Tanya: Apa status orang yang berdoa kepada selain Allah sedangkan dia hidup di tengah-tengah kaum muslimin dan Al Qur’an telah sampai kepadanya? Apakah dia seorang muslim yang melakukan kesyirikan ataukah dia adalah seorang musyrik?
Jawab:
Orang tersebut adalah musyrik. Perbuatan syirik yang dia lakukan tidak bisa dimaklumi karena dia hidup di tengah-tengah kaum muslimin sedangkan Allah Ta’ala berfirman,
وَأُوحِيَ إِلَيَّ هَذَا الْقُرْآنُ لِأُنْذِرَكُمْ بِهِ وَمَنْ بَلَغَ
“Dan Al Quran ini diwahyukan kepadaku supaya dengan Dia aku memberi peringatan kepadamu dan kepada orang-orang yang sampai Al-Quran (kepadanya).” (QS. Al An’am:19).
Sehingga siapa saja yang Al Qur’an itu telah sampai kepadanya maka hujjah telah tersampaikan padanya.
وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّى نَبْعَثَ رَسُولاً
“Dan Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengutus seorang rasul” (QS. Al Isra:15).
Maka siapa saja yang Al Qur’an telah sampai kepadanya dan dakwah Islam pun telah dia terima lalu melakukan perbuatan kesyirikan sedangkan dia hidup di tengah-tengah kaum muslimin maka dia adalah musyrik.
Sebagian ulama mengatakan bahwa jika orang tersebut tidak menyadari bahwa yang dia lakukan adalah kesyirikan disebabkan adanya banyak dai yang mengajak kepada kesesatan dan kesyirikan di sekelilingnya maka dalam kondisi ini status orang tersebut di akherat terserah kehendak Allah. Tegasnya statusnya di akherat sebagaimana orang yang tidak mendapatkan dakwah Islam (ahlu fatrah) yang akan mendapatkan ujian di akherat nanti. Jika dia lulus ujian akan masuk surga. Sebaliknya jika gagal maka akan masuk neraka.
Namun ketika orang tersebut meninggal dunia maka jenazahnya disikapi sebagaimana layaknya menyikapi jenazah orang musyrik, tidak dimandikan, tidak dishalati dan tidak dimakamkan di pemakaman kaum muslimin.
Intinya, pada asalnya tindakan orang tersebut tidak bisa dimaklumi, akan tetapi jika dijumpai ada orang yang tidak tahu bahwa hal tersebut adalah kesyirikan karena adanya para dai yang mengajak kepada kesesatan dan kesyirikan dan dia tidak tahu bahwa orang tersebut sebenarnya mengajak kepada kesyirikan maka dalam kondisi ini orang tersebut bisa dimaklumi sehingga status orang tersebut di akherat adalah terserah Allah.
Yang jelas orang tersebut berkewajiban untuk mencari dan mengenal kebenaran serta berusaha untuk itu sebagaimana dia berusaha untuk mencari pendapatan dan bertanya-tanya tentang kiat-kiat sukses dalam bekerja. Orang itu berkewajiban untuk bertanya tentang agamanya terutama perkara yang kurang jelas dia pahami. Kondisi orang tersebut yang tidak mendengar kebenaran, tidak menerima kebenaran serta pura-pura menutup telinga bukanlah alasan yang bisa diterima. Inilah hukum asal dalam masalah ini.
Tanya:
Apakah disyaratkan memahami hujah dengan pemahaman yang gamblang untuk terwujud yang dinamakan iqomah hujjah (tersampainya hujjah) ataukah cukup dengan semata-mata sampainya hujjah kepada orang tersebut?
Jawab:
Iqomah hujah adalah sebuah kewajiban bagi orang yang kurang bisa memahami duduk permasalahan sebenarnya. Demikian pula seorang musyrik, jika hujjah telah disampaikan kepadanya dalam pengertian dalil telah sampai kepadanya sehingga orang tersebut tahu bahwa masalah tersebut ada dalil dari Al Qur’an dan As Sunnah yang membahasnya maka dia tidak lagi memiliki alasan di hadapan Allah mengapa dia melakukan hal tersebut.
Dalam iqomah hujah tidak ada persyaratan bahwa orang yag dinasehati tersebut memahami hujah dengan baik. Dalilnya dalam al Qur’an, Allah memberitakan bahwa iqomah hujah telah dilaksanakan untuk orang-orang musyrik. Meski demikian mereka tidak bisa memahami dalil yang disampaikan dengan pemahaman yang gamblang. Jadi iqomah hujah dinilai telah dilakukan dengan tersampaikannya dalil ke telinga orang tersebut.
Al Qur’an telah turun dan mereka pun telah mendengarnya, rasul telah datang dan telah mengingatkan mereka namun tetap mempertahankan kekafiran mereka maka Allah tidak memaafkan mereka. Oleh karena itu, Allah berfirman,
وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّى نَبْعَثَ رَسُولاً
“Dan Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengutus seorang rasul” (QS Al Isra:15). Realita menunjukkan bahwa rasul telah diutus.
وَأُوحِيَ إِلَيَّ هَذَا الْقُرْآنُ لِأُنْذِرَكُمْ بِهِ وَمَنْ بَلَغَ
“Dan Al Quran ini diwahyukan kepadaku supaya dengan Dia aku memberi peringatan kepadamu dan kepada orang-orang yang sampai Al-Quran (kepadanya)”(QS Al An’am:19).
Berdasarkan ayat di atas syarat dalam iqomah hujah adalah tersampaikannya dalil kepada orang yang dinasehati.
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنَّهُ قَالَ « وَالَّذِى نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لاَ يَسْمَعُ بِى أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ الأُمَّةِ يَهُودِىٌّ وَلاَ نَصْرَانِىٌّ ثُمَّ يَمُوتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِى أُرْسِلْتُ بِهِ إِلاَّ كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ ».
Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda, “Demi Allah, zat yang jiwa Muhammad ada di tanganNya, tidak ada seorang pun dari umat ini baik Yahudi ataupun Nasrani yang mendengar keberadaanku kemudian mati dalam keadaan tidak beriman dengan ajaranku kecuali termasuk penghuni neraka” (HR Muslim no 403).
Ketika menggambarkan orang-orang kafir, Allah berfirman,
وَمَثَلُ الَّذِينَ كَفَرُوا كَمَثَلِ الَّذِي يَنْعِقُ بِمَا لا يَسْمَعُ إِلَّا دُعَاءً وَنِدَاءً صُمٌّ بُكْمٌ عُمْيٌ فَهُمْ لا يَعْقِلُونَ
“Dan perumpamaan (orang-orang yang menyeru) orang-orang kafir adalah seperti penggembala yang memanggil binatang yang tidak mendengar selain panggilan dan seruan saja. Mereka tuli, bisu dan buta, maka (oleh sebab itu) mereka tidak mengerti.” (QS al Baqarah:171).
Meski demikian keadaan orang yang kafir, hujah dinilai telah tersampaikan kepada mereka. Dalam ayat di atas, Allah menggambarkan bahwa orang-orang kafir itu mendengar suara namun tidak faham makna bagaikan kambing yang diteriaki oleh penggembalanya. Kambing tersebut mendengar suara namun tidak faham yang dimaksudkan.
وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُضِلَّ قَوْماً بَعْدَ إِذْ هَدَاهُمْ حَتَّى يُبَيِّنَ لَهُمْ مَا يَتَّقُونَ
“Dan Allah sekali-kali tidak akan menyesatkan suatu kaum, sesudah Allah memberi petunjuk kepada mereka sehingga dijelaskan-Nya kepada mereka apa yang harus mereka jauhi”(QS at Taubah:115).
Dalam ayat ini Allah tidak mempersyaratkan ‘sehingga mereka jelas’ namun cukup ‘sehingga dijelaskan’. Inilah yang disebut dengan iqomah hujjah.
Jika orang yang dinasehati telah faham dengan kebenaran dan mengetahui dalil dan hujjahnya maka hujjah telah tersampaikan kepadanya meski dia tidak memahaminya dengan baik. Jadi tidak ada persyaratan faham dalil dengan sebenar-benarnya. Inilah yang bisa disimpulkan dari berbagai dalil yang ada dan itulah yang ditegaskan oleh para ulama.
Sumber: Fatwa-fatwa Syaikh Abdul Aziz Ar Rajihi, Ulama Riyadh, Murid Syaikh Abdul Aziz bin Baz
Bismillah.
Artikelnya ana sharing ya ustadz.
Smg Dakwah yg mulia ini trus trsmpaikan.
Jazakumullahukhairan katsiran.
Assalaamu’alaykum. Jujur ustadz, ana ada sdikit-banyak kebingunan dalam maslah ini. mungkin dengan contoh pertanyaan, akan semakin jelas dimana letak kebingungan ana. misal, ada orang yang berdoa didekat kubur Nabi, dan mengatakan kepada Nabi “wahai Nabi mintalah kepada Allah agar Allah memberikan saya jodoh”. 1. Apakah perkataan ini syirik atau hanya bid’ah ghairu mukaffirah? apa alasannya? 2. Lalu apakah ini termasuk berdoa kepada selain Allah? dan apa alasannya bahwa perbuatan tersebut masuk kedalam definisi doa?. Mungkin pertanyaan ini sangat sederhana bagi Antum tapi ini terkadang membingungkan saya…mohon bimbingannya ustadz, sebenarnya masih ada yang lain tapi cukup ini dulu…
Untuk Ibnu
Wa’alaikumussalam
Parkataan tersebut adalah syirik besar yang membatalkan iman.
Dalam ha ini ada kaedah “Semua bentuk permintaan kepada orang yang mati itu syirik meski permintaan tersebut sebenarnya bisa dia wujudkan seandainya dia masih hidup”.
Jazaakalloh khoir. Sesungguhnya setiap kaidah itu dibangun diatas dalil maka apa dalil dari kaidah tersebut ustadz?, Ustadz, tolong beritahukan kepada saya dikitab mana saya bisa dapatkan pembahasan ilmiah mengenai kaidah tersebut?, insyaa Allah jika ada kemampuan saya akan pelajari….sungguh kaidah ini sangat bagus sekali.
Untuk Ibnu
Kaedah tersebut adalah di Syarh Kasyfus Syubuhat karya Ibnu Utsaimin dan kitab-kitab akidah yang lain.
ustadz,terkadang kita sebagai manusia melakukan syirik tanpa disadari atau krn kebodohan,nah apakah kita harus mengulang syahadat krn saya sendiri merasa khawatir klo2 saya dulu pnh melakukan kesyirikan?apakah hanya cukup dgn istighfar saja?lalu apakah amalan2 ibadah saya selama ini sia2?
Untuk Muslim
Kalo sekedar khawatir maka tidak perlu mengulang syahadat.
tetangga saya ada yg kejawen sehingga pada suatu ketika syukuran cucunya dia membutuhkan 7 air dari 7 sumur tetangganya,saya khawatir itu syirik dan ketika itu termasuk rumah saya yg dimintai airnya. Jujur dalam hati, saya men0lak keras terhadap keyakinannya namun di lain sisi org tua saya menyuruh saya utk memberikan air sumur dr rmh saya.Nah apakah sikap saya yg memberikan krn terpaksa itu membuat saya keluar dari Islam? ketika itu saya masih belum berani mendakwahi org tua saya
Untuk Hamba Allah
Hal itu termasuk perbuatan yang haram, menolong orang dalam kemaksiatan yang paling maksiat. Namun tidak sampai membatalkan iman kecuali jika diiringi dengan ridho terhadap kemusyrikan.
jika ada org yang melakukan ritual sesajen namun yg dia yakini adalah dgn ritual sesajen maka Allah akan memberikan kekayaan kepadanya, apakah itu syirik besar?
Untuk Manusia
Iya, dia tetap dinilai melakukan syirik besar karena dia telah menyembelih hewan boleh jadi kebo bule, ayam cemani atau yang lainnya untuk selain Allah.
ada contoh lain ustadz,bila ada orang yang memakai kalung dan dia meyakini Allah akan melindunginya dengan memakai kalung itu apakah ini syirik besar? tp dia tidak menganggap kalung itu memiliki kekuatan dan dia hny meyakini bahwa dengan kalung ini dia merasa dekat dgn Allah
Untuk Manusia
Itu syirik kecil. Tolong belajarlah akidah secara utuh sehingga anda punya gambaran yang juga utuh
Ustadz..saya sebulan ini kalau sholat seperti terbersit menghina Allah (sama sekali tidak saya sadari dan saya langsung sadar itu tidak boleh)..tapi saya selalu mencoba mengendalikan hati supaya tidak terulang lagi..apkah itu keluar dari agama ustadz ??
untuk nn
Tidak, itu sekedar godaan setan kepada orang yang beriman.
bismillah, assalamualaikum..
ustadz. bagaimana dengan perkataan syaikh utsaimin berikut??
فدعاء القبر شرك، لكن لا يمكن أن نقول لشخص معين فعله: هذا مشرك، حتى نعرف قيام الحجة عليه، أو نقول: هذا مشرك باعتبار ظاهر حاله.
“Berdoa kepada kubur adalah kesyirikan, akan tetapi tidak mungkin kita katakan kepada individu pelakunya : ‘Orang ini musyrik’, hingga kita mengetahui telah tegak padanya hujjah; atau (tidak mungkin) kita mengatakan : ‘Orang ini musyrik’; berdasarkan dhahir keadaannya (semata)”
[Al-Qaulul-Mufiid ‘alaa Kitaabit-Tauhiid, 1/46-47].