Suftajah adalah kasus dengan gambaran sebagai berikut. A berhutang kepada B di suatu kota dengan perjanjian A melunasi hutangnya kepada B di kota yang lain. Misal A berhutang B dan B menyerahkan uang kepada A di kota Jogja dengan syarat pelunasan dilakukan di Jakarta.
Hukum transasi semacam ini diperselisihan oleh para ulama. Mayoritas ulama membolehkannya. Meski ada juga yang mengharamannya dengan alasan di dalamnya terdapat manfaat tambahan disebabkan transaksi hutang piutang. Sedangkan kaedah mengatakan bahwa semuan transaksi hutang piutang yang menyebabkan adanya manfaat tambahan maka status hukum manfaat tersebut adalah riba.
Pendapat yang benar transaksi ini hukumnya boleh dengan pertimbangan kaedah tentang hukum asal perkara muamalah dan tidak terdapat dalil yang melarangnya.
Transaksi ini juga tidak termasuk dalam kaedah riba di atas. Ingat tidak semua manfaat tambahan dalam transaksi hutang piutang itu terlarang.
Manfaat yang ada dalam transaksi suftajah adalah manfaat bersama antara kedua belah pihak dan pihak yang berhutang pun tidak dirugikan.
Pihak yang berhutang menilai bahwa dirinya mendapat manfaat berupa keamanan. Dia bisa melunasi hutangnya dengan menggunakan uang yang dia miliki di Jakarta, misalnya, tanpa harus memindah uangnya di Jogja ke Jakarta.
Pihak yang menghutangi juga mendapat manfaat berupa keamanan. Jadi kedua belah pihak diuntungkan dalam hal ini.
Syariat tidak pernah melarang hal-hal yang manfaat. Yang dilarang syariat hanya hal-hal yang membahayakan. Dalam transasi suftajah tidak terdapat bahaya bagi pihak yang menghutangi dan pihak yang dihutangi. Sehingga pada asalnya transaksi ini dibolehkan. Inilah pendapat yang dipilih oleh Ibnu Taimiyyah.
Beliau mengatakan, “Syariat tidaklah melarang hal-hal yang manfaatnya itu lebih besar asal hanya menimbulkan bahaya yang lebih ringan. Kaedah ini diketahui dari berbagai dalil syariat. Di antaranya adalah suftajah yang diambil oleh pihak yang menghutangi. Suftajah adalah A menghutangi B dan akan menagih B di negeri lain yang berbeda dengan negeri tempat diadakannya transaksi. Misalnya A bertujuan memindahkan uang ke suatu tempat sedangkan B kebetulan punya harta di tempat tersebut dan B perlu uang saat ini di tempat ini.
Akhirnya B berhutang kepada A di tempat ini lalu menulisan transaksi ini di sebuah suftajah –makna asli suftajah adalah kertas-untuk dibawa ke negeri yang dituju oleh A.
Transasi semacam ini dibolehkan menurut pendapat yang paling kuat dari dua pendapat yang ada di antara para ulama. Pendapat yang lain mengatakan bahwa transaksi ini terlarang karena termasuk dalam kaedah hutang piutang yang menghasilkan manfaat tambahan maka manfaat tambahan tersebut adalah riba.
Pendapat yang benar transaksi di atas dibolehkan karena pihak yang menghutangi merasa dapat manfaat yaitu keamanan karena dia bertujuan memindahkan hartanya ke tempat lain. Jadi kedua belah pihak mendapat manfaat” (Majmu Fatawa 29/455-456). [Diolah dari Qawaid al Buyu’ wa Faraid al Furu’ karya Walid bin Rasyid al Saidan hal 12-14]
assalaamu’alaykum ustadz,
suatu hari si A berhutang dengan si B berupa sejumlah uang tertentu. kemudian si A sesuai kesepakatan membayar utang tersebut pada si B dengan sejumlah uang yang ia pinjam tadi. pada saat membayar uang tersebut, si A karena merasa telah dibantu oleh si B, dia memberikan oleh-oleh atau hadiah berupa buah kepada si B sebagai ucapan terima kasih. apakah hal ini diperbolehkan?
Untuk Abu
Wa’alaikumussalam
Boleh asal tidak ada syarat di muka.
assalamuaalaikum..
ana sedang berjuang spy suami tidak menggadaikan tanah kepada bank ribawi. untuk modal usaha.
mohon pencerahan dimana kami bisa meminjam uang tanpa riba.
jazakallohu khairn katsir.
Untuk Umm
Wa’alaikumussalam
Saya sarankan agar jangan tergesa-gesa ingin memiliki usaha yang besar. Mulailah dari kecil-kecilan.
ustadz, saya menyimpan dalam bentuk emas. kemudian ada saudara yang hendak meminjam uang dalam jumlah lumayan besar pada saya. karena uang yang saya miliki hanyak sekedar untuk memenuhi kebutuhan hidup saja dalam sebulan, maka saya tak dapat memberi hutang pada saudara saya itu.
sebagai solusi, saya tawarkan emas yang saya simpan. katakanlah sejumlah 50 gr. dan tentu saja, dia juga harus mengembalikan dalam bentuk emas 50 gr. padahal kita tahu, bahwa harga emas berfluktuasi. saudara saya berjanji akan mengembalikannya tahun depan.
misalnya ketika saya membeli dulu emas itu senilai dengan 13 jt. sementara ketika saya pinjamkan kepada saudara saya, nilainya sudah mencapai 15 juta lebih.
dan mungkin 1 atau 2 tahun lagi nilainya bisa mencapai 20 jt.
perlu diketahui, yang saya pinjamkan adalah emas. dan emas itu langsung saya serahkan ke saudara saya itu. kemudian saudara saya-lah yang menjualnya ke toko emas.
saya tidak bermaksud mengambil keuntungan dari pnjaman itu. hanya saja, sifat emas memang seperti itu, selalu naik jika dbandingkan dengan uang fiat. apakah yang demikian itu diperbolehkan ustadz?
Untuk Bayu
Boleh hutang emas asal dikembalikan juga dalam bentuk emas yang sama. Sebagaimana hutang dinar dipulangkan dengan dinar.
Assalamu alaikum,saya mau tanya tentang asuransi syariah yang ada di indonesia ini seperti prudential syariah,apakah memang sesuai dengan syariah Islam sehingga kita boleh bergabung dengan perusahaan asuransi syariah semacam ini? Belakangan ini banyak sekali orang yang mengejar-ngejar kita supaya bergabung dengan mereka,bagaimana memberi penjelasan kepada mereka? jazakallohu khoiron ats jwabnya…
Untuk Abu
Biasanya yang bermasalah adalah sistem mudharabah yang ada di dalamnya.
assalamu’alaykym ustadz..
Saya punya masalah, mengenai hutang piutang.
Teman saya, sebut saja A, meminjam uang kepada saya… Janji hanya 2 minggu dan dengan setengah bercanda dia bilang pasti akan diganti lebih… Saya menolak dengan alasan : saya tidak mengambil keuntungan, karena ikhlas menolong.
Tapi yang terjadi, justru membuat saya marah, dia selalu menunda2 membayar hutangnya… Alasannya harus menjual rumahnya dulu, ada keperluan lain, dan meremehkan jumlah hutangnya … ah jumlah yg saya pinjam kan kecil, saya masih perlu dengan yg lain.
Bila orang itu dhuafa pasti saya akan mengikhlaskan… tapi teman saya ini adalah orang yg mampu. Bisa punya mobil, rumah, punya pekerjaan, menyekolahkan anak ke universitas swasta yang mahal. Dan lebih mewahlah kehidupannya daripada saya. Dan ini sudah berlangsung 2 tahun lebih.
Terus terang saya kecewa, teman baik saya meremehkan dan mengabaikan kewajibannya. Saya juga bukan orang yg seperti debt collector yg selalu menagih2….. Kadang2 terlontar doa buruk buat dia…. walaupun saya beristighfar kembali karena dilarang Allah.
Apa yg harus saya lakukan…?
Bila dia memberikan lebih, boleh kah saya terima ? karena nilai uang yg dipinjam 2 tahun lalu pasti berbeda dengan sekarang.
Atau bila dia tidak memberikan lebih, bolehkan saya menuntut sebagai tanda kerugian ?
Dosa apa yg diterma oleh penghutang bila dia menunda2 membayar hutang, padahal bila dia niat pasti bisa membayar/mampu ?
Saya sedih… karena uang itu juga bukan uang saya pribadi. SEdih juga kadang2 saya tidak bisa menahan emosi marah sehingga mengucapkan kata2 yg tidak pantas walaupun hanya dalam hati, membuat saya jadi suka curhat mengarah bergunjing ke orang lain. Kecewa karena saya mencoba menutup aib orang yg telah mendzalimi saya, tapi dia sendiri tidak berusaha untuk memperbaikinya, malah bertambah arogan seolah2 saya yg membutuhkan uangnya dia.
Maaf terlalu panjang.. Tapi semoga saya mendapat pencerahan yg lebih baik lagi.
wassalamu’alykum wr wb.
Untuk Tika
Orang yang menunda-nunda pembayaran hutang adalah orang yang zalim. Orang yang dizalimi diperbolehkan mendoakan kejelekan untuk orang yang menzaliminya.
Bila ada perjanjian di awal agar dia mengembalikan lebih maka kelebihannya adalah riba.
Memberi hutang adalah transaksi sosial sehingga anda tidak boleh menuntut lebih meski telah beberapa tahun.
Assalamu`alaikum
Ustadz,saya mau tanya apabila saya meminjam uang kepada seorang teman kemudian dalam akad itu saya harus bersedia memberikan jasa berupa membantu pengerjaan skripsi dan beberapa jasa lainnya apakah hal ini termasuk riba atau tidak? Tolong juga jelaskan maksud dari kaidah setiap piutang yang mendatangkan keuntungan/manfaat adalah riba dan haramkah sebuah tukar pinjam mislnya saya meminjam mobil Avanza dari ustadz aris untuk mudik pada saat bersamaan ustadz aris meminjam pula mobil saya sebagai kendaraan pengganti untuk berkunjung je rumah saudara/kerabat lainnya saat lebaran? Mohon Penjelasan Ustadz Aris Munandar. Jazakallah.
#fahrul
1. riba
2. bukan riba
Assalamu`alaikum
Ustadz,mohon ustadz menjelaskan kaidah setiap piutang yang mendatangkan manfaat/kentungan adalah riba secara tersendiri agar kami tak terjebak di dalamnya dan tidak sembarangan pula dalam mengaharamkan suatu peristiwa yang merupakan hak Allah. Jazakallah.
#fahrul
Sudah ada di http://www.pengusahamuslim.com Silahkan dicari di sana
Sungguh di luar logika dan keliru bagi yang melarang suftajah karena bila kita seorang pedagang yang suka bersafar untuk berdagang terutama pada zaman dahulu dan sekarang membawa uang kontan sama saja kita mengundang perampok untuk mengambil harta kita.
Mau tanya pak Ustadz…
Saya saat ini sedang membutuhkan uang untuk membeli tanah dan rumah yang terletak di depan sebuah masjid salafi di kota saya. Saya ingin sekali memiliki rumah disitu, karena ingin sekali berdekatan dengan masjid, dan juga untuk dapat mendekatkan keluarga saya pada Alquran dan Hadist, dengan menjadi tetangga masjid tersebut. Saya takut saya tidak mampu memberikan ilmu yang cukup untuk keluarga saya, maka harapannya adalah dengan tinggal disitu akan memudahkan keluarga saya mendapatkan ilmu Quran Hadist.
Bolehkah saya meminjam uang di Bank untuk membeli tanah dan membangun rumah tersebut?
Karena jika tidak maka tidak mungkin kami dapat memiliki tanah itu kecuali Allah menghendaki dengan cara yang lain yang halal dan Barokah, Semoga Allah mengabulkannya… amiiien..
Jazaa Kumullahu Khoiro
Bagaimana hukumnya kalau menggunakan sistem Bank Syariah seperti bank muamalat, Mandiri sariah, dll ? dengan akad jual beli, pihak bank membeli tanah tersebut, lalu kami membeli tanah tersebut kepada bank tersebut dengan dicicil dengan harga yang ditentukan oleh pihak bank?
#abu
Tidak boleh
assalamualaykum, ustadz ada seorang adik yg berhutang kpd kakanya tp kk tersebut tidak punya uang tunai dan adapun simpanannya brrupa emas dan sang adik tdk mau berhutang emas, akhirnya sang kk menjual emas miliknya dan memberi separuh uang dr hasil jual emas, dan si kk menjelaskan bahwa sang adik harus membayarnya dgn berat emas yg dia jual..apakah termasuk unsur riba??
aslm ustdz, paman saya pinjam uang sy untuk biaya kuliah anakx. trus paman sy bilang slama uang sy blm dikembalikan maka dia akan memberi sy hasil panen berupa beras setiap kali panen. padahal sy tdk minta beliau sndiri yg tawarkan. jadi apakah hasil panen yg paman sy berikan itu termasuk riba ustdz. mohon pencerahannya. trimksh.