Terkait dengan tertolak tidaknya ibadah yang mengandung bid’ah ada rincian yang patut diperhatikan.
Pertama, jika bidah itu ada pada ashl ibadah alias amal ibadah yang murni baru dan mengada-ada maka keseluruhan ibadah baru tersebut tertolak semisal shalat wajib keenam.
Kedua, bidah tidak ada pada ashl ibadah namun ada pada sifat ibadah alias ibadah yang dituntunkan namun tercampur dengan bidah, dalam kasus ini ada dua rincian.
Rincian pertama, bidah tersebut menyebabkan haiah ibadah [bentuk lahiriahnya] berubah semisal shalat zhuhur lima rakaat. Rakaat kelima dalam hal ini adalah bid’ah yang menyebut bentuk lahiriah shalat zhuhur berubah. Oleh karena itu dalam kasus ini yang tertolak bukan hanya rakaat kelimanya saja namun keseluruhan shalat zhuhur tersebut tertolak.
Rincian kedua, bidah yang ada tidak menyebabkan berubahnya haiah ibadah semisal shalat zhuhur dengan membaca usholli dengan suara keras. Adanya bacaan usholli dengan suara keras sebelum shalat tidaklah mengubah haiah shalat. Dalam kondisi semisal ini yang tertolak hanyalah amalan bid’ahnya saja, sedangkan amal masyru yang dilekati bid’ah tidaklah tertolak. Sehingga yang tertolak adalah bacaan usholli dengan suara keras sedangkan shalat zhuhurnya Allah terima manakala dikerjakan dengan penuh keikhlasan.
Uraian di atas adalah faidah ilmiah dari Syaikh Dr Saad Syatsri dalam salah satu rekaman ceramah beliau yang pernah saya dengarkan. Moga bermanfaat.
Subhaanallah…ilmu. Akan tetapi ustadz alangkah baiknya menyebutkan contoh – contoh pada perincian yang kedua, agar kami orang awam tidak salah memahami.Karena betapa banyak kita saksikan amalan yang sebenarnya sunnah, tp melekat padanya bid’ah, sehingga sulit membedakan mana yang itu lepas antara lahiriyah sunnah dan mana yang bukan.
Tapi.. bukankah tetap mengkonsekuensikan dosa? bagi orang yang sudah tahu dan paham hal tersebut bid’ah, tapi tetap mengamalkannya dengan sengaja?
#penggemar
rincian yang kedua adalah semua bidah idhafiyah
oh jadi semua bid’ah idhofiyah ? Apa hal ini tidak diperinci lagi ustadz ? Sebab hampir semua bid’ah yang diterima di masyarakat adalah bid’ah yang idhofi.
Afwan ustadz, apa yang dimaksud dengan bid’ah idhafiyah?
Jadi, yang membatalkan amalan itu jika bid’ah itu melekat pada ibadahnya itu sendiri? Adapun jika bid’ahnya itu terlepas dari ibadahnya itu, maka ibadahnya tetap diterima. Seperti membaca sadaqallahul’aziim setelah membaca Al-Qur’an, maka amalan membaca Al-Qur’annya tetap diterima.. Akan tetapi jika membaca Al-Qur’an dengan cara dilagu-lagukan maka amalan membaca Al-Qur’an-nya tidak diterima..
Demikian ustadz?
Rincian kedua, bidah yang ada tidak menyebabkan berubahnya haiah ibadah semisal shalat zhuhur dengan membaca usholli dengan suara keras. Adanya bacaan usholli dengan suara keras sebelum shalat tidaklah mengubah haiah shalat. Dalam kondisi semisal ini yang tertolak hanyalah amalan bid’ahnya saja, sedangkan amal masyru yang dilekati bid’ah tidaklah tertolak. Sehingga yang tertolak adalah bacaan usholli dengan suara keras sedangkan shalat zhuhurnya Allah terima manakala dikerjakan dengan penuh keikhlasan.
Mohon penjelasan dari Ustadz :
1.bukankah Niat itu merupakan salah satu Syarat Wajib/Rukun dari Sholat, melihat kontek diatas bukankah bacaan usholli sebagai Niat pelakunya.
2.yang namanya bidah tertolak (berdosa), sedangkan amalan sholatnya tdk dibalas secara utuh (krn satu dan lain hal), kemungkinan Dosanya lebih besar dari pahala yang diterima atas perbutan amal tsb.
Terima kasih
#yurdi
yang menjadi rukun atau syarat shalat adalah berniat bukan melafalkan niat.
Assalamu’alaikum Pak ustadz. Bagaimama dengan tradisi kirim doa 3, 7, 40 hari pasca kematian. Yg tertolak bidah pengemasannya saja berarti?