والقول بأن الفطر علي هذه الأمور سنة مطردة فيه نظر لأن هذا غالب قوت بلدهم التمر.
Syaikh Yahya al Hajuri mengatakan, “Pendapat yang mengatakan bahwa berbuka puasa dengan kurma adalah sunnah Nabi yang berlaku di semua tempat adalah pendapat yang tidak tepat. Nabi berbuka dengan kurma karena makanan pokok yang dominan di tempat tersebut kala itu adalah korma.
إن وجد رطب أفطر عليه وإن وجد تمر أفطر عليه إن لم يجد حسا حسوات من ماء.
Sehingga jika ada ruthob maka Nabi berbuka dengan ruthob. Jika adanya kurma maka beliau berbuka dengan kurma. Jika tidak ada apa apa maka beliau berbuka dengan meneguk beberapa teguk air” [Ithaf al Kiram bi Ajwibah Ahkam Zakah wal Hajj was Shiyam hal 360 terbitan Dar Imam Ahmad Mesir 1427 H].
hmm.. antum muwaafiq dengan pendapat ini atau ndak ust.? kalo ana kok ada yang ngganjal ya, karena setahu ana masalah ini berkaitan dengan af’aal nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang mana salah satunya ‘ala hasabil ‘aadah. namun ternyata ada hadits lain riwayat tirmidzi dengan lafadz :
إِذَا أَفْطَرَ أَحَدُكُمْ فَلْيُفْطِرْ عَلَى تَمْرٍ ، فَإِنَّهُ بَرَكَةٌ ، فَإِنْ لَمْ يَجِدْ تَمْرًا فَالمَاءُ فَإِنَّهُ طَهُورٌ
lafadz فَلْيُفْطِرْ , fi’il mudhari’ al-maqruun bi laamil al-amr, maka dari itu jika bentuknya amr (perintah) ini tidak masuk dalam pembahasan af’aal an-nabi, namun yang dibahas apakah hadzal amr lil wujuub atau lil istihbaab…(sebenarnya ada juga sih perincian tambahan dalam ushul fiqh bahwa al-amr kadangkala keluar dari area wujub atau istihbaab namun dengan qoriinah yang waadhihah). Nah.. baik wajib atau mustahab tidaklah lepas dari yang namanya pahala. ditambah lagi disebutkan bahwa فَإِنَّهُ بَرَكَةٌ (karena sesungguhnya -kurma- itu berbarokah) , nah untuk sementara ada lebih sreg dengan sunnahnya makan kurma tatkala berbuka. wallahu a’lam
#fachry
Menurut syaikh yahya hadits Salman bin ‘Amir yang anda bawakan adalah hadits yang dhaif karena ada perawinya yang majhul yaitu ar Rabab bin Shali’.
sehingga status perkara ini adalah hanya dalam ruang lingkup af’al Nabi.
Judul artikelnya ekstrim Ustadz.
1. Apakah memang berbuka dengan kurma adalah sesuatu yang tidak berpahala ? Sementara kami melihat dhohir hadits nabi shalallahu alaihi wa salam mengatakan berbuka dengan kurma. Dan saat inipun telah diketahui secara medis bahwa kurma mengandung banyak manfaat. Namun kami berbuka dengan kurma bukan karena saran ilmuwan medis tapi karena perintah Rasulullah shalallahu alaihi wa salam.
2. Apakah kami tidak mendapat pahala, dikarenakan kami ingin mencontoh sunnah nabi dalam berbuka? Meskipun itu dianggap makanan pokok pada waktu itu yang ada di sekitar nabi, namun saat ini insyaallah kurma mudah untuk diperoleh disekitar kita.
3. Bagaimana bila di analogikan dengan kisah Umar yang mencium Hajar Aswad. Umar bin Khattab radhiyallahu anhu menciup Hajar Aswad hanya sekedar karena Nabi shalallahu alaihi wa salam menciumnya.
Dan kitapun berbuka dengan kurma karena Nabi shalallahu alaihi wa salam juga berbuka dengannya. Apakah karena sekedar meniru ini saja dikatakan “tidak berpahala” ?
4. Sedikit menyimpang dari pembahasan, namun agak mirip dengan point 3.
Saya mendengar bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wa salam suka dengan daging kambing. Bagaimana bila kita juga suka dengan daging kambing dikarenakan sunnah yang dilakukan oleh Rasulullah shalallahu alaihi wa salam yang juga suka daging kambing ? Apakah kesukaan kita pada daging kambing dalam rangka mencontoh Rasulullah shalallahu alaihi wa salam juga tidak berpahala ?
Walallahualam
#setyanto
hadist yang berisi perintah adalah hadits yang dhaif.
sedangkan hadits berisi perbuatan Nabi maka itu perlu dipahami dengan kaedah af’al Nabi yang ada di buku buku ushul fiqih.