Makmum Memandang Imam?
Diantara dalil yang digunakan oleh para ulama bermazhab Maliki untuk menguatkan pendapat mereka yang mengatakan bahwa seyogyanya orang yang mengerjakan sholat itu menghadap lurus ke depan adalah firman Allah yang artinya, “Maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram” (QS al Baqarah: 144). Jika seorang itu menghadapkan wajahnya ke arah Masjidil Haram maka biasanya pandangannya akan tertuju ke arah depan.
Hal ini adalah diantara permasalahan yang diperselisihkan oleh para ulama yaitu permasalahan ‘apa yang dilihat oleh seorang yang sedang mengerjakan sholat ketika dalam posisi berdiri dalam shalat’.
Pertama, yang masyhur di kalangan para ulama bermazhab Maliki orang yang sedang mengerjakan shalat itu menghadap ke arah depan.
Kedua, sedangkan menurut Imam Ahmad yang tepat adalah menghadap ke tempat sujud. Ini juga merupakan pendapat Imam Syafii dan Abu Hanifah.
Alasan pendapat kedua adalah sebuah hadits mursal dari Muhammad bin Sirin bahwa Nabi itu menundukkan kepalanya dan memandang ke tempat sujudnya.
Alasan lain adalah karena sikap demikian ini lebih menampakkan kekhusyuan.
Ketiga, ada juga ulama yang mengatakan bahwa untuk imam dan orang yang sholat sendirian memandang ke arah tempat sujud. Sedangkan makmum memandang ke arah imamnya.
Pendapat ketiga ini beralasan dengan beberapa hadits yang ada dalam Shahih Bukhari yang menceritakan shalat gerhana yang dilakukan oleh Nabi. Nabi juga bercerita bahwa saat mengerjakan shalat dinampakkan di hadapan Nabi surga dan neraka. Nabi bersabda kepada para shahabat, “Itulah yang terjadi saat kalian melihatku maju dan mundur dalam shalat tadi” (HR Bukhari dan Muslim). Hadits ini dalil yang menunjukkan bahwa para shahabat itu memandang ke arah Nabi.
Dalil yang lain adalah ketika mimbar telah selesai dibuat untuk Nabi maka Nabi berdiri mengerjakan shalat di atas mimbar. Di atas mimbar beliau berdiri dan ruku’. Jika beliau hendak bersujud beliau turun dan bersujud di lantai. Nabi bersabda, “Hanyalah kulakukan hal tersebut supaya kalian mengikutiku dan mempelajari shalat yang kukerjakan” (HR Bukhari dan Muslim). Hadits ini menunjukkan bahwa mereka, para shahabat memandang ke arah Nabi.
Dalil ketiga adalah hadits yang isinya shahabat bercerita bahwa Rasulullah itu membaca al Quran saat mengerjakan shalat sirriyyah (Zhuhur dan Ashar). Ketika itu ada yang bertanya, “Dengan cara apa kalian mengetahui bahwa Nabi membaca?”. “Dengan bergerak-geraknya jenggot Nabi”, jawab mereka, para shahabat (HR Bukhari).
Ketiga hadits di atas terdapat dalam kitab shahih.
Ketiga dalil di atas menunjukkan bahwa makmum itu melihat ke arah imam. Alasan logis yang menguatkan hal ini adalah dengan memandang ke arah imam makmum bisa lebih maksimal mengikuti imamnya. Imam terkadang berdiri atau duduk karena lupa, jika makmum memandang ke arah imam makmum bisa lebih maksimal dalam mengikuti imam. Sedangkan imam dan orang yang shalat sendirian saat berdiri dalam shalat melihat ke arah tempat sujudnya.
Pendapat ketiga inilah yang lebih dekat kepada kebenaran, lebih-lebih lagi jika makmum perlu memandang ke arah imam semisal si makmum ini tidak bisa mendengar. Oleh karena itu dia perlu memandang ke arah imam agar bisa mengikuti imam. Demikian pula, kebutuhan lain yang semisalnya.
Namun ada beberapa pengecualian dalam hal ini.
Pertama, saat posisi duduk dalam shalat. Ketika itu hendaknya memandang ke arah jari telunjuk yang digunakan untuk berisyarat mengingat perkataan Abdullah bin Zubair, “Pandangan Nabi (saat duduk tasyahud, pent) tidaklah melampaui isyarat jarinya” (HR Abu Daud).
Kedua, pengecualian yang lain menurut sebagian ulama adalah ketika shalat di Masjidil Haram dalam posisi bisa melihat Ka’bah maka yang benar arahkan pandangan ke arah Ka’bah. Namun pendapat yang lebih kuat, tidak memandang ke Ka’bah saat mengerjakan shalat karena tidak ada dalil yang mendukung pendapat ini. Alasan yang lain adalah memandang ke Ka’bah malah berpeluang besar mengganggu kekhusyuan terutama saat banyak orang yang sedang melaksanakan thowaf mengelilingi Ka’bah.
Ketiga, ketika dalam kondisi ketakutan karena dikepung oleh musuh. Pada saat seperti itu pandanglah ke arah musuh. Pengecualian ini adalah pendapat yang tepat karena termasuk ‘waspada’ terhadap musuh ketika sholat khauf yang diperintahkan oleh Allah. Dalil yang lain adalah sebuah hadits yang isinya saat situasi perang Nabi mengutus satu pasukan. Saat Nabi mengerjakan shalat Nabi menoleh ke arah jalan di bukit untuk melihat apakah pasukan yang beliau utus sudah kembali ataukah belum (HR Abu Daud).
Demikian penjelasan panjang lebar yang disampaikan oleh Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin dalam Tafsir al-Qur’an al-Karim, Tafsir Surat al-Baqarah 2/126-128 saat menjelaskan surat al-Baqarah: 144.
Intinya, pendapat yang dinilai kuat oleh Ibnu Utsaimin dalam masalah ini adalah pendapat yang memberi rincian. Untuk imam dan orang yang sholat sendirian pandangan tertuju kepada tempat sujud sedangkan untuk makmum pandangan tertuju ke arah imam.
assalamu’alaikum
bagaimana bila karena suatu hal, terhalang tembok misalnya, shg kita tdk bs melihat imam…
@ yon
Melihat ke arah imam itu beda dengan melihat imam.
bagaimana kalau makmum berada disebelah kiri atau kanan imam?apakah memandang kedepan atau sedikit menoleh ke arah imam?
Jazakallahukhoir
Assalamu’alaikum ustad. Kalau untuk makmum perempuan kan biasanya barisan sholatnya di tempatkan di sebelah kanan/kiri masjid(di sampingnya barisan sholat laki laki dengan adanya pembatas), apakah makmum perempuan harus menoleh ke arah imam? Mohon segera dijawab ustad. Terima kasih
Disinilah perlunanya ummat islam berimamah, pada saat ada sesuatu yang diperselisihkan, kita memiliki rujukan.
Selama ini kita disuguhkan pilihan dari si anu dan si inu tanpa adanya kepastian kebenaran. Dan parahnya kita dipersilahkan menentuukan pilihan masing-masing tanpa adanya pertanggung jawaban dari “si pemberi ilmu”. Bukankah tidak semua Ummat islam memiliki tingkat pengetahuan yang sama, lantas “kami yang bodoh ini” harus kemana dan mengikuti siapa?
Assalamualaikum.. Tadz, shaf sholat di masjid kan panjang dan imam ada di depan tengah.. Apabila kita berada di shaf 1 paling kanan, apakah kita harus menolehkan kepala kita ke arah tengah/kiri (arah imam) agar melihat ke arah imam? Atau hanya melirik sesekali saja? Jazakalloh..