikuti ru’yah di negeri
masing-masing seperti halnya bulan Ramadhan dan ‘Iedul Fithri.
Pendapat ini batil kalau tidak mau dikatakan sangatlah batil, karena
telah menyalahi ketegasan hadits di atas, di mana Rasulullah
shallallahu’alaihi wa sallam di tanya tentang puasa pada hari Arafah,
yakni pada hari ketika manusia wuquf di Arafah. Adapun hari sesudahnya
bukan hari Arafah lagi tetapi hari ‘Ied, dan lusanya bukan hari ‘Ied
lagi tetapi hari Tasyrik. Ini yang pertama!
Yang kedua, hujjah di atas lebih lemah dari sarang laba-laba, karena
telah mempergunakan qiyas ketika nash telah ada. Kaidah fiqqiyyah
mengatakan, “Apabila nash telah datang, maka batallah segala
pendapat”.
Yang ketiga, qiyas yang mereka gunakan merupakan qiyas yang berbeda
dengan apa yang di qiyaskan atau qiyas faariq. Tidak dapat disamakan
hukumnya antara Ramadhan dan ‘Iedul Fithri tanggal satu Syawwal dengan
puasa hari Arafah dan ‘Iedul Adha. Maka sabda Nabi shallallahu’alaihi
wa sallam , “Puasalah karena melihat ru’yah (Ramadhan), dan berbukalah
ketika melihat ru’yah (Syawwal)”. Jelas sekali untuk puasa di bulan
Ramadhan dan ‘Iedul Fithri, bahwa masing-masing negeri atau
negeri-negeri yang saling berdekatan mempunyai ru’yah masing-masing
menurut pendapat sebagian ulama sebagaimana saya telah jelaskan dengan
luas di Al-Masaa-il jilid 2 masalah ke 39.
Yang keempat, sebagian dari mereka mengatakan, “Kami melaksanakan
dalam rangka menaati dan mengikuti ulil amri!”
Ini adalah perkataan yang sangat batil yang telah menjadikan ulil amri
sebagai tuhan-tuhan selain Allah yang telah menetapkan kepada mereka
sebuah syari’at walaupun menyalahi Syari’at Rabbul ‘alamin. Oleh
karena itu tidak ada seorangpun Ulama yang mengatakan secara mutlak
ketaatan kepada ulil amri seperti perekataan yang sangat batil di
atas. Akan tetapi mereka selalu mengkaitkan dengan ketaatan kepada
Allah dan Rasul-Nya. Apabila perkataan atau ketetapan ulil amri
menyalahi ketetapan Al-Kitab dan As-Sunnah, maka tidak boleh didengar
dan tidak boleh ditaati, karena tidak ada ketaatan kepada makhluk
dalam rangka maksiat kepada Rabbul ‘alamin sebagaimana telah di
jelaskan dalam hadits-hadits yang shahih dalam masalah ini. Selain
perkataan dan perbuatan mereka diatas menyerupai manhaj Khawarij
secara khusus dan manhaj ahli bid’ah secara umum, yaitu berdalil
dengan dalil-dalil umum atau mutlak dengan meninggalkan dalil-dalil
yang tidak bersifat umum atau mutlak.
Disalin secara ringkas dari Kitab Al-Masaa-il Jilid 5 hal.88-90 oleh
guru kami Al-Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat ~semoga Allah
menjaganya~
http://moslemsunnah.wordpress.com/2010/11/14/kapankah-waktu-puasa-arafah-oleh-al-ustadz-abdul-hakim-bin-amir-abdat/
Ustadz, dapat dirujuk dan dipelajari di kitab apakah kaidah fiqh
حكم الحاكم إلزام ويرفع الخلاف؟
Jazaakallahu khairan ustadz
#amat
Di buku-buku kaedah fikih
Alhamdulilah sudah ada penjelasannya… izin copy ust…
kalau ternyata ulil amri itu salah..apak kita harus taati. kita di bolehkan untuk tidak taat kepada orang tua bila perintah itu melanggar perintah Allah. Nah kenapa kita harus taat kepada ulil amri.. kalau itu salah. menurut ana
#khamid
Silahkan
Assalamu’alaikum ustadz,
Ana mau menanyakan bagaimana dengan pertanyaan akhi rifai yang diambil dari penjelasan Ustadz Abdul Hakim Abdat yang diambil dari kitab Al Masa’il jilid 5 tersebut ..??
mohon diberikan jawabannya ..??
dan bagaimana dengan hadits
فطركم يوم تفطرون وأضحاكم يوم تضحون وعرفة يوم تعرفون
“Berbuka kalian adalah di hari kalian berbuka, penyembelihan kalian adalah di hari kalian menyembelih, dan ‘Arafah kalian adalah di hari kalian melakukan wuquf di ‘Arafah” [Diriwayatkan oleh Asy-Syaafi’iy dalam Al-Umm 1/230 dan Al-Baihaqiy 5/176; shahih dari ‘Athaa’ secara mursal. Lihat Shahiihul-Jaami’ no. 4224].
apakah yang dimaksud dengan arafah tersebut .. apakah karena adanya wuquf di arofah …?? ataukah hanya hari untuk sebuah lokasi di sana tanpa sebab .. terjadinya sesuatu di arofah ..?? sedangkan yang ana pahami wuquf tanggal 9 dzulhijah … jadi yang jadi pertimbangan … tgl 9 dzulhijah mana yang kita ikuti .. tgl 9 dzulhijah karena ada wuquf arofah ataukah 9 dzulhijah yang tidak bertepatan dengan wuquf di arofah ..??
jika berpuasa tanggal 9 dzulhijjah yang tidak bertepatan denagn wuquf di arofah apakah bisa disebut puasa arofah dan berniat dengan puasa arofah di hari tersebut ..?? mohon diberikan penjelasannya secara rinci …
dan dari artikel terakhir yang diambil dari majmu fatawa .. ana pahami berarti posisi indonesia adalah bukan 4 jam didepan Saudi Arabia, melainkan 18 jam di belakang saudi arabia … karena apabila hilal tidak terlihat di indonesia maka bisa jadi hilal terlihat di saudi dan berputar sehingga kemudian baru indonesia bisa melihat hilal dengan jelas .. jadi yang saya tanyakan yang dimaksud hari arafah adalah selama wuquf di arafahnya apakah selama satu hari tersebut dinyatakan sebagai hari arafah …
Mohon diberikan penjelasan dan pendapat dengan rinci .. dan jika tidak bisa disampaikan disini mohon jika tidak keberatan dikirim lewat email ..
Jazakallohu khoiron katsiron, semoga ALLOH memberikan kita semua taufiq dan tetap dalam satu barisan kaum muslimin …
#abu
Coba baca komentar saya di tulisan “Hari Arafah ikut siapa?”