Yang dimaksud dengan kitab-kitab NU di sini adalah kitab-kitab yang sering dikaji oleh saudara-saudara kita yang berafiliasi kepada NU.
Di antara buku yang terkenal di kalangan NU adalah kitab Safinatun Najah yang maknanya adalah perahu keselamatan.
Buku adalah buku pemula bagi orang yang hendak belajar fikih Syafii. Buku ini ditulis oleh Salim bin Sumir al Hadhrami-berasal dari Hadramaut Yaman- namun beliau meninggal di Jakarta.
Ketika membahas tentang aurat, penulis mengatakan:
فصل: العورات أربع: الرجل مطلقا والأمة في الصلاة ما بين السرة والركبة.
“Fasal (tentang aurat)
Aurat itu ada empat macam:
Pertama, aurat laki-laki dalam semua keadaan dan aurat budak perempuan adalah bagian badan antara pusar dan lutut.
وعورة الحرة في الصلاة جميع بدنها ما سوي الوجه والكفين.
Kedua, aurat perempuan merdeka (baca:bukan budak) ketika shalat adalah seluruh badannya kecuali wajah dan kedua telapak tangannya.
وعورة الحرة والأمة عند الأجانب جميع البدن.
Ketiga, aurat perempuan merdeka dan budak perempuan yang harus ditutupi ketika bersama dengan laki-laki ajnabi (bukan mahrom) adalah seluruh anggota badannya.
وعند محارمهما والنساء ما بين السرة والركبة.
Keempat, aurat perempuan merdeka dan budak perempuan yang harus ditutupi ketika bersama dengan laki-laki yang berstatus mahrom dengannya adalah bagian badan antara pusar dan lutut” (Safinatun Najah yang dicetak Nurud Duja-terjemah Safinatun Najah dalam bahasa Jawa- hal 58-59, terbitan Menara Kudus tanpa tahun).
Tegas dalam kutipan di atas bahwa menurut penulis Safinatun Najah seorang perempuan merdeka harus menutupi seluruh tubuhnya (termasuk mata) tanpa terkecuali ketika bertemu dengan laki-laki ajnabi baik di rumah, di warung, di pasar ataupun di sekolah.
Sebagaimana yang ditegaskan oleh Kyai Asrar bin Ahmad bin Khalil Wonosari Magelang dalam Nurud Duja fi Tarjamah Safinatun Najah. Terjemah Safinatun Najah dalam bahasa ini diberi kata pengantar oleh penerjemahnya pada tanggal 17 Sya’ban 1380 H atau 1 Januari 1961 M dan diberi kata sambutan oleh Kyai Muhammad Baidhawi bin Abdul Aziz Lasem pada tanggal 27 Jumadil Akhir 1380 H atau 16 Desember 1960 M dan Kyai Bisri Mushthofa Rembang pada 28 Jumadil Akhir 1380 H atau 17 Desember 1960 M.
Di halaman 59, Kyai Asrar pada komentar no 3 mengatakan, “Nomer telu: aurate wadon merdeka lan amah naliko sandingan karo wong lanang liya yo iku sekabehane badan”.
Yang artinya dalam bahasa Indonesia, “Macam aurat nomer ketiga adalah aurat perempuan merdeka dan budak perempuan ketika berada di dekat laki-laki ajnabi adalah seluruh badannya”.
Penjelasan penulis Safinatun Najah dan Kyai Asror dari Wonosari Magelang tersebut tidaklah bisa dipraktekkan kecuali jika para perempuan memakai burqoh atau cadar yang menutupi seluruh badan termasuk mata. Kalau sekedar cadar yang masih menampakkan kedua mata masih dinilai kurang sesuai dengan penjelasan di atas.
Yang sangat disayangkan mengapa belum pernah saya jumpai saudara-saudara kita para mbah romo kyai NU yang menerapkan aturan ini pada istrinya (baca:bu nyai) atau pada anak-anaknya. Belum pernah juga saya jumpai warga nahdhiyyin yang menerapkan kandungan kitab Safinatun Najah ini padahal mereka sangat sering mengkaji kitab ini.
Mengapa realita berlainan dengan teori di kitab? Adakah belajar agama itu sekedar wawasan bukan untuk diamalkan?
Moga Allah selalu menuntun langkah-langkah kita menuju ilmu manfaat dan amal shalih yang berlandaskan ilmu yang benar.
Artikel www.ustadzaris.com
Seingat saya Syaikh Nawawi Banten juga berpendapat seperti itu. Demikian yang saya pelajari dulu waktu belajar di pesantren “NU”.
Alhamdulillah, nambah maleh pagertosan kulo…
Mugi-mugi saget ngamalaken dumateng anak, bojo lan kaluwargi…
Amin…
Maturnuwun ustadz, mugi-mugi Allah nggampangaken langkahe panjenengan wonten ing jalanipun Allah ta’ala…
Assalamu’alaikum pak Aris,
Apakah buku ini dijadikan standar rujukan bagi kalangan NU yg ingin belajar fikih Imam Syafi’i? Mengapa tidak langsung dari kitab Al-Umm?
ASSALAMU’ALAIKUM
ANA PERNAH BERTANYA KEPADA SALAH SATU PENGURUS BESAR NAHDLATUL ULAMA MENGENAI CADAR BAGI PEREMPUAN,MAKA DIA MENJAWAB SESUNGGUHNYA WANITA MEMAKAI CADAR ITU HUKUMNYA SUNNAH MU’AKKADAH ATAU MINIMAL KEUTAMAAN TAPI TAK WAJIB MENURUT PENDAPAT TERKUAT DAN MENENANGKAN HATI BELIAU. ADAPUN PENDAPAT DI BUKU SAFINATUN NAJAH BISA DITAKWILKAN BAHWA TERTUTUP SELURUH TUBUH KECUALI WAJAH DAN TELAPAK TANGAN DAN SEANDAINYA YANG DIMAKSUD TERTUTUP TANPA TERKECUALI MAKA ITU HANYA SEBUAH PENDAPAT YANG MASIH BISA DIBANTAH BENDASARKAN AL-QUR’AN DAN AS-SUNNAH ATAU HADITS SHAHIH.
untuk tommi
Wa’alaikumussalam
Betul, karena al umm terlalu tebal. Ada 13 jilid tebal-tebal mas, masak pemula belajar 13 jilid.
assalamu’alaykum ustadz, bagaimana dengan pendapat As Syaikh Muhammad Arsyad Banjar dalam perkara cadar ini? jika ustadz mengetahui, mohon dimuat di blog ini. mengingat keluarga saya adalah orang2 nahdhiyin banjarmasin yg sangat mengagungkan nama beliau rahimahullah, bahkan seringkali mengadakan haul dan berziarah ke makam beliau untuk mencari barokah. kata teman saya yg pernah mbaca kitab beliau Sabilul Muhtadin pendapat2 beliau banyak yg mencocoki sunnah…
mungkin mereka bermaksud menyelisihi ‘wahabi’ dlm keagamaan. Ngga rela kalo sama dgn wahabi, ato nanti malah dituduh ‘terpengaruh faham wahabi’.
begitulah yg pernah saya dengar. Mislkan saja dlm masalah jenggot, kalo ada di antara mereka yg membiarkan jenggot lebatnya, maka dibilang terpengaruh wahabi.
Bahkan dlm pengharaman rokok, ada kyai2 yg mengharamkan rokok, dituduh terpengaruh wahabi.
sampe isu CADAR ini juga
Untuk Abdurahman
Wa’alaikumussalam
Maaf, saya belum punya karya-karya beliau. Mungkin anda bisa bantu saya untuk mendapatkan karya-karya beliau sehingga bisa saya telaah?
Alhamdulillah………….saya setuju sekali dengan apa yang disampaikan uztad,..
dalam Al Qur’an sudah tegas,” Masukklah kalian dalam ISLAM dengan kaffah (menyeluruh)….jadi benar, tidak hanya secara teoritis saja namun memang harus diimplementasikan dalam kehidupan yang sebenarnya. Memang perlu bagi kita semua menyadarkan masyarakat mengenai konsep aurat ini karena sangat kuat relasinya dengan kemaksiatan yang terjadi di muka bumi,…dan inilah maslah Ummat muslim sekarang, inilah dasar fundamental yang harus diperbaiki di kalangan masyarakat, mereka terkadang bahkan tidak tahu bedanya antara jilbab dan kerudung atau khimar….mereka menganggap jilbab itu yaaa… kerudung padahal bukan seperti itu…
SAATNYA KEMBALI KEPADA ISLAM KAFFAH……..Bissmillah…
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Alhamdulillah Ustadz, di lingkungan kami, khususnya pesantrennya, yang bermadzhab syafi’y, sudah ada yang meng’amalkannya, coba dilihat di pesantren mamba’ush sholihin Gresik & pesantren assunniyah Jember, memang belum lama, yang diawali oleh neng (putri kyai) nya, alhamdulillah pesantren2 ini pula sedang menggandeng pesantren2 lain di Jawa timur & madura untuk mengadakan kajian2 seputar kemuslimahan, mohon support dari kaum muslimin semuanya, لا تنسوا من صالح دعائكم.
Sedikit komentar dari apa yang dikatakan oleh al akh fahrul tentang ketidak wajibannya mungkin maksudnya ketika di jalan tidak ada ajnabi, boleh tidak ditutup, demikian.
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
#ummu
alhamdulillah, moga menjadikan kita orang-orang yang mengamalkan dan mendakwahkan ajaran Islam
#Ummu: apkah pndok assuniyah yg ant mksd beralamat d kencong jember?
Benar ummu naufal, yang mengawali disana namanya neng umamah, dia teman kami, satu almamater di pondok dulu, selama di pondok kami telah bersungguh-sungguh mengamalkannya, meskipun sering kali benturan dengan kebijakan pondok soal seragam santri, tapi alhamdulillah setelah kami masing-masing pulang, banyak juga yg mengikuti jejak kami, meskipun sekedar menutup aurot, jilbab besar berkaos kaki, atau bercadar tapi jilbabnya kecil.
Jazakumulloh untuk ustadz aris atas tempatnya, semoga menjadi amal yang baik. Mohon dimuat pula ketetapan muhammadiyah soal ini, biar berimbang. juga soal nama kun-yah & penisbatannya.
Ada ko dari Nahdliyyin yang pakai cadar
bapak saja yang belum pernah bertemu
saya pernah, yakni istri dari Habib Hasan Assegaf, pimpinan majlis nurul mushtafa
#mahrizal
Moga Allah memperbanyak wanita bercadar dari kalangan Nahdhiyyin
Ulama NU yang sudah mempraktekkan cadar untuk ahli keluarga dan santrinya itu sudah ada salah satunya Almarhum KH. Husairan. ( Pontren Al-Fath temboro.