Ibnul Qayyim mengatakan, “Sesungguhnya orang musyrik, ahli bid’ah, ahli maksiat, pemberontak, dan orang-orang zalim jika meminta suatu hal yang dengan hal tersebut mereka bermaksud untuk mengagungkan hal-hal yang mulia di sisi Allah maka permintaan mereka direspon dan dibantu. Apa yang mereka minta diberikan. Meskipun mereka mencegah orang lain (dari kebaikan).”
Mereka ditolong untuk melakukan perbuatan yang mengandung pengagungan terhadap hal-hal mulia dan agung di sisi Allah. Mereka tidak boleh ditolong untuk melakukan kekafiran dan kezaliman. Mereka dicegah dan dilarang untuk melakukan perbuatan selain itu.
Semua orang yang meminta bantuan untuk melakukan hal yang Allah cintai dan Allah ridhai itu direspon, siapapun dia. Hal ini dilakukan jika membantu orang tersebut untuk melakukan sesuatu yang Allah cintai tersebut tidak menimbulkan perkara yang Allah benci yang lebih besar .
Ini adalah termasuk perkara yang paling rumit dan sulit serta sangat berat untuk diterima oleh jiwa” (Zaadul Ma’ad 3/269, Muassasah Risalah cetakan keempat tahun 2005).
Inilah penjelasan Ibnul Qayyim untuk penerapan firman Allah,
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa” (QS al Maidah:2).
Tentang ayat di atas, Ibnu Abbas mengatakan,
“Yang dimasud dengan birr adalah hal-hal yang diperintahkan. Sedangkan yang dimaksud dengan takwa adalah segala hal yang dilarang” (Diriwayatkan oleh Thabari, hasan. Lihat at Tafsir al Muhtashar al Shahih hal 121).
Ibnu Sa’di mengatakan,
“Hendaknya sebagian kalian menolong sebagian yang lain untuk melakukan birr. Yang dimaksud dengan birr adalah segala sesuatu yang Allah cintai dan Allah ridhai baik berupa amal badan ataupun amal hati, baik terkait dengan hak Allah ataupun hak sesama manusia. Sedangkan yang dimaksud dengan takwa dalam ayat ini adalah meninggalkan segala sesuatu yang dibenci oleh Allah dan rasulNya baik berupa amal badan maupun amal hati” (Taisir al Karim al Rahman hal 228, terbitan Dar Ibnul Jauzi).
Dalam ayat ini Allah tidak menyebutkan dengan siapa saja kita diperkenankan untuk mengadakan kerja sama dalam melakukan amal kebajikan. Hal ini menunjukkan bahwa kita boleh bekerja sama dengan siapa pun asalkan untuk mewujudkan amal kebajikan.
Hal ini ditegaskan oleh Ibnul Qayyim di atas. Beliau mengatakan kita sebagai seorang muslim dan seorang ahli sunnah boleh mengadakan kerja sama untuk melakukan amal kebajikan meski dengan orang musyrik, ahli bid’ah ataupun tukang maksiat.
Misal orang kafir dan musyrik mengajak kita bekerja sama untuk mengkampanyekan anti narkoba atau ada orang kafir yang menawari bantuan untuk jadi juru parkir sebuah acara pengajian. Kerja sama dengan orang kafir semacam ini diperbolehkan.
Contoh yang lain, ada ahli bid’ah yang menawari atau memberi bantuan finansial untuk terselenggaranya sebuah acara pengajian atau dauroh yang diisi oleh seorang ulama atau dai ahli sunnah. Kerja sama dengan ahli bidah semacam ini diperbolehan selama ahli bidah yang menjadi penyandang dana tadi tidak menetapkan persyaratan yang mengikat dan membatasi ruang gerak dakwah ahli sunnah.
Demikian pula, jika ada tokoh pembela bid’ah meminta seorang ustadz ahli sunnah untuk memberi pengajian di masjidnya. Pada asalnya kerja dengan ahli bidah semacam ini dibolehkan tentu asalkan ustadz ahli sunnah ini diberi kebebasan dalam masalah isian materi dan kedatangan ustadz tersebut di tempat tersebut untuk memberi manfaat bukan malah dimanfaatkan.
Demikian juga, jika ahli bid’ah memiliki masjid yang letaknya strategis lalu seorang dai ahli sunnah bekerja sama dengan takmir masjid yang notebene adalah ahli bidah dengan mengadakan pengajian ahli sunnah di tempat tersebut. Kerja sama semacam ini pada asalnya diperbolehkan.
Dalam penjelasan di atas, Ibnul Qayyim hanya menyebutkan sebuah persyaratan untuk dibolehkannya kerja sama semacam ini yaitu kerja sama tersebut tidak menimbulkan dampak buruk yang lebih besar dari pada manfaat yang diwujudkan. Jadi jika kerja sama tersebut menimbulkan dampak negatif yang lebih besar maka kerja sama tersebut menjadi terlarang.
Apakah Ibnul Qoyyim tidak lagi salafi karena membolehkan kerja sama dengan bid’I atau hizbi?!!
Bahkan dalam pernyataan di atas Ibnul Qoyyim membolehkan kerja sama untuk melakukan kebajikan dengan semua orang, bahkan orang kafir.
Benarlah apa yang beliau katakan bahwa hal ini sangat berat bagi jiwa banyak orang terutama yang mengutamakan perasaan, bukan ilmu dan akal sehat.
Moga Allah beri kita kekuatan untuk menjadi ahli sunnah atau salafi sejati, bukan salafi imitasi apalagi salafi basa basi dengan bimbingan ilmu dan para ulama ahli sunnah yang tidak diragukan lagi kesalafiannya.
Alhamdulillah…
Allah telah bukakan salah satu pintu ilmu bagi hamba lewat situs ini..
Jazakumullah khairan katsiran …
Assalamu’alaykum, tolong di jelaskan pengertian kata “hizbi” yang di maksud pada judul artikel ini? apakah حِزْب yang di maksud adalah dalam Quran surat Al Mujadalah ayat 19 , atau حِزْب pada ayat 22?
Untuk Abu Khaulah, Wa’alaikumussalam.
Hizbi tersebut diambil dari istilah hizbiyyah yang kurang lebih maknanya adalah faham kekelompokan. artinya tolak ukur kebenaran dan kebatilan adalah pendapat kelompoknya, bukan al Qur’an dan sunnah.
dengan bahasa sederhana, hizbi adalah mubtadi’ atau ahli bid’ah.
Meski sebenarnya, semua hizbi adalah ahli bid’ah namun tidak semua ahli bid’ah adalah hizbi
Ktk hizbiyyah adlh sbh penyakit,maka akal&hati yg sehat manakah yg lebih mengutamakan bergaul dgn penyakit drpd dgn yg sehat.apakah krn pnykt2 tsb membrikn keuntngn dunyawiyah?bertnylh kpd hati msg2.
Untuk Zaid. Jika demikian apakah Ibnul Qoyyim termasuk orang yang “mengutamakan bergaul dengan penyakit dari pada dengan yang sehat” karena membolehkan kerja sama dengan ahli bid’ah bahkan dengan musyrik dan kafir dengan bersyarat?Bukankah penyakit yang ada pada musyrik atau kafir itu lebih parah dari pada penyakit yang ada ahli bid’ah? Antum melarang kerja sama dengan hizbi secara mutlak sedangkan ulama semisal Ibnul Qoyyim membolehkan dengan bersyarat berdasarkan dalil yang telah saya sebutkan. berdasar tulisan di atas, kita lihat bahwa pendapat Ibnul Qoyyim itu berdasarkan dalil. layakkah kita tinggalkan pendapat yang berdalil dengan dalil ‘bertanyalah kepada hati’?Pendapat manakah yang lebih layak kita pilih? “Bertanyalah kepada hati masing-masing”!
sukron minta ijin posting di blog sy.
smga bermanfaat
barakalahufikum… ‘afwan ustd bsa g ngisi kajian di kota pati ?? ‘afwan sblumnya
Assalamu’alaikum,
alhamdulillah dengan artikel ini membuka pikiran kita untuk tidak tahzir dan hajr saja terhadap hizbi atau mungkin ahlusunnah yang bekerja sama dengan hizbi, namun ada beberapa ikhwan ataupun asatidz yang masih tegas untuk menolak hal tersebut, sehingga terkesan di indonesia khususnya salafy terkesan terpecah.
Adakah islah terhadap perpecahan ini? karena hajr ini sudah pernah mengenai adik ana yang ditanya oleh seorang ikhwan dengan pertanyaan “taklim dimana akh?”
mohon jawabannya
semoga ahlusunnah wal jamaah bersatu
Assalamu’alaykum
Ustadz,
kami minta Ustadz untuk mengisi kajian keluar kota di daerah Gemolong Sragen bisa apa tidak Ustadz..?
masalah waktu nanti ana konfirmasi kepada Ustadz langsung.
untuk Abu Abdillah, insya Allah bisa jika waktunya cocok. Wallahu yubarik fiikum.
Untuk Adhitya. Wa’alaikumussalam.
Sumber keburukan (baca:perbedaan pendapat yang berubah menjadi perpecahan) itu ada dua hal.
1. ada pihak yang karena kekurangan ilmu memusuhi pihak lain (jahl)
2. ada pihak yang kurang bijak saat menyikapi permasalahan
Penggunaa frase ‘seorang ikhwan’ nampaknya perlu dikoreksi dengan dua alasan.
a. tinjauan bahasa
ikhwan adalah bentuk jamak dari akh yang artinya saudara. sehingga terasa aneh di telinga jika ada yang mengatakan ‘seorang ikhwan’.
b. tinjauan akidah
penggunaan istilah ikhwan untuk orang-orang yang sudah ‘ngaji’ sehingga mengenal manhaj salaf dan ‘bukan ikhwan’ untul seorang muslim yang belum mengenal manhaj salaf itu bisa menimbulkan salah faham. seakan-akan muslim yang belum ‘ngaji’ itu bukan saudara kita padahal semua muslim adalah saudara kita baik dia seorang muslim sunni atau muslim yang belum sunni selama dia masih seorang muslim. Wallahu a’lam.
Untuk Khoirul, Wa’alaikumussalam. Insya Allah bisa, jika waktunya cocok.
assalamu’alaikum ustadz.
ana posting artikel antum di blog ana, http://salafiyunpad.wordpress.com/2009/07/20/tidak-lagi-salafi-karena-kerjasama-dengan-hizbi/
afwah yah ust baru ijin..
barokallahu fikum…
Wa’alaikumussalam. silahkan. Tidak apa-apa. Wallahu yubarik fiikum.
assalamu’alaykum
boleh tanya?? klo uang riba diperbolehkannya digunakan untuk keperluan apa saja??
Untuk Ibnu Thohir, Wa’alaikumussalam.
Untuk kepentingan sosial, bukan pribadi dengan niat untuk membersihkan diri dari harta haram, bukan dengan niat sedekah.
jadi, misalnya saya punya tabungan di bank riba, dan telah tercampur, dgn bunga riba, bisa saya bersihkan dgn sering2 mengeluarkan bunga itu ke fakir miskin ? maksud saya sih daripada saya makan ribanya, mending saya buang
untuk abang. Ya, uang bunga (baca:riba) bisa dibuang dengan digunakan untuk kepentingan sosial atau kepada fakir miskin yang sangat membutuhkan.
Ykh.Aris Munandar
Saya murid dari salah seorang ustadz salafiyyin,yang mungkin menurut ustadz digolongkan sebagai aliran “sok salafy sendiri”.Sebagai bahan perenungan saja..Kalau ibnu Abbas membolehkan nikah Mut’ah dan sementara sahabat yang lain mengatakan Haramnya nikah mut’ah,bolehkah saya mengambil IJTIHAD IBNU ABBAS sebagai bahan dasar hukum saya membolehkan pernikahan MUT”AH?..Ini sebagai bahan perenungan saja dari seorang murid awam yang membaca artikel2 ustadz yang banyak mencela ikhwan salafiyyin yang tidak satu pengajian dengan ustadz…Bertakwalah ustadz…Tidak perlu fitnah disebarluaskan di media internet semacam ini yang hanya akan menimbulkan fitnah lebih besar lagi.Saya juga tidak setuju kalau teman sepengajian kami juga mengudar2 ustadz lain di media internet..dan selaku ustadz tidak sepantasnya ustadz aris ikut2an mencela sana dan sini..perlu diketahui kami dalam taklim2 tidak pernah mengerikan seperti yang diberitakan bahwa isi pengajian kami hanya ghibah sana ghibah sini..Itu internet ustadz..Internet..Berlakulah sebagai seorang Ustadz..Damaikanlah dua pihak kaum mukmininn yang bermusuhan..jangan ikut memanas2i dan menasehatkan orang lain fobi terhadapa manhaj salaf..Bertakwalah wahai Ustadz yang kami hormati..SATUKANLAH BARISAN KAUM MUSLIMIN..JANGAN TAMBAHI PENYAKIT DALAM HATI MEREKA..BERBAIK2LAH DENGAN KAUM MUKMININ LAINNYA..BALASLAH PERBUATAN JAHAT DENGAN PERBUATAN BAIK..DAMAIKANLAH MEREKA DAN JANGAN PECAH MEREKA..CUKUPLAH BLOG INI AKAN MENJADI HUJJAH
Untuk Jalan Ibrahim
1. Perbedaan ulama itu ada dua macam, khilaf yang lemah dan khilaf yang kuat. Pendapat Ibnu Abbas dalam masalah nikah mut’ah dan riba fadhl yang menyelisihi jumhur shahabat adalah khilaf yang lemah. Orang yang sedikit berilmu saja mampu mengetahui bahwa pendapat beliau adalah pendapat yang keliru karena berlawanan dengan dalil tegas yang ada dalam masalah ini. Terlebih lagi, Ibnu Abbas telah meralat pendapat beliau tentang nikah mut’ah sehingga kita tidak boleh menisbatkan pendapat tersebut kepada beliau.
Oleh karena itu, pendapat Ibnu Abbas tidak bisa jadi alasan untuk membolehkan nikah mut’ah.
2. Tolong jangan turuti prasangka karena prasangka itu kebohongan yang paling bohong. (‘yang mungkin menurut ustadz’).
3. Setahu saya di blog ini saya tidak pernah ‘ikut2an mencela sana dan sini’. Paling banter yang saya lakukan adalah mengoreksi dan meluruskan pemahaman yang menurut saya kurang tepat. Apakah ini termasuk mencela ataukah termasuk nasihat?
Assalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh.
Bukan semata-mata membela person-person tertentu, akan tetapi marilah kita sama-sama belajar merenungi hakikat APA yang disampaikan dari sebuah tulisan. Mari kita sama-sama belajar instropeksi diri. Jangan sampai kita termasuk ke dalam golongan orang yang pandai menasehati tetapi tidak mau dinasehati. Na’udzu billahi min dzalik.
Saya pribadi merasakan, tulisan dari Ustadz Aris ini merupakan nasihat yang indah. Berharap para pembaca lain pun merasakan demikian.
Bersyukurlah bagi mereka yang menemukan sebuah majlis yang dibimbing oleh Ustadz Ahlus Sunnah, yang di dalamnya tidak ditemukan celaan-celaan yang disebabkan karena kekurang hati-hatian dalam menjaga lisan.
Diakui maupun tidak, fakta di lapangan menunjukkan celaan-celaan itu memang pernah ada. Di internet pun,-saat ini-, masih beterbaran. Dan masih hangat di ingatan saya terhadap apa yang saya saksikan berupa beberapa celaan kepada saudara kita sesama muslim yang lain.
Semoga kita termasuk ke dalam golongan orang-orang yang bertakwa, dan tidak termasuk ke dalam golongan orang yang mengalami kebangkrutan pahala.
Mohon maaf jika ada kata-kata yang kurang berkenan.
Oh ya, salam kenal buat Ustadz Aris Munandar. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menjaga Ustadz Aris Munandar, menambahi dan memberikan keberkahan ilmu kepada Ustadz Aris Munandar.
Dari hamba yang sangat mengharapkan ampunan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala,
Abu Zahroh
Untuk Jalan Ibrohim
Ana ikut ngaji di dua kelompok yang berbeda ini dan mengambil manfaat dari keduanya karena menurut ana dua2 adalah salafi tempat mencari ilmu, ana rasa Nasehat antum lebih lebih tepat disampaikan teman2 taklim antum, dari pada yg ngaji di ustadz aris, ini berdasarkan pengalaman pribadi ana bergaul dan webblog2 yg ada, dan ana rasa ustadz aris hanya mengkoreksi karena fitnah ini jg mengenai ustadz aris, kalau antum mengerti apa celaan yg ditujukan ke ustadz aris, dan ini adalah jawabannya.
Untuk ustadz aris mudah2an Allah Jalla wa ala selalu menjaga antum agar selalu dijalan yg lurus
Bismillah.
Ana bertanya, bagaimana misalnya jika ustadz Yazid Jawas diundang oleh tokoh PKS atau tokoh NU atau tokoh Muhammadiyah aau tokoh PERSIS untuk mengisi pengajian mereka di tempat mereka dengan bebas tanpa syarat..?
Untuk Abu Husain
Bila beliau berkenan maka boleh-boleh saja dengan catatan isian materi tidak diatur-atur.
Ustadz Abdul Hakim dan Ustadz Abu Qotadah pernah ngisi di tempat orang PERSIS.
Ustadz Abdul Hakim dan Ustadz Yazid juga pernah ngisi di depan para anggota MUI Jakarta Utara dan sebagaimana kita ketahui bahwa anggota MUI itu berasal dari berbagai elemen.
Bahkan Syeikh Ibnu Baz dan Ibnu Utsaimin pernah ngisi pengajian via telepon di Yayasan Ihya Turots Kuwait.
Syeikh Rabi pernah ngisi di masjid tarekat Tijaniah padahal tarekat Tijaniah itu termasuk tarekat shufi yang paling ekstrem.
Untuk lebih lengkapnya tolong baca dan telaah buku 14 Contoh Hikmah Dalam Dakwah karya Ustadz Abdullah Zein, terbitan Pustaka Muslim Jogja.
Inilah diantara contoh kerja sama atau ta’awun dengan pihak-pihak yang ‘bermasalah’ yang dibolehkan dalam syariat.
Assalaamu’alaykum.smoga Alloh menjadikan hati2 ahlu sunnah brsatu.singkat saja ustadzunaa.saya paham bhw mslh ta’awun dg hizbiy adlh mslh khilafiyah d kalangan ‘ulama.tapi d kalangan mubtadi’in/pnuntut ilmu pemula (ana katakan mubtadi’in krn al-ustadz abu ihsan hafizhohulloh mngatakan bhw sluruh ustadz salafiy d indo msh pmula sbagaimana yg bliau ceritakan langsung ktika via telpon dg syaikh ali hasan hafizhohulloh).yg ana tanyakan apakah perslisihan d kalangan mubtadi’in indonesia tlah masuk pd level iftiroq bkn skedar perslisihan?jika ya,bukankah ini ciri ahlul bid’ah?mohon d jwb.sungguh bagus perkataan syaikh yg mulia Ibrohim Ar-Ruhaili ktika d Maskamp UGM yg intinya “APA YG LAPANG BAGI ULAMA HENDAKLAH MENJADI LAPANG PULA BAGI KALIAN!”.
Assalamualaikum
Ustadz, ana sering mengikuti kajian antum, tapi baru kali ini buka blog antum. Ana takut kalau antum diboikot sesama salafiyyin karena artikel – artikel antum di blog ini. Insya Allah, artikel antum benar dan ilmiah, namun apakah yang lain juga menganggap seperti itu ???
Jazakumullahu khairan
# Jalal Ibrahim
Kalimat Anda “menurut ustadz digolongkan sebagai aliran “sok salafy sendiri”.
=> waduh. Saya sejak jadi mahasiswa UGM tahun 2005 hingga sekarang, saya rutin ikuti kajian ustadz Aris bahkan saya sendiri yang selenggarakan kajian rutin beliau di masjid al-ashri, belum pernah saya dengar beliau menyebut istilah “sok salafy sendiri” untuk ustadz2 lain.
Mungkin akh Jalal perlu tabayun juga pada ikhwan yang lebih rutin dari saya, Muhammad Abduh Tuasikal (http://rumaysho.com)yang dalam satu minggu, punya 5 majelis mulazamah dengan beliau. Tapi, saya kira akh abduh juga tidak pernah mendengar ustadz aris mengatakan apa yang anda sangkakan.
=> Saran: alangkah lebih baik dan lebih indah bila kita berprasangka baik terhadap sesama saudara muslim.
Untuk Ibnu Shalih
Ikhtilaf itu bisa berubah menjadi iftiroq dikarenakan hasad, gengsi, hawa nafsu dan tendensi duniawi.
Dauraoh masyayikh sudah berkali-kali diadakan terakhir kemarin di Jogja,yang merasa bahwa blog ustadz Aris adalah celaan harusnya mereka introspeksi diri,saya tidak menemukan satupun celaan ustadz kepada asatidzah yang lain yang berbeda pendapat dengan beliau,yang ada jika membuka blog lain,banyak celaan yang menghujat ustadz-ustadz yang tidak sependapat,padahal mereka adalah saudara sendiri,yang saya sayangkan adalah sampai sekarang tulisan2 itu belum dihapus,untuk yang punya hati bedakan antara nasehat dan celaan.
Uhibbukum fillah..
Ustadz,
Apakah ada perbedaan antara Ahlul Bid’ah dan Mubtadi’ ?
Sampai saat ini, Saya masih belum paham tentang hal ini. Mohon penjelasannya.
Jazakallahu khayran.
Untuk Budi
Ahli bid’ah itu sama dengan mubtadi, sama dengan ahli hawa.
tadz kalau bekerjasama dengan pemerintah, dalam masalah penggalian dana sedangakan kita tahu itu dana itu dari orang kafir (World Bank, atau semisalnya)untuk ponpes misalnya boleh ndak tadz
Untuk Didin
Boleh menerima bantuan dana dari pemerintah asal tidak mengikat dan tidak menyebabkan dakwah menjadi terbatasi.
Assalamu’alaikum,
Ya Ustadz, Saya mau bertanya bagaimana hukumnya bekerja sama dgn tetangga atau masyarakat sekitar saya seperti mendanai acara yasinan karena mendapat undangan untuk sumbangan logistik/makanan tetapi saya tidak menghadiri acara tsbt, bagaimana cara bijak dan santun sesuai as-sunnah ? trims
Untuk Izzuddin
Wa’alaikumussalam
Allah berfirman yang artinya, “Janganlah kalian tolong menolong dalam dosa dan tindakan melampaui batas”.
Assalaamu’alaykum. yaa ustadzunaa ana ingin bertanya:
1. Apa definisi hizby secara istilah?
2. Apa tolok ukur sebuah kelompok atau person dapat dikatakan sebagai hizby? maksud ana adakah kaidah yang jelas dalam hal ini?
3. Apakah untuk men-cap/memvonis sebuah kelompok atau person sebagai hizby harus ada iqamatul hujjah dulu?
4. Apakah memvonis sebuah kelompok sebagai hizbiy adalah khusus hak ‘ulama?Jazaakalloh khoiron.
Untuk Ibnu
Wa’alaikumussalam
Syeikh Muhammad al Imam mengatakan, “Terkadang kami mengatakan ashab tahazzub (baca:hizbi) dan terkadang ahli bid’ah. Boleh jadi ada yang berprasangka bahwa seorang hizbi itu ahli bid’ah.Tidak demikian, orang-orang hizbi itu ahli bid’ah. Kami menyebut mereka dengan istilah hizbi karena mereka terkenal dengannya. Bid’ah itu bertingkat-tingkat. ada yang parah, ada yang sedang dan ada yang ringan” (al Bayan li Idhoh ma ‘alaihi Jami’ah al Iman hal 138).
jadi hizbi adalah sebutan untuk ahli bid’ah yang terkenal karena menjadikan kelompoknya sebagai tolak ukur kebenaran dan parameter kawan ataukah lawan.
Jadi setiap hizbi itu ahli bid’ah namun tidak semua ahli bid’ah itu terjerumus dalam hizbiyyah.
Uhibbukum fillah..
Masih soal parameter.
Ustadz Aris.. yg dimaksud dg perkara Kulli dan juz’i yg menjadi parameter sseorang dikatakan Mubtadi’ itu apakah mesti perkara2 yg menyangkut Ushuluddin?
Mohon penjelasannya. Smoga Allah selalu memberkahi Antum sekeluarga.
Untuk Budi
Betul, hal tersebut terkait dengan pokok-pokok agama, bukan cabang-cabangnya.
Subhanallah..
Ini blog salafy yang saya cari-cari selama ini. karena banyaknya comment (mungkin juga tuduhan) kepada salafy, tuduhan paling besar adalah salafy lebih sering mencari musuh sesama kaum muslimin. Namun, setelah membaca blog ustadz, alhamdulillaah saya merasa lapang berada di atas manhaj ini. Insya Allah..btw, ustadaz aris kalo mampir ke jakarta untuk isi kajian..tolong diinfokan ya.
Yugo, di jakarta
Alhamdulillah,semoga Allah mebimbing kita di atas kebenaran.Ana hanya ingin mengatakan,bahwa inilah dakwah yang sesungguhnya insyaAllah,bilhikmah.Bahkan,suami ana yang baru saja mengenal dakwah salaf, yang selama ini mendengar ceramah dari ustadz2 yang sedikit agak ‘keras’ menurutnya,(maklum baru pemula)!Namun, ketika di mendengar rekaman dari2 ustadz Abuz-Zubeir dll, suami ana langsung berkomentar :”yang begini nih yang ana suka!”.Subhanalloh, benarlah bahwa dakwah haruslah dengan hikmah, agar orang-orang tak menjauh dari dakwah al-Haq!!!WAllohu a’lam…
manhaj di sana senang disini senang
hati itu lemah maka khawatirlah kita2 nanti terpeleset ke dlm fitnah
barakallohu fiikum
#Bapak pramuka jogja
Sungguh aneh, ada orang yang sangat benci dan marah jika mendapatkan suatu gelar namun ternyata gelar tersebut dia pakai untuk menamai dirinya sendiri. Ini merupakan indikasi fitroh yang terbalik. Semoga Allah menyelamatkan kita dari hal tersebut.
Sy k0k kurang setuju ya..mengambil uang riba u/ s0sial, hmm.. Kalau kt mengambil uang riba pemahaman ana itu haram. Dgn mengambilx,brarti kt memb0lehkan praktik ribawi? Bgmana mw brdakwah bhwa riba itu haram kalau kt sja memb0lehkan?
Walaupun i2 u/ s0sial..haram y ttp haram..! Gmana tadz?
Untuk Taghir
Bolehnya memanfaatkan uang riba itu bukan karena kita setuju dengan praktek riba namun dalam rangka takhollush/membersihkan diri kita agar tidak memegang uang riba. Jika anda tidak setuju lalu apa solusinya? Dibakar saja?
Kholifah Umar pernah ditanya tentang hal ini dan beliau membolehkan.
Siapakah diantara ulama dari kalangan shahabat yang sepaham dengan
Assalamu’alaikum.
Menanggapi permsalahan ini, mohon kiranya penjelasan ustadz mengenai tahdzir terhdap ali hasan yang ana baca disini http://tukpencarialhaq.wordpress.com/2009/02/02/tahdzir-ulama-atas-ali-hasan-tanggapan-syaikh-rabi-ibn-haadi-al-madkhali/ . Benarkah itu adanya, dan bgaimana sikap kita sebgai thalibul ilmi
Jazakallah khair
Untuk Abu Fakhri
Perselisihan ilmiyyah antara para ulama adalah hal yang biasa.
Sikap yang tepat bagi penuntut ilmu
1. Tidak menjadikan perselisihan tersebut sebagai tolak ukur kawan dan lawan.
2. Tetap hormat dengan semua ulama ahli sunnah
3. Menyikapi pernyataan dan pendapat ulama dengan objektif, lihat mana yang lebih ilmiah dan argumentatif
4. Jadikan perselisihan ulama sebagai pemacu untuk mengkaji dengan baik dan mendalam pokok masalah yang diperselisihkan sehingga kita mendapatkan faedah ilmiah dari permasalahan ini.
Afwan ustadz,
Apakah dengan kita bekerja sama dengan hizbi itu membuka celah bagi pihak lain yang membenci dakwah ini untuk mengoyak dan terjadilah fitnah, sperti halnya banyak sangkaan kemudian tuduhan2 yang ana baca bahkan telah sampai fenomena men-tahdzir…
Mengenai kerjasama dengan hizbi dan berteman dengan hizbi, manakah yang lebih tepat dengan yang terjadi di indonesia khususnya saudara2 yang terlibat dalam masalah tersebut, karena yang ana pahami bahwa teman adalah parameter siapa diri kita..dan tuduhan2 yang mengenai sebagian ustadz-ustadz yang berdakwah diatas manhaj ini adalah mereka dituduh berteman baik dengan hizbi bukan sekedar kerjasama..
Untuk Abu Fakhri
1. Kalau syarat-syarat bolehnya kerja sama tersebut dipenuhi insya Allah tidak akan membuahkan kecuali kebaikan. Sebab pokok fenomena tersebut adalah kurangnya lapang dada dan kurangnya ilmu
2. Sahabat dekat itu beda dengan sekedar kenal baik.