Tanya:
Seusai penggalian liang lahat, untuk menanti penguburan, biasanya dilakukan tausyiah singkat untuk mengingatkan kematian. Adakah hal ini dicontohkan dan disyariatkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?
Jawab:
Pengajian di pemakaman adalah satu hal yang tidak disyariatkan dan tidak sepantasnya dijadikan kebiasaan yang terus menerus dilakukan, kecuali karena suatu sebab. Misalnya, ketika pada saat prosesi penguburan di pemakaman ada orang yang tertawa terbahak-bahak, bermain dan bercanda, maka memberikan nasihat adalah satu hal yang baik. Akan tetapi tanpa ada sebab, kemudian ada salah seorang yang berdiri lalu berceramah di hadapan banyak orang pada saat mereka memakamkan jenazah, maka hal tersebut sepantasnya dilakukan. Dalilnya pun tidak ada.
Benar bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berada di sebuah pemakaman untuk salah seorang shahabat anshar. Berhubung liang lahat belum dipersiapkan, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun duduk dan para shahabat duduk di sekitar beliau. Begitu tenangnya para shahabat, sehingga burung-burung yang berada di atasnya, tidak beranjak dari tempatnya sedikit pun. Pada saat itu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membawa kayu yang beliau tancapkan ke tanah. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bercerita tentang keadaan seorang yang akan dan sesudah meninggal dunia.” (HR Ahmad 4/287 dan Abu Dawud no 4753 dari Bara’ bin Azib)
Hadits tersebut dengan jelas menunjukkan, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah sedang berceramah akan tetapi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang duduk lalu dikelilingi para shahabat sambil menunggu liang lahat dipersiapkan. Pada saat itulah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bercerita, keadaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seperti ini adalah seperti kita sedang menunggu pemakaman seseorang, lalu ada salah seorang di antara kita yang menceritakan sebagaimana yang Nabi sampaikan.
Dalam hal ini perlu kita bedakan antara pembicaraan khusus dengan orang-orang yang duduk di sekeliling kita dan ceramah. Demikian juga apabila mayat sudah dimakamkan, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri di dekat makam tersebut sambil mengatakan: “Mohonlah ampun untuk saudaramu. Dan mintakanlah untuknya keteguhan hati karena sesunggunya dia sekarang sedang ditanya.” (HR Abu Dawud no 3221)
Apa yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam katakan dalam hadits di atas bukanlah khutbah, melainkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya menyampaikan satu masalah tertentu. (Fatwa Syaikh Ibn Utsaimin dalam al-Shahwah al-Islamiyyah cetakan Dar Wathan hal 112-113)
Artikel www.ustadzaris.com
Assalammu’alaikum Ustadz,
1. Di dalam buku Syeikh Albani Sifat Sholat Nabi saya menemukan di dalam tasyahud Ibnu Mas’ud tidak menggunakan “Assalammu’alaikawarahamatullahi…..” Tetapi, diganti”assalammu’alannabiyi…” Hal itu katanya sesuai dengan persetujuan nabi. Karena sebelum Rasul SAW wafat beliau mengunakan “Assalammu’alaikawarahamatullahi”…..tetapi, sesudah wafat para tabi’in menggunakan”assalammu’alannabiyi”. Apakah itu benar? Apa hadistnya?
2. Saya juga minta hadistnya yang tidak menggunakan lafadz sayyidina dalam solat?Shohih atau tidak beserta sanadnya karena ada yang mengatakan hadist tersebut dhaif? (Jika bisa dalam dua bahasa yaitu arab dan indonesia) berikut sumber kitabnya.
3. Apakah ketika saya menjadi Imam solat lalu salah ketika membaca surat boleh saya ulangi atau mengganti bacaan surat tersebut?
4. Bolehkan saya membetulkan sarung atau peci ataukah seperti peci jatuh ketika akan bangkit dari sujud saya biarkan begitu saja ketika solat ?
JAzakalallahu khoiron katsiron,
Wa’alaikumussalam
1.ada dua pendapat shahabat dalam masalah ini. Menggantinya dengan ‘alan nabi adalah pendapat Ibnu Mas’ud. Sedangkan tetap dengan ‘alaika adalah pendapat Umar bin Khatab dan Aisyah. Insya Allah, keduanya boleh dilakukan.
2.redaksi haditsnya bisa dibaca di buku Shifat Shalat Nabi pada bahasan shalawat nabi.
3.boleh
4. boleh membetulkan sarung atau peci.
Assalammu’alaikum,
1. Berapa harokat lafadz Amin dalam solat? Apakah mengaminkan doa sama dengan amin dalam solat? Karena
A. waktu doa dibaca “amiin” huruf “A” nya hanya 1 harokat biasa saya melihat dan mendengar orang lain (jamaah) seperti itu.
B. Waktu solat “aaminn” kedua huruf tersebut yaitu A dan min 2 harokat.
Yang benar menurut sunnah bagaimana?
2. Apakah bisa berdzikir di dalam hati yaitu tasbih, tahmid dan yang lainnya? Apakah dalam quran surat Al-Furqan ayat 68 bisa dipakai dalil untuk berdzikir di dalam hati?
3. Bagaimana dengan dzikir menyebut Allah Allah ? Apakah di dalam Alquran dikatakan dengan jelas dzikir Allah…Allah tersebut?
Untuk Hartini
1. kedua cara baca tersebut diperbolehkan
2. berdzikir dengan hati adalah memikirkan nikmat Allah, dosa, siksa kubur, neraka dll
3. Nabi tidak pernah mengajarkan dzikir dengan membaca allah, allah dengan diulang-ulang.
Assalammu’alaikum
1. Bagaimana sebenarnya menurut sunnah sujud itu? Saya menemukan di buku Sifat Sholat Nabi Syeikh Albani posisi kedua kaki yaitu “harus merapatkan kedua tumitnya” (HR.Thahawi, Ibnu Khuzaimah dll). Saya tidak menemukan hadist sujud dengan posisi lain seperti kebanyakan orang yaitu “membuka kedua kaki”di dalam buku tersebut. Apakah hadist itu shahih? Apa hadist membuka kedua kaki dalam sujud? Karena saya melihat umumnya begitu .
2. Di dalam buku Syeikh Albani Sifat Sholat Nabi terdapat kesalahan, saya menemukan hadist pemakain “wabihamdihi” dalam solat yaitu bacaan rukuk dan sujud. Padahal setelah diteliti lebih dalam itu hadistnya dhaif dan kata dosen saya itu adalah madzhab syiah.
3. Bagaimana derajat hadist solat sunnat taubah dan solat sunnat safar?
4.Apakah dalil sholat sunnah dhuha yang 12 rakaat itu shahih? Karena yang saya tahu hadistnya sampai 8 rakaat dan itu pun shahih.
5. Di dalam buku Sifat Sholat Nabi saya menemukan tasyahud Ibnu Mas’ud pemakaian “Assalammu’alannabiyi” tetapi di buku lain itu pun sama karya Albani saya menemukan dengan lafadz kata”Assalammu’alannabi” , lafadz yang benar yang mana?
Perbedaaannya terletak pada akhirnya pakai “YA yaitu nabiyi” atau cukup sampai “nabi”?
6. Bagaimana kita menjawab Qomat, apakah pada kata “Hayya’alalsolah Hayya’alalfalah” kita harus mengucapkan lahawawulawalaquwwataillabilah seperti adzan? Apa hadist menjawab qomat?
Tolong jawabannya ustadz, Syukron
1. Bagaimana sebenarnya menurut sunnah sujud itu? Saya menemukan di buku Sifat Sholat Nabi Syeikh Albani posisi kedua kaki yaitu “harus merapatkan kedua tumitnya” (HR.Thahawi, Ibnu Khuzaimah dll). Saya tidak menemukan hadist sujud dengan posisi lain seperti kebanyakan orang yaitu “membuka kedua kaki”di dalam buku tersebut. Apakah hadist itu shahih? Apa hadist membuka kedua kaki dalam sujud? Karena saya melihat umumnya begitu .
2. Di dalam buku Syeikh Albani Sifat Sholat Nabi terdapat kesalahan, saya menemukan hadist pemakain “wabihamdihi” dalam solat yaitu bacaan rukuk dan sujud. Padahal setelah diteliti lebih dalam itu hadistnya dhaif dan kata dosen saya itu adalah madzhab syiah.
3. Bagaimana derajat hadist solat sunnat taubah dan solat sunnat safar?
4.Apakah dalil sholat sunnah dhuha yang 12 rakaat itu shahih? Karena yang saya tahu hadistnya sampai 8 rakaat dan itu pun shahih.
5. Di dalam buku Sifat Sholat Nabi saya menemukan tasyahud Ibnu Mas’ud pemakaian “Assalammu’alannabiyi” tetapi di buku lain itu pun sama karya Albani saya menemukan dengan lafadz kata”Assalammu’alannabi” , lafadz yang benar yang mana?
Perbedaaannya terletak pada akhirnya pakai “YA yaitu nabiyi” atau cukup sampai “nabi”?
6. Bagaimana kita menjawab Qomat, apakah pada kata “Hayya’alalsolah Hayya’alalfalah” kita harus mengucapkan lahawawulawalaquwwataillabilah seperti adzan? Apa hadist menjawab qomat?
Tolong jawabannya ustadz, Syukron
Wa’alaikumussalam
1.coba anda tanyakan pada dosen anda
2.yang benar, tambahan tersebut diperselisihkan, hasan ataukah dhaif. Tidak benar, kalo itu semata-mata mazhab syiah.
3.hadits sholat taubah dinilai hasan oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya. Hadits shalat 2rakaat setelah safar derajatnya shahih, riwayat bukhari dan muslim.
4.Yang benar, shalat dhuha tidak ada batasan maksimalnya sebagaimnaa di syarh mumti karya Ibnu Utsaimin.
5. perbedaan tersebut dikarenakan dibaca waqaf ataukah tidak.
6. Jika mau dijawab maka sebagaimana adzan.
1. Ustadz,,bolehkah kita menyentuh tangan wanita yang sudah meninggal yang bukan mahram?
Untuk Manusia
Tidak boleh.