Pertama: dianjurkan untuk menajamkan pisau yang akan digunakan untuk menyembelih.
عَنْ شَدَّادِ بْنِ أَوْسٍ قَالَ ثِنْتَانِ حَفِظْتُهُمَا عَنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةَ وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذَّبْحَ وَلْيُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ فَلْيُرِحْ ذَبِيحَتَهُ ».
Dari Syadad bin Aus, beliau berkata, “Ada dua hal yang kuhafal dari sabda Rasulullah yaitu Sesungguhnya Allah itu mewajibkan untuk berbuat baik terhadap segala sesuatu. Jika kalian membunuh maka bunuhlah dengan cara yang baik. Demikian pula, jika kalian menyembelih maka sembelihlah dengan cara yang baik. Hendaknya kalian tajamkan pisau dan kalian buat hewan sembelihan tersebut merasa senang” (HR Muslim no 5167).
Kedua: penyembelih dianjurkan untuk menghadap kiblat dan menghadapakan hewan sembelihan ke arah kiblat.
عَنْ نَافِعٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَأَنَّهُ كَانَ إِذَا أَهْدَى هَدْيًا مِنْ الْمَدِينَةِ قَلَّدَهُ وَأَشْعَرَهُ بِذِي الْحُلَيْفَةِ يُقَلِّدُهُ قَبْلَ أَنْ يُشْعِرَهُ وَذَلِكَ فِي مَكَانٍ وَاحِدٍ وَهُوَ مُوَجَّهٌ لِلْقِبْلَةِ يُقَلِّدُهُ بِنَعْلَيْنِ وَيُشْعِرُهُ مِنْ الشِّقِّ الْأَيْسَرِ ثُمَّ يُسَاقُ مَعَهُ حَتَّى يُوقَفَ بِهِ مَعَ النَّاسِ بِعَرَفَةَ ثُمَّ يَدْفَعُ بِهِ مَعَهُمْ إِذَا دَفَعُوا فَإِذَا قَدِمَ مِنًى غَدَاةَ النَّحْرِ نَحَرَهُ قَبْلَ أَنْ يَحْلِقَ أَوْ يُقَصِّرَ وَكَانَ هُوَ يَنْحَرُ هَدْيَهُ بِيَدِهِ يَصُفُّهُنَّ قِيَامًا وَيُوَجِّهُهُنَّ إِلَى الْقِبْلَةِ ثُمَّ يَأْكُلُ وَيُطْعِمُ
Dari Nafi’ dari Abdullah bin Umar, adalah Ibnu Umar jika membawa hadyu dari Madinah maka beliau tandai bahwa hewan tersebut adalah hewan hadyu dengan menggantungkan sesuatu padanya dan melukai punuknya di daerah Dzul Hulaifah. Beliau gantungi sesuatu sebelum beliau lukai. Dua hal ini dilakukan di satu tempat. Sambil menghadap kiblat beliau gantungi hewan tersebut dengan dua buah sandal dan beliau lukai dari sisi kiri. Hewan ini beliau bawa sampai beliau ajak wukuf di Arafah bersama banyak orang kemudian beliau bertolak meninggalkan Arafah dengan membawa hewan tersebut ketika banyak orang bertolak. Ketika beliau tiba di Mina pada pagi hari tanggal 10 Dzulhijjah beliau sembelih hewan tersebut sebelum beliau memotong atau menggundul rambut kepala. Beliau sendiri yang menyembelih hadyu beliau. Beliau jajarkan onta-onta hadyu tersebut dalam posisi berdiri dan beliau arahkan ke arah kiblat kemudian beliau memakan sebagian dagingnya dan beliau berikan kepada yang lain (HR Malik dalam al Muwatha’ no 1405).
عن نافع أن ابن عمر كان يكره أن يأكل ذبيحة ذبحه لغير القبلة.
Dari Nafi’, sesungguhnya Ibnu Umar tidak suka memakan daging hewan yang disembelih dengan tidak menghadap kiblat (Riwayat Abdur Razaq no 8585 dengan sanad yang shahih).
عن ابن سيرين قال : كان يستحب أن توجه الذبيحة إلى القبلة.
Dari Ibnu Sirin (seorang tabiin) beliau mengatakan, “Dianjurkan untuk menghadapkan hewan sembelihan ke arah kiblat” (Riwayat Abdur Razaq no 8587 dengan sanad yang shahih).
Riwayat-riwayat di atas dan yang lainnya menunjukkan adanya anjuran untuk menghadapkan hewan yang hendak disembelih kea rah kiblat. Namun jika hal ini tidak dilakukan daging hewan sembelihan tersebut tetap halal dimakan.
An Nawawi menyebutkan adanya anjuran untuk membaringkan sapi dan kambing pada lambung kirinya. Dengan demikian proses penyembelihan akan lebih mudah.
Bahkan dalam al Mufhim 5/362, al Qurthubi mengatakan bahwa membaringkan hewan yang hendak disembelih pada lambung kirinya adalah suatu yang telah dipraktekkan kaum muslimin semenjak dahulu kala.
Bahkan Ibnu Taimiyyah mengklaim tata cara seperti ini sebagai salah satu sunnah Nabi.
Beliau berkata, “Hewan sembelihan baik hewan kurban ataupun yang lainnya hendaknya dibaringkan pada lambung kiri dan penyembelih meletakkan kaki kanannya di leher hewan tersebut sebagaimana yang terdapat dalam hadits yang shahih dari Rasulullah. Setelah itu hendaknya penyembelih mengucapkan bismilah dan bertakbir. Lengkapnya yang dibaca adalah sebagai berikut “Bismillahi allahu akbar. Allahumma minka wa laka. Allahumma taqabbal minni kama taqabbalta min Ibrahim khalilika”.
Barang siapa yang membaringkan hewan tersebut pada lambung kanannya dan meletakkan kaki kirinya di leher hewan tersebut akhirnya orang tersebut harus bersusah payah menyilangkan tangannya agar bisa menyembelih hewan tersebut maka dia adalah seorang yang bodoh terhadap sunnah Nabi, menyiksa diri sendiri dan hewan yang akan disembelih. Akan tetapi daging hewan tersebut tetap halal untuk dimakan. Jika hewan tersebut dibaringkan pada lambung kirinya maka lebih nyaman bagi hewan yang hendak disembelih dan lebih memperlancar proses keluarnya nyawa serta lebih mudah dalam proses penyembelihan. Bahkan itulah sunnah yang dipraktekkan oleh Rasulullah dan seluruh kaum muslimin bahkan praktek semua orang.
Demikian pula dianjurkan agar hewan yang hendak disembelih tersebut dihadapkan ke arah kiblat” (Majmu Fatawa 26/309-310).
Ketiga: Dimakruhkan memotong leher hewan yang disembelih
عن نافع أن بن عمر كان لا يأكل الشاة إذا نخعت
ari Nafi, sesungguhnya Ibnu Umar tidak mau memakan daging kambing yang disembelih hingga lehernya terputus (Riwayat Abdur Razaq no 8591dengan sanad yang shahih).
عن بن طاووس عن أبيه قال لو أن رجلا ذبح جديا فقطع رأسه لم يكن بأكله بأس
Dari Ibnu Thawus dari Thawus, beliau berkata, “Andai ada orang yang menyembelih hewan hingga lehernya putus maka daging hewan tersebut tetap boleh dimakan” (Riwayat Abdur Razaq no 8601 dengan sanad yang shahih).
عن معمر قال سئل الزهري عن رجل ذبح بسيفه فقطع الرأس قال بئس ما فعل فقال الرجل فيأكلها قال نعم
Dari Ma’mar, Az Zuhri –seorang tabiin- ditanya tentang seorang yang menyembelih dengan menggunakan pedang sehingga leher hewan yang disembelih putus. Jawaban beliau, “Sungguh jelek apa yang dia lakukan”. “Apakah dagingnya boleh dia makan?”, lanjut penanya. “Boleh”, jawab az Zuhri (Riwayat Abdur Razaq no 8600 dengan sanad yang shahih).
Tentang hal ini, ada juga ulama yang memberi rincian. Jika dilakukan dengan sengaja maka dagingnya jangan dimakan. Akan tetapi jika tanpa sengaja maka boleh. Di antara yang berpendapat demikian adalah Atha, seorang ulama dari generasi tabiin.
عن عطاء قال إن ذبح ذابح فأبان الرأس فكل ما لم يتعمد ذلك
Dari Atha’, beliau berkata, “Jika ada orang yang menyembelih hewan hingga kepala terpisah dari badannya maka silahkan kalian makan asalkan orang tersebut tidak sengaja” (Riwayat Abdur Razaq no 8599 dengan sanad yang shahih).
Imam Ahmad pernah ditanya tentang masalah ini. Beliau membenci perbuatan ini jika dilakukan dengan sengaja sebagaimana dalam Sualat Abdullah bin Ahmad hal 260 no 980 dan 981.
Demikian pula Imam Syafii membenci hal ini (al Hawi 15/87-91).
Cukup informatif sebagai pegangan bagi para Penyembelih hewan qurban khususnya dan Penyembelih hewan pada umumnya, namun terasa ada kekurangan yang cukup PRINSIPIL menurut saya, yaitu tidak adanya tuntunan BACAAN saat akan menyembelih pada umumnya dan khususnya BACAAN NIAT atas PENYEMBELIHAN HEWAN QURBAN atau AQIQAH serta bacaan para saksi yang hadir saat proses penyembelihan berlangsung.
Menurut saya Adab Ketiga adalah Membaca Basmalah dan Adab Keempat adalah Adab Ketiga pada Artikel ini.
Wassalam.
Untuk Koes
Adab yang disampaikan pada tulisan di atas adalah memang hanya sebagian adab menyembelih saja, bukan keseluruhannya.
Ustadz, afwan menyimpang dari tema. Bagaimana jika pada hari dianjurkannya untuk tidak memotong kuku/rambut bagi yang hendak kurban, ternyata pada waktu waktu tersebut akan melebihi batas 40 hari untuk memotong kuku maupun bulu. Apakah tetap dipotong karena akan melebihi 40 hari atau tidak dipotong karena hukumnya bisa makruh/haram? Jazakallahu khairan..
Untuk Abu Abbas
Tetap tidak boleh dipotong karena potong kuku dan rambut bagi orang yang mau berkorban hukumnya haram.
Ustadz ada anak yang telah menikah dan telah mempunyai anak,dia sebenarnya ingin berkurban untuk dirinya dan keluarganya.Tetapi mengingat orang tuanya di kampung halaman belum pernah berkurban sama sekali karena keterbatasan dana,maka ia ingin memberikan dana tersebut untuk orang tuanya agar orang tua bisa berkurban atas nama orang tua tersebut dan keluarganya,termasuk anak cucunya tentu.Mana yang lebih afdhol ustadz….. si Anak berkurban untuk diri dan keluarganya saja,atau dia memberikan dana kepada ortunya tersebut agar ortunya bisa berkurban…Baarokalloohu fiikum.
Untuk Abu Ashma
Sang anak bisa berkorban untuk dirinya dan semua anggota keluarganya termasuk di dalamnya orang tua dan semua kerabatnya yang lain.
Ustadz, kalau mpy seorang putra, yg saya ktahui itu di aqiqahi 2 ekor kambing. Tp saya baru saja dikaruniai putra laki2 kembar,apakah aqiqahnya hrs 4 ekor kambing(masing2 putra 2ekor kambing buat aqiqah)?. Pdhal saya hny mpy dana yg pas2-an. Apakah boleh hny 2 ekor buat aqiqah putra kembar saya(masing2 putra 1ekor)? Syukron.
Untuk Abdul Hakim
Jika kondisi pas-pasan seekor kambing boleh untuk akikah seorang anak laki-laki.
Untuk mengetahui adab penyembelihan lainnya, silakan lihat pada link berikut:
http://rumaysho.com/hukum-islam/umum/2796-tuntunan-penyembelihan-hewan-.html
Semoga bermanfaat.
Ustadz…bila si fulan sudah berkurban tahun lalu atas nama si Fulan tersebut dan keluarganya,kemudian tahun-tahun berikutnya dia ingin berkurban lagi,apakah kurban tersebut atas nama si Fulan tsb lagi dan keluarga, atau atas nama istrinya kemudian tahun berikutnya lagi atas nama anaknya yang pertama, kemudian tahun berikutnya atas nama anaknya yang kedua dan seterusnya…?
Untuk Abu Ashma
Tahun-tahun berikutnya dia tetap berkorban atas namanya dan keluarganya.
Untuk Pembaca Blog
Tentang makan siang bagi panitia kurban pernah saya tanyakan via Ustadz Ridho Abdillah, mahasiswa fakultas syariah, Universitas Islam Madinah. Beliau mengirimkan sms jawaban pada tanggal 5 Desember 2009 pukul 17:39, “Afwan ustadz, pertanyaan antum baru ana tanyakan ke Syeikh Sulaiman ar Ruhaili…. Inti dari jawabannya, daging kurban tidak boleh dijadikan upah, namun panitia kurban boleh mengambil daging tersebut atas nama hadiah, bukan upah”.
Asslamu’alaikum Akhi…
sy mau tanya apakah benar ” Adalah suatu keharusan bagi kita yang berkurban harus menyaksikan hewan kurban tsb,pd saat proses penyemblihan…???
mohon penjelasan..!!
Sukron Akhi…
#fadli
Dianjurkan, bukan diharuskan
Assalamu’alaikum ustadz,
Bagaimana jika pelaksanaan kurban atas nama anggota keluarga bergantian, misal tahun lalu atas nama kita, th berikutnya gantian atas nama istri, th berikutnya gantian atas nama anak, dan seterusnya.
Atau cukup selalu atas nama kita saja [kepala keluarga], yg lain ngikut. Mana yg lebih afdhol?
Syukron
#abu
Pilihan kedualah yang lebih afdhol karena itulah yang Nabi praktekkan.
Bapak saya, berkurban satu ekor kambing atas nama dirinya dan keluarga. perlukah bagi saya untuk berkurban juga (karena saya sdh mempunyai penghasilan sendiri) atau mencukupkan diri pada kurban bapak saya. Mohon dijawab, ustadz. jazakallaahu khoir..
#ummu
Jika mencukupkan diri dengan korban bapak insya Allah tidak mengapa.
KALU ADA YANG INGIN QURBAN TAPI TIDAK TAHU HUKUM SAMA SEKALI BAGAIMANA DENGAN YANG DIQURBANKAN DAN DIA JUGA MAKAN DAGING QURBANNYA SENDIRI
#hidayah
boleh makan kurban sendiri
Mohon ijin mampir pak, smoga bisa menambah pengetahuan sy. Amiin.
terimakasih informasinya…
untuk munyembelih sapi terkadang penyembelihnya menghadap hewan qurban(artinya ia membelakangi kiblat) bolehkah
#abu
boleh namun dia meninggalkan amalan yang lebih afdhol.
Ustadz bagai mana kalau saat memotong binatang (unggas)orang yg memotong hanya membaca basmalah dan secara tidak sengaja menxembelihnya hingga kepelanya terputus
# almeer
Dagingnya boleh dimakan.