روى البخاري في صحيحه
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنِي سَعِيدُ بْنُ أَبِي سَعِيدٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لِأَرْبَعٍ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَجَمَالِهَا وَلِدِينِهَا فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ
Dari Abu Hurairah, Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, “Perempuan itu dinikahi karena empat faktor, hartanya, nama baik nenek moyangnya, cantiknya dan agamanya. Pilihlah wanita yang baik agamanya. Jika tidak maka engkau akan sengsara” [HR Bukhari].
فقوله بذات الدين أي السالمة من الشهوات والبدع والشبهات أي السلفية
وذلك الأفضل
Yang dimaksud dengan wanita yang baik agamanya adalah wanita yang tidak tergolong tukang maksiat, tidak pula ahli bid’ah. Artinya dia adalah wanita ahli sunnah. Itulah pilihan yang terbaik.
ولاحرج في الكتابية العفيفة المحصنة والاخوانية المبتدعة والتبليغية الجاهلة أن تنكح للعفة ولكنه خلاف الأفضل
Tidaklah mengapa bagi seorang laki-laki muslim untuk menikahi wanita kafir ahli kitab asalkan dia adalah wanita yang menjaga kehormatannya. Demikian pula boleh menikahi wanita anggota IM [baca: akhwat tarbiyah] atau Jamaah Tabligh [baca: masturah] yang polos dengan tujuan untuk menjaga kemaluan dari zina namun hal tersebut tidaklah dianjurkan.
لأنه إذا جاز نكاح الكتابيات المحصنات فالمبتدعات من باب أولى
Alasan bolehnya menikahi wanita aktivis IM atau JT adalah sebagai berikut. Jika diperbolehkan menikahi wanita kafir ahli kitab yang menjaga kehormatan maka menikah wanita muslimah ahli bid’ah tentu lebih layak untuk dinilai boleh.
ولكن إذا كانت منظرة كامرأة عمران بن حطان للبدعة ولها دعوة فليهرب بدينه ولو أعجبه حسنها
Akan tetapi jika wanita adalah aktivis berat dalam bid’ahnya dan mendakwahkan bid’ahnya sebagaimana wanita Khawarij yang dipersunting ‘Imran bin Hithan maka lelaki muslim yang baik hendaknya memilih untuk menyelamatkan agamanya meski dia terkagum-kagum dengan kecantikan fisiknya.
وأما العامية التبليغية والاخوانية فتلك أسهل تنكح وتصح وهو خلاف الأفضل
Sedangkan wanita anggota IM dan JT yang awam dan polos maka tentu saja hukum menikahinya lebih longgar, artinya boleh dinikahi dan sah meski hal itu kurang utama.
Penjelasan Syaikh Mahir bin Zhafir al Qahthani ini bisa dibaca di link berikut ini:
Assalamu’alaikum Ustaz,
Saya daripada Malaysia. Saya tidak faham. “Akhwat Tarbiyyah” tu apa?
Bismillah.
Ustadz, bagaimana jika setelah menikah pihak si wanita tidak mau diajak ta’lim ke kajian salaf?? Tapi malah memilih aktif di dakwah lamanya (baca : IM) karena masih terpengaruh syubhat tentang Dakwah salaf sewaktu sebelum menikah.
Syukron Jazakalloh Ustadz atas artikelnya, di lingkungan tempat saya tinggal bisa dikatakan tidak ada akhowat yg bermanhaj salaf. namun artikel ini bisa memudahkan saya. jazakalloh Ustadz, barokallohu fiika.
kalau menikah dg ikhwan tarbiyah bgmn ustad??
#nisa
Lebih bahaya lagi.
Isteri yang shalihah itu mau diatur suami bukan malah mengatur suami.
#erda
Ingatkan dia bahwa isteri shalihah itu taat suami selama perintah suami bukan maksiat.
#mohm
Gerakan IM di Indonesia menamai diri dengan gerakan tarbiyah.
Assalammualaikum,
Bagaimana dengan menikahi wanita polos yang belum begitu faham ttg agama,hijbabnya juga belum sempurna dan manhajnya sekeluarga juga belum manhaj ahlus sunnah?tapi insyaAllah terdapat potensi ketaatan pada dirinya,
Apakah lebih baik bagi kita untuk mencari dulu akhwat yang semanhaj dan sudah ngaji?
Jazakallah khairan ustadz.
#yogi
http://yufid.tv/nikah-bina-istri/
luar biasa ustadz aris ini.. sampai sedemikiannya..
akan muncul juga pertanyaan2 berikut :
1. bolehkah berjualbeli dengan aktivis IM
2. halalkah menikahi anak dari pentolan IM
dst..dst.. hati hati menjadi takfir
padahal ulama terdahulu menyikapi keras hanya kepada ahli bid’ah yg disepakati kebidahannya dalam perkara perkara akidah seperti mutazilah, khawarij, syiah imamiyah, paham hulul dan sejenisnya…
#abu
Boleh berjual beli dengan aktivis IM asalkan barang yang diperdagangkan itu halal dan untuk kepentingan yang halal.
Menikahi anak pentolan IM perlu dirinci:
Jika anaknya adalah seorang sunni tentu saja tidak masalah.
Jika seperti bapaknya maka jawabannya ada pada artikel di atas.
Bagaimaan dengan sikap keras Ibnu Mas’ud terhadap orang yang melakukan bid’ah dalam masalah dzikir [ibadah] dan bukan dalam perkara akidah? Bagaimana dengan sikap keras Umar bin al Khattab yang memberikan hukuman cambuk kepada orang yang mengadakan dzikir jamai
#Abu Anas
Lho memangnya IM tidak ada penyimpangan aqidah?
Berdasarkan pengalaman kami di IM dahulu, kader IM yang sudah senior kebanyakan mufawwidhah. Sedangkan kader IM yang awal2 kebanyakan tidak paham aqidah namun sudah berdakwah kemana-mana.
Assalamu’alaykum warahmatullahi wabarakatuh
Sebelum bertindak lebih lanjut
sebaiknya diperjelas
apa yang dimaksud “bukan ahlusunnah”?
supaya terhindari dari salah paham
atau pelabelan yang berlebihan.
Kalau yang dimaksud “bukan ahlu sunnah”
adalah “ahlu bid’ah”
maka harus dikonfirmasi dulu
apakah benar “ahlu bid’ah”?
atau hanya ‘sekedar’ orang awam/jahil “pelaku bid’ah”?
Karena ada perbedaan antara “ahlu bid’ah”
dengan orang jahil pelaku bid’ah
dimana ahlu bid’ah mendakwahkan bid’ahnya
mengajak dan menyeru manusia untuk melakukan bid’ah
sedangkan pelaku bid’ah, biasanya orang awam kebanyakan
yang masih bodoh, belum belajar dan hanya ikut-ikutan masyarakat
Biasanya yg sering terjadi diantara ikhwan adalah kasus kedua
yaitu seorang ikhwan yg ingin menikahi orang awam
yang masih melakukan beberapa bid’ah karena kejahilan dan ketidaktahuan
Maka sebagai suami
sudah menjadi kewajibannya
mendidik istri dan anak-anaknya
diatas manhaj Ahlusunnah
Demikian saran ana
Wallahu’alam
Wassalamu’alaykum warahmatullah
Berikut kutipan dari jawaban : Asy Syaikh Zaid bin Muhammad Al Madkhali
Soal:
Apa nasehatmu untuk ikhwah salafy, namun dia ingin menikah dengan akhwat bukan salafiyah dari kalangan muslim awam?
Jawaban: http://ulamasunnah.wordpress.com/2008/09/15/menikah-dengan-akhwat-bukan-